Arsyila Maharani harus terpaksa melalui hari- hari yang sulit, hanya karena sebuah kesalahan satu malam yang di luar kendalinya.
Arsyila menjadi korban dari bos tempat Ia bekerja yang pada saat itu sedang terpuruk, kehilangan mahkota yang sangat berarti dua hari sebelum pernikahan mereka.
Mampukah Arsyila melalui hari- harinya ke depan, bukan hanya masalah dari keluarga nya dan juga masyarakat yang memandang dirinya hina.
Bagaimana Ia menghilangkan rasa trauma berat dalam hidupnya, apakah ada cinta tulus yang akhirnya menghampiri nya. Yuk simak kelanjutan nya disini....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💘 Nayla Ais 💘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minta tanggung jawab
***
Arsy perlahan mengerjabkan matanya yang masih terasa berat, pertama yang Ia lihat adalah ruangan serba putih. Indra penciuman nya mencium bau yang sangat khas menyengat dan kini matanya menangkap tiang infus. Sontak Arsy melirik ke arah tangan nya dimana disana masih terpasang infus.
" Dimana aku sekarang, seperti nya ini rumah sakit ?. " Gumamnya pelan.
" Eh Nyonya, anda sudah bangun. " Seorang wanita entah darimana datangnya, tiba-tiba sudah berdiri di samping nya.
" Nyonya ?. " Batin Arsy, jelas terlihat kebingungan.
" Kamu siapa, kenapa panggil aku Nyonya. " Tanya Arsy terlihat waspada
Lembaran kejadian sebelum Ia berada di ruangan itu kembali berputar dan terkumpul bagaikan puzel, tubuhnya kembali bergetar ketakutan. Matanya dengan awas memindai seisi ruangan itu, tiba-tiba tangan nya di genggam oleh wanita di samping nya.
" Jangan takut Nyonya, Nyonya aman bersama saya. Kenalkan, nama saya Nilam, saya sekertaris nya Tuan Arkan. "
Tangan nya yang masih di dalam genggaman Nilam membuat Arsy hanya bisa mengangguk, jujur Ia masih di sergap rasa takut.
" Sekertaris Tuan Arkan, lalu kenapa Mbak ada disini, bukankah Mbak harusnya ada di kantor, bekerja. Bagaimana kalau Mbak terkena masalah karena menunggui ku disini. Sebaiknya Mbak kembali bekerja saja, tolong hubungi Bude atau Larissa saja, biar mereka yang menemani ku disini. "
" Tidak apa- apa Nyonya, ini juga saya sedang bekerja. Tuan Arkan sendiri yang meminta saya menemani Nyonya dan memastikan Nyonya baik- baik saja. Justru kalau saya kembali malah masalah bagi saya, saya akan kehilangan pekerjaan saya. "
NILAM CAHYA
Arsy terdiam memikirkan apa yang di katakan wanita cantik di samping nya. Selain itu matanya masih terlihat was- was menatap ke arah pintu. Nilam sendiri menatap wajah cantik Ibu hamil itu, tersenyum manis karena merasa apa yang di katakan seseorang sebelum nya adalah benar adanya.
" Oh ya Mbak Nilam, dimana Bude atau Larissa. " Tanya Arsy kemudian.
" Hm Bude, maksud Nyonya Mbok Lastri. " Tanya Nilam dan Arsy pun mengangguk.
" Sejak pagi tadi saya tidak melihat Mbok Lastri, hanya ada seseorang gadis cantik yang tadinya menunggu Nyonya dari semalam. Tapi tadi pagi- pagi sekali Tuan Arkan sudah meminta nya kembali untuk istirahat. Mungkin agak siang dia kembali sekalian membawa baju ganti untuk Nyonya. "
Arsy mangut- manggut, namun tidak lama kemudian Ia kembali sadar sesuatu dan itu membuatnya merasa tidak nyaman.
" Kenapa Mbak memanggil ku Nyonya sejak tadi, aku ini hanya seorang pelayan di kediaman Tuan Arkan. Jadi sebaiknya Mbak panggil nama saja. "
Nilam menggeleng pelan " Maaf Nyonya, saya tidak berani. Tuan Arkan sendiri yang meminta saya memanggil Nyonya kepada Anda. Kalau Nyonya keberatan tolong Nyonya bicarakan saja ini pada Tuan Arkan, tapi tolong Nyonya jangan libatkan saya. "
Arsy di buat tidak habis pikir dengan ucapan Nilam, tapi mengingat bagaimana berkuasanya orang- orang itu tidak menutup kemungkinan wanita di samping nya akan aman kalau Ia membuat ulah.
Di depan ruang rawat terjadi kegaduhan, karena seseorang pria memaksa masuk namun tidak di beri ijin oleh dua bodyguard yang memang di tugaskan menjaga di depan pintu.
" Apa kalian sudah gila, kalian lupa aku ini siapa ha. "
" Kami tidak peduli Tuan Alvaro, tugas kami disini menjaga Nona kami dari orang seperti anda. "
" Orang seperti ku, memangnya kenapa aku. Berani- beraninya kalian mendikte ku seperti ini, kalian akan menyesal. "
Alvaro terus memaksa ingin masuk namun kedua bodyguard itu pun tidak serta merta memudahkan jalannya, meskipun nyawa mereka taruhannya.
" Berhenti Pak ! Tolong berhenti, jangan buat keributan disini. Ini rumah sakit bukan arena tinju untuk kalian adu jotos. "
Tangan Alvaro yang sudah terangkat ingin melayangkan pukulan akhirnya perlahan turun, namun tangan nya masih mengepal menahan amarah.
" Ah sayang, ternyata benar kamu sudah kembali. "
Dari belakang seorang wanita datang dengan langkah anggun dan langsung bergelayut di lengan Alvaro, Alvaro berusaha menepis tangan itu karena merasa tidak nyaman.
" Lepaskan, tidak tau malu dilihat orang. " Sentak Alvaro.
" Ish sayang, kamu kok gitu. Aku nungguin kamu pulang, bukannya nemuin aku kamu malah pergi ke rumah sakit. Memangnya siapa sih yang sakit. "
Alvaro menatap wanita di depan nya dengan tatapan tajam, lalu sekilas sudut bibirnya terangkat.
" Hm bukankah katanya kamu sedang hamil. "
Clara tersenyum dan mengangguk, Ia merasa senang karena Alvaro menanyakan kehamilan nya.
" Iya sayang, aku hamil anak mu, anak kita. " Senyum mengembang menghiasi bibir merahnya.
" Kebetulan kalau begitu, mumpung kita sekarang berada di rumah sakit jadi bagaimana kalau kita langsung cek kehamilan mu ini. "
Mendengar ucapan Alvaro senyum di wajah Clara semakin mengembang, Ia bahagia ternyata Alvaro begitu peduli padanya.
" Ayo tunggu apa lagi. "
Pria itu melangkah cepat sambil menarik tangan Clara, Clara sendiri sulit mengimbangi langkah kaki Alvaro.
" Sayang, jangan cepat- cepat dong jalannya. Bagaimana pun juga saat ini aku tengah hamil anak mu loh, bagaimana kalau aku jatuh dan terjadi apa- apa dengan anak ini. "
Alvaro tidak peduli, telinga nya seakan tuli, tidak mendengar keluhan orang lain. Ternyata di luar dugaan Clara, Ia pikir Alvaro akan mengajaknya bertemu dokter untuk memeriksa kandungan nya.
Alvaro mendorong tubuh nya di sebuah ruangan yang minim cahaya, seperti ruangan yang sudah tidak terpakai lagi.
" Aww sakit Varo. " Clara meringis ketika tubuh nya hampir saja terbentur meja kalau saja tangannya tidak kuat menopang tubuh nya.
" Kamu pikir aku peduli Clara, sekarang katakan padaku siapa ayah dari janin yang kamu kandung itu. "
Wajah datar dan suara berat serta ruangan yang temaram menambah kesan horor. Clara mengerutkan kening seraya menatap kearah Alvaro.
" Apa maksud mu Varo, jelas- jelas ini anak mu dan ya kamu ayahnya. "
Alvaro terkekeh pelan " Kamu pikir bisa semudah itu membodohi ku. Clara - Clara, aku tau siapa kamu. Wanita yang selalu menjajakan tubuh nya dari ranjang satu ke ranjang yang lain, apa kamu pikir pantas bersama ku. "
Kata-kata yang di lontarkan Alvaro membuat harga diri Clara tercabik- cabik meskipun kenyataan nya memang seperti itu.
" Tapi ini benar anak mu Varo. " Ucap Clara masih bersikeras dengan pendirian nya.
" Apa buktinya kalau itu anak ku, sedangkan kamu sendiri sudah berhubungan dengan begitu banyak pria. "
Sebuah tamparan mendarat sempurna di wajah tampan Alvaro, pria itu tidak bergeming.
" Aku tidak pernah berhubungan dengan siapapun setelah dengan mu itulah bukti kalau anak ini adalah darah daging mu. "
Alvaro merogoh ponsel nya dan menghubungi seseorang, tidak butuh waktu lama seseorang mengetuk pintu. Alvaro berdiri dan melangkah keluar, Ia kembali dengan sebuah amplop di tangan yang langsung di hempaskan di atas meja.
" Lihat sendiri. "
Clara meraih amplop itu meskipun ragu namun akhirnya Ia pun membuka lalu melihat isinya.
Tangan nya bergetar begitu pun dengan tubuh nya melihat foto- foto dirinya bersama seorang pria.
" A- apa ini, aku tidak mengenal nya ini bu- bukan aku. "
Clara tergagap, Ia benar-benar gugup dan mulai di liputi rasa takut. Namun Ia berusaha sebisa mungkin bersikap biasa saja.
" Kamu tidak bisa mengelak lagi Clara, asal kamu tau saja aku tidak pernah bermain tidak aman selama ini, apalagi menabur benih ku pada sembarangan wanita. Apalagi wanita seperti mu, dan asal kamu tau, selama enam bulan ini aku bahkan tidak pernah menyentuh wanita mana pun " kecuali wanita itu" Batin Alvaro. "Sedangkan usia kehamilan mu sekarang baru empat bulan, hm. "
Clara semakin merasa terpojok, kata-kata Alvaro membuat tubuh nya gemetar.
" Sial, bagaimana mungkin dia tau usia kehamilan ku. Apa yang harus aku lakukan sekarang. " Batinnya
" Empat bulan, jangan asal menuduh hanya untuk menghindari tanggung jawab mu Varo. Kamu tetap harus bertanggung jawab padaku. "
Clara histeris karena mulai terdesak dan putus asa, ketakutan akan kehilangan pria di depan nya membuat nya hilang kendali.
" Baiklah, aku akan bertanggung jawab setelah kita melakukan tes DNA. Kalau janin itu adalah milikku aku pasti akan bertanggung jawab, tapi kalau bukan. Ya kamu siap- siap saja. "
Clara yang sudah mulai terpojok tidak bisa berpikir jernih.
" Siapa takut, aku akan buktikan kalau janin ini adalah milik mu. "
Clara melangkah keluar, membanting pintu dengan keras hingga pintu yang memang sudah rapuh itu terlepas begitu saja.
lope lope dah pokoknya ini mah cantik habis othor. next visual yang lain ya jangan lupa wiliam juga oke