Samuel adalah seorang mantan atlet bela diri profesional, selain itu ia juga bekerja paruh waktu sebagai kurir makanan, namun semuanya berubah saat kiamat zombie yang belum di ketahui muncul dari mana asalnya membawa bencana bagi kota kota di dunia.
Akankah Samuel bertahan dari kiamat itu dan menemukan petunjuk asal usul dari mana datangnya zombie zombie tersebut?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby samuel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan di stasiun bawah tanah !
“Baiklah, kita sudah sampai di pintu masuk stasiun bawah tanah!” seru Samuel, suaranya tegas namun penuh dengan kewaspadaan. Matanya menelusuri setiap sudut seolah-olah menyelidiki bayangan-bayangan di bawah sana, merasakan sesuatu yang tidak sepenuhnya bisa ia lihat, namun seolah ada, menanti dalam kegelapan. Ia berdiri di depan, menjadi sosok yang pertama kali menyaksikan apa pun yang tersembunyi di balik kegelapan itu, siap melangkah lebih jauh.
Di belakangnya, Tim 1 dan Tim 2 mengikuti dengan langkah berat, membawa rasa waspada yang sama. Para anggota tim melangkahkan kaki mereka hati-hati di atas kerikil yang berderak di ambang pintu masuk stasiun bawah tanah yang besar dan kokoh. Suara derap sepatu mereka menggema di dinding-dinding kotor dan lembab, menghadirkan suasana menegangkan yang menyelimuti semua orang. Hawa dingin yang menyengat segera menyambut mereka, membuat bulu kuduk berdiri, memberi mereka firasat bahwa tempat ini bukanlah sekadar stasiun bawah tanah biasa, melainkan sarang kegelapan yang kini menjadi markas bagi kekuatan asing yang mengancam.
“Mari kita mulai!” ujar Kamari, pemimpin Tim 1, suaranya bergetar rendah namun penuh keyakinan. Ia mengenakan armor baja yang kokoh, dan pedang panjang bergantung di pinggangnya, mengilap di bawah pantulan cahaya redup yang nyaris tak bisa menembus kegelapan. Wajahnya serius, sepenuhnya fokus pada misi yang menantinya. Kamari bukanlah seorang pemula dalam pertempuran; ia tahu bahwa di tempat seperti ini, bahkan nafas terkecil bisa berarti hidup dan mati.
Tim pun mulai bergerak, mengatur langkah penuh keyakinan saat mereka menapaki anak tangga yang menurun ke kegelapan yang terasa semakin dalam, semakin mengisolasi mereka dari dunia luar yang kini terasa begitu jauh. Hanya ada bunyi derap langkah mereka yang menggema, dan detak jantung yang terdengar kian kencang seiring setiap langkah membawa mereka semakin dalam.
Seketika, kesunyian dan kegelapan di sekitar menambah suasana mencekam yang seolah mencekik, membuat mereka merasa tertahan, terkurung di bawah tanah ini. “Fokuskan pandangan kalian,” ujar Samuel sambil terus melangkah di depan. Suaranya terdengar tegas, tak ingin ada yang kehilangan konsentrasi di tempat yang penuh dengan bahaya tak terlihat ini. "Aku hanya pernah ke sini sekali, dan aku tak tahu sudah berapa banyak telur yang menetas sejak itu."
Di belakang Samuel, para anggota tim berbaris rapi. Di tengah, para pembawa barang dan senjata berjalan sambil menunduk, menjaga keseimbangan ransel besar yang mereka bawa. Di dalamnya, terdapat peralatan penting yang mungkin akan menentukan hidup atau mati mereka jika situasi semakin memburuk. Sementara di barisan belakang, penembak jitu dengan pandangan waspada memegang senjata, siap menghadapi ancaman dari segala arah.
Seperti pasukan pejuang di akhir zaman, mereka bergerak dalam keheningan yang mendebarkan, setiap langkah disertai dengan kewaspadaan yang tinggi. Mereka telah siap menghadapi apapun, namun juga tahu bahwa di tempat seperti ini, ancaman bisa datang dari mana saja, dan apa yang tersembunyi di balik bayangan bisa menjadi lebih mematikan dari yang terlihat.
Samuel kemudian mengangkat tangannya, memberi isyarat agar semua orang berhenti. Matanya menyipit, menajam, mencari sesuatu di kejauhan. “Diam…” bisiknya, hampir tak terdengar, namun semua anggota tim langsung merespons, menghentikan langkah mereka dengan cekatan. Semua mata tertuju pada Samuel, menunggu komandonya dengan ketegangan yang hampir bisa dirasakan di udara.
“Setelah ini, kalian akan melihat sarang zombie mutasi. Telur-telur mereka tersebar di mana-mana,” kata Samuel, suaranya semakin rendah, nyaris seperti bisikan. “Siapkan diri kalian; apapun yang terjadi, jangan lengah. Yang akan kita lihat mungkin berbeda dari apa yang pernah kita hadapi sebelumnya.” Dengan hati-hati, Samuel mengulurkan tangan ke punggungnya, menggenggam heavy sword yang terselip di sana. Sentuhan dingin baja pada kulitnya mengingatkan akan pertempuran-pertempuran yang sudah ia lalui sebelumnya, namun kali ini, ia merasa ada yang berbeda. Bahayanya terasa lebih nyata.
Namun, di antara ketegangan itu, terdengar tawa kecil yang sinis. Triad, pemimpin Tim 2 yang bertubuh besar dan berotot kekar, melemparkan sindiran kepada Samuel. “Kau terlalu banyak bicara, kapten kecil!” ujarnya dengan nada mengejek. Seolah meremehkan, Triad berdiri tegap, menatap Samuel dengan tatapan menantang. “Tak ada waktu untuk ceramah.”
Darius, yang berdiri di dekat Samuel, tak bisa menahan dirinya. Sebagai teman dan rekan setia, ia tak rela Samuel dihina seperti itu. Dengan suara rendah namun tajam, ia berkata, “Hei, Banteng Peledak! Jangan asal bicara. Samuel jauh lebih bisa diandalkan daripada bom molotov murahanmu!” Darius menatap Triad dengan sinis, merasa bahwa komentar Triad hanya mencerminkan kebodohan dan kegegabahannya.
Triad, yang tidak tahan diolok seperti itu, mengepalkan tangannya, kemarahan memancar dari wajahnya. “Ulangi sekali lagi, dan mulut besar itu akan kuhancurkan!” balasnya dengan nada ancaman, nadanya mencerminkan kemarahan yang hampir tak tertahankan. Ia tak terbiasa dihina, apalagi di depan para anggota tim lain.
Namun, sebelum pertengkaran itu semakin panas, Samuel tiba-tiba mengayunkan heavy sword-nya ke samping dengan satu tangan. Gerakannya cepat dan halus, namun menghasilkan hembusan angin yang kuat, menghantam wajah Triad dan Darius, membuat mereka mundur sedikit. “Cukup…” seru Samuel dengan suara tegas yang tidak bisa ditawar. “Ini bukan waktunya mempermasalahkan harga diri! Kita berada di tempat yang berbahaya, dan apapun bisa terjadi. Kalian tahu itu.”
Dua pria kekar itu seketika terdiam, seolah tersadar dari kebodohan mereka. Mereka menyadari bahwa Samuel benar; ini bukan waktunya untuk bertengkar. Triad pun terdiam, terpana oleh kekuatan Samuel yang begitu besar, meski tubuhnya tidak terlihat begitu kekar. Dalam diam, ia menyadari bahwa Samuel bukanlah sekadar kapten kecil; ada sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar ukuran tubuh.
Kamari, yang mengamati situasi tersebut dengan seksama, hanya bisa bergumam dalam hati. “Tebasan yang kuat. Jika itu mengenai mereka, kepala mereka akan terpisah sebelum mereka menyadarinya,” pikirnya dalam diam. “Samuel... siapa kau sebenarnya di masa lalu?”
Darius, yang masih berdiri di dekat Samuel, menyeringai. Ia melihat bahwa Triad kini tak berani berkata banyak. “Sudah merasakan kekuatan itu sekarang?” katanya sinis sambil berjalan melewati Triad yang masih terpaku.
Mereka pun kembali melangkah, menyusuri kegelapan yang terasa semakin dalam dan menekan. Di depan, sebuah cahaya kecil terlihat, tanda bahwa mereka mendekati tujuan. Langkah kaki mereka semakin cepat, diiringi oleh ketegangan yang semakin memuncak. Setiap detik terasa berat, setiap napas terasa seperti peringatan akan bahaya yang semakin dekat.
Ketika mereka akhirnya tiba di ujung lorong, pemandangan yang mengerikan menyambut mereka. Sarang zombie mutasi itu penuh dengan telur-telur yang tersebar di mana-mana, menciptakan pemandangan yang nyaris tak bisa dipercaya. Namun, ada satu telur yang berbeda, menggantung di atap dinding stasiun. Ukurannya jauh lebih besar, hampir sebesar manusia dewasa. Dari balik cangkangnya yang tembus pandang, terlihat makhluk menyeramkan, setinggi lima meter, dengan tulang tajam seperti pedang di punggung tangannya dan kulit yang kasar serta tebal.
“Ini… ini tak seperti yang kulihat kemarin!” bisik Samuel, terkejut melihat sosok raksasa di dalam telur tersebut. Seolah-olah, makhluk itu adalah pemimpin dari segala mutasi yang ada di sana, ancaman yang lebih besar dari apa yang bisa ia bayangkan.
“Itu pasti pemimpin mereka,” ujar Bob yang berdiri tak jauh dari Samuel. Matanya tajam menatap telur besar itu. “Aku bisa tahu hanya dari ukurannya.”
Kamari, yang sudah bersiap dengan pedangnya, menoleh ke arah Samuel. “Apa yang akan kita lakukan sekarang?”
Namun, sebelum Samuel sempat menjawab, sebuah bom molotov tiba-tiba melayang melewati mereka, terbang langsung menuju telur besar itu. Triad yang tak sabar telah melempar bom molotov itu, semakin detik semakin dekat dengan telur besar tersebut.
Semua mata tertuju pada bom itu yang tak akan sempat mereka halangi, dengan mata terbelalak, semua pasukan tim kecuali triad pun terkejut bukan main dengan tindakan gegabah yang di lancarkan oleh pria tersebut
"(Blarrr .....!!!) terdengar bunyi kaca pecah beserta ledakan dari bom molotov yang tepat mengenai telur besar tersebut dan membakarnya.
"Berhasil... ! " ucap triad kegirangan setelah lemparannya mengenai sasaran.
"Lihat itu kapten kecil ! Jangan lamban memberi perintah atau kau akan membuat kita mati !" ucapnya dengan nada serius namun sedikit congkak seolah ialah yang pantas memimpin di tim aliansi tersebut.
Telur itu pun terus terbakar sambil tergantung di atap stasiun tersebut, cahaya kemerahan dari api mulai menyelimuti telur itu secara keseluruhan, tak lama kemudian telur tersebut jatuh dan menimpa lantai stasiun bawah tanah dan dengan seketika asap dari pembakaran itu menyebar di dalam ruangan.
Darius yang melihat aksi gegabah itu dengan cepat menarik kerah kaus millik triad, dengan emosinya yang memuncak, ia tak bisa lagi mengendalikan dirinya " kau memang tak mengerti situasi ! Mati saja sialan !" ujarnya sambil melayangkan bogem mentah ke arah waja triad
Namun triad menangkis pukulan Darius dengan tangan besarnya, ia menggenggam kuat bogem dari Darius, hingga saat triad akan membalas pukulannya terdengar suara jeritan dari zombie mutasi dari jarak yang dekat "Apa itu tadi?!" Ucap Samuel terkejut dengan suara yang barusan di dengar.
Di saat yang sama semua prajurit itu pun terdiam sambil menoleh ke kiri dan kanan mencari sumber suara .
Dalam kepulan asap yang membakar telur tersebut, munculah siluet hitam pekat dari arah api itu, sesuatu itu pun melangkah perlahan mendekati para tim di depannya.
"Semuanya... siapkan senjata kalian masing masing ! Tim logistik tetap berada di barisan tengah ! penembak jitu... lindungi mereka dari belakang !" tutur Samuel bersiap di barisan depan dengan kamari dan darius