Jihan, harus memulai kehidupannya dari awal setelah calon kakak iparnya justru meminta untuk menggantikan sang kakak menikahinya.
Hingga berbulan-bulan kemudian, ketika dia memutuskan untuk menerima pernikahannya, pria di masa lalu justru hadir, menyeretnya ke dalam scandal baru yang membuat hidupnya kian berantakan.
Bahkan, ia nyaris kehilangan sang suami karena ulah dari orang-orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Setelah pertanyaanku dijawab dengan ketus tadi, aku dan mas Sagara sama-sama diam hingga mobil yang kami tumpangi tahu-tahu telah sampai di kantor bunda.
Dari dalam mobil, aku bisa melihat wanita yang telah melahirkanku tengah menunggu kami di depan gerbang kantornya dengan raut cemas.
Entah apa yang terjadi dengan kak Lala hingga membuat bunda seresah itu. Diam-diam aku pun tertular rasa cemas dari bunda. Bagaimana bunda nggak cemas, kak Lala adalah anak kesayangan bunda, itu menurut aku dan mas Ryu.
Meski kami beda ibu, tapi kami tetap saling menyayangi satu sama lain, bunda pun tak pernah membedakan kasih sayang antara aku, mas Ryu dan kak Lala.
Begitu mobil mas Sagara berhenti tepat di depan bunda, aku bergegas turun dari mobil sebab ingin pindah duduk di belakang bersama bunda.
"Assalamu'alaikum, bun!" Ucapku bersamaan dengan tanganku yang bergerak menutup pintu mobil.
"Wa'alaikumsalam, sayang" Aku mengecup punggung tangan bunda. Tak mau buru-buru bertanya mengenai kak Lala, Aku justru langsung membuka pintu mobil bagian belakang kemudian menyuruh bunda masuk.
"Masuk, Bun!"
Selang lima belas detik, aku dan bunda sudah sama-sama duduk di kursi penumpang. Sementara mas Sagara langsung menoleh ke belakang dan menyapa bunda sembari mengulurkan tangan untuk mengecup punggung tangannya.
"Sudah siap bun?" Tanya mas Sagara menatap bunda melalui spion tengah, ketika bunda selesai memasang seatbelt.
"Sudah, nak"
Mas Sagara kembali menatap ke depan setelah mendengar sahutan bunda. Pria datar itu lantas melajukan mobilnya dengan kecepatan stabil.
Ku akui mas Sagara memang baik, dia sangat menghormati ayah dan bundaku, tapi entahlah. Sikapnya yang menyebalkan membuatku justru tak menyukainya dan malah membencinya. Dia terlalu dingin, terlalu berkuasa saat kami berada di dalam rumah.
"Ada kabar apa dari kak Lala bun?" tanyaku menoleh ke samping kanan.
"Kata mas Tera, mendadak perut kakak sakit. Dia jatuh pingsan di kantor, lalu mas Ken membawanya ke rumah sakit"
"Terus sekarang kondisinya gimana?"
"Barusan mas Tera sms bunda katanya kakak sudah sadar, tapi hasil pemeriksaan masih belum keluar, masih harus nunggu beberapa jam lagi"
"Semoga hasilnya bagus ya bun, Kakak nggak kenapa-kenapa"
"Semoga saja sayang" Respon bunda. Tangan kami yang saling bertaut, bisa kurasakan bahwa tangan bunda terasa dingin. Entah karena rasa takut, atau hawa dingin efek dari sentuhan AC di mobil milik mas Sagara. Yang jelas dari raut wajahnya menunjukkan kalau bunda masih di rundung rasa khawatir.
"Ayah gimana, bun? Sudah di kabarin" Mas Sagara bertanya setelah aku dan bunda sama-sama terdiam.
"Bunda telfon tapi nggak nyambung, nak. Terus bunda kirim pesan, sudah di baca tapi ayah nggak balas"
"Mungkin sibuk bun, jadi nggak sempat balas"
"Mungkin Saja, nak Saga"
"Nanti coba, bunda telfon lagi ya" Aku ikut nimbrung dalam obrolan mereka.
Bunda meresponku dengan anggukan kepala.
"Kalau mama Hana sudah di kabarin, bun?" Tanyaku kemudian.
"Belum, Ji. Bunda masih belum tahu kondisi kakakmu seperti apa, jadi bunda nggak mau buat mama Hana cemas"
"Tapi lebih baik jangan di beri tahu dulu sebelum ada ijin dari ayah, bun"
"Kamu benar, sayang"
"Kalau mas Ryu sudah tahu?" Tanyaku kedua kali.
"Belum juga, dia kayaknya sibuk praktek, soalnya bunda telfon juga nggak di angkat makannya bunda telfon suamimu"
Menit berlalu, mobil kamipun telah sampai di rumah sakit tempat kak Lala dirawat, kami langsung turun sesaat setelah mobil terparkir sempurna.
Aku dan bunda berjalan di depan sementara mas Sagara dua langkah di belakang kami.
Saat langkah kami hampir sampai di dekat meja resepsionis, mas Saga tiba-tiba menyusul langkah kami dan langsung bertanya pada petugas resepsionis yang berjaga.
"Permisi suster! Ruang rawat atas nama Syahla Athalia Anggara di mana?" Tanyanya.
Pria itu kan mencintai kakak, jadi mungkin sedikit khawatir juga.
"Mohon tunggu sebentar ya, pak!"
"Baik"
Mas Sagara mengedarkan pandangan selagi petugas mencari nama kak Lala.
Tak kurang dari satu menit, petugas itu kembali bersuara.
"Pasien atas nama Syahla Athalia, ada di ruang VIP, kamar Arjuna" Katanya menatap mas Sagara. "Kamarnya ada di sebelah sana"
Sepasang mata kami kompak mengikuti kemana tangan itu terarah.
Ternyata kamar kak Lala ada di dekat meja resepsionis, jadi kami tak perlu susah-susah mencarinya.
"Terimakasih suster!" Ucap mas Sagara ramah.
"Sama-sama, pak"
Setelah suster menjawab, kami pun pergi menuju ruangan yang kak Lala tempati. Namun saat di depan pintu kamar, mas Sagara tiba-tiba berucap.
"Ji, bunda, kalian masuk dulu, aku mau toilet sebentar.
Bunda yang tengah menyentuh handle pintu dan bersiap memutarnya, lantas beliau urungkan. Aku dan bunda sama-sama memindai wajah mas Sagara penuh heran.
"Iya" Sahut bunda seraya tersenyum.
Halah palingan cuma alasan, mas Sagara kan masih mencintai kak Lala, dia pasti akan terbakar kalau melihat mas Tera dan kak Lala bersama.
****
Pukul Lima sore, bunda menyuruhku dan mas Sagara untuk pulang lebih dulu.
Soal bunda, nanti mas Ryu yang akan menjemputnya. Ayah juga akan langsung ke rumah sakit begitu pesawatnya mendarat di Lanud.
Di lihat dari wajah kakak yang sudah sumringah, sepertinya dia hanya sakit perut biasa, tapi walau bagaimanapun kami tetap harus menunggu hasil diagnosa yang akurat dari doktet. Sementara hasilnya belum keluar sampai di jam ini. Dan harapanku tidak ada masalah yang serius mengenai kesehatan kakak.
"Assalamu'alaikum"
Ucapku setelah sebelumnya sudah berpamitan serta mengecup punggung tangan bunda, kakak, dan kakak iparku.
"Wa'alaikumsalam, hati-hati nak"
"Iya bun, salam buat ayah dan mas Ryu"
"Iya sayang"
Dari pertama sampai di rumah sakit, mas Sagara hanya masuk sebentar untuk menyapa kakak dan suaminya lalu keluar lagi. Kemudian kembali masuk untuk berpamitan karena aku mengirim pesan kalau bunda meminta kami pulang duluan.
Kami tak langsung pulang, sebab ketika di tengah perjalanan, mas Sagara membelokkan mobilnya di salah satu restoran yang kami lewati.
Mungkin dia lapar, atau karena memang ingin makan di luar. Selain itu, ini juga sudah nyaris berada di waktu maghrib dan kebetulan restauran ini ada fasilitas untuk menunaikan sholat. Selagi menunggu pesanan datang, aku dan mas Sagara memenuhi kewajiban kami di sini.
Selesai sholat, kami duduk di meja yang sudah kami pesan.
Kami masih menunggu karena pesanan belum siap.
Mengedarkan pandangan ke arah kanan, tiba-tiba ada sosok bayangan berdiri di depan meja yang aku dan mas Sagara duduki. Saat ku palingkan wajah untuk melihatnya, ternyata dia seorang wanita, dan wanita itu adalah sosok yang sangat familiar bagiku dan juga mas Sagara.
"Ka-kamu?" Aku bangkit karena saking terkejutnya, lalu sedikit menunduk menoleh ke wajah mas Sagara yang tengah mendongak menatap wanita cantik di depanku.
Typonya nanti di revisi lagi..
Makasih sudah ngikut sampai sini. 😘😘😘😘