Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 29.
Di dalam mobil menuju apartemen, Teo berusaha tenang dengan terus mengemudi. Meski Tsania yang duduk di kursi penumpang bagian depan terlihat semakin gelisah. Kekasihnya itu bahkan sudah melepas sealt belt yang sebelumnya ia sudah pasangkan.
"Aghhh....panas!"
"Kendalikan dirimu Tsania!!" Teo begitu menekan kan kata-katanya. Ia juga seakan memberikan sugesti untuk membentengi dirinya sendiri . Mendengar suara desahan Tsania, Teo seakan sedang diuji. "Hentikan Tsania!!" Satu tangannya menahan tangan Tsania yang lagi-lagi terus membuka kancing pakaian.
Namun sayang, kancing kemeja Tsania bahkan sudah terbuka semua hingga memperlihatkan kulit putih yang gadis itu miliki, begitu kontras dengan tanktop hitam yang Tsania kenakan.
"Shitt!!" Teo mengumpat kesal. Ia semakin mempercepat laju mobilnya.
Tak bisa dibohongi tingkah Tsania yang sudah tak terkendali membuat sesuatu di dalam diri Teo bergejolak. Yang ada di sampingnya saat ini adalah Tsania-gadis cantik yang berhasil membuat Teo jatuh hati, Tsania adalah gadis yang ia cinta dan sekarang berstatus sebagai kekasihnya.
Fakta itu seakan menyuarakan bisikin-bisikin untuk Teo agar melakukan sesuatu yang bisa dengan cepat membantu Tsania untuk hilang dari pengaruh obat yang menyiksanya.
"Daka." Teo terkesiap saat Tsania menyentuh lengannya. Ia menoleh dan bisa Teo lihat wajah Tsania yang masih memerah, tapi netra kekasihnya itu kini berkaca-kaca. "Bantu aku...aghhh! Aku sudah...tidak tahan...lagi."
Teo mencengkram kuat setir kemudi saat mendengar perkataan Tsania. Dan ia dengan cepat menghentikan mobil setelah tiba di basement apartemen pribadinya.
Tanpa mengatakan apapun, Teo langsung ke luar dan meraih Tsania lalu menggendong kekasihnya itu dengan gaya di pikul pada bahunya.
Tsania berontak, kakinya bergerak-gerak dengan tubuh yang menggeliat. Teo segera membawa Tsania ke dalam kamar pribadinya yang ada di dalam apartemen.
"Aku akan membantumu," ucap Teo dengan terengah. Menahan sesuatu yang dari tadi mengganggunya dan menggendong Tsania sudah membuat Teo haru bekerja keras mengendalikan diri.
Bukan hanya Tsania yang merasakan kepanasan, dirinya pun sama karena terus diuji dengan keadaan.
"Diam di sini!" Teo menyalakan shower yang langsung mampu membasahi tubuh Tsania.
Sesaat kekasihnya itu terlihat tenang, tak berontak apalagi mendesah seperti tadi dan Teo dengan cepat beranjak menuju bathtup. Ia mengisinya dengan air dan langsung ke luar dari kamar mandi.
"Astaghfirullah!!" Langkah kaki Junot bahkan tertarik mundur. Junot baru saja menyerobot langsung masuk ke dalam kamar Teo, dan ia begitu kaget karena mendapati temannya itu yang sudah bertelanjang dada dan hanya mengenakan boxer. "Apa yang kamu lakukan, Teo?! Kamu mengambil kesempatan?!"
"Carikan aku balok es yang banyak dan cepat bawa ke sini!" Teo tak memperdulikan pertanyaan Junot. Ia masuk ke dalam walk in closet dan meraih pakaian baru, karena pakaian yang ia kenakan sebelumnya basah terkena air shower.
"Apa maksud mu? Balok es untuk apa? Di mana Tsania, kamu tega menidurinya saat ia di bawah pengaruh obat?"
Gila! Aku tidak sebejat itu!
Tapi belum sempat Teo mengumpat, suara dari dalam kamar mandi mencuri perhatian mereka.
"Tolong! Buka pintunya, panas!" Junot mengerjapkan mata dan memperhatikan wajah Teo. "Tolong aku! Agghhh... panas."
"Segera lakukan apa yang aku minta!"
Kali ini Junot dengan cepat mengangguk dan segera keluar dari dalam kamar Teo untuk menghubungi seseorang. Suara Tsania yang berada di dalam kamar mandi sudah membuat Junot mengerti jika Teo mengurung kekasihnya itu di sana.
Hingga tidak butuh waktu lama, beberapa cooler box berisi es balok tiba di apartemen Teo bersamaan dengan kedatangan Ronald.
"Apa ini? Kenapa banyak sekali?" kaget Ronald saat baru tiba di apartemen Teo.
"Sudah jangan banyak tanya! Cepat bantu aku bawa ini semua ke kamar Teo!!"
Junot dan Ronald akhirnya membawa semua cooler box yang berisi balok es itu. Dan setelahnya memilih menunggu di luar kamar Teo.
"Aku merinding," ucap Ronald pada Junot yang berdiri tidak jauh dari pintu kamar Teo. Suara-suara desahan dan rintihan minta tolong dari dalam kamar begitu jelas terdengar.
Junot hanya diam. Jika mereka berdua saja tidak tahan dengan suara itu, lalu bagaimana dengan Teo yang saat ini menghadapi Tsania secara langsung dan sedang berusaha membantu gadis itu lepas dari efek obat.
"Kenapa Tsania bisa mengkonsumsinya?" gumam Junot dan membalas tatapan Ronald. Pertanyaan itu tiba-tiba saja terlintas di dalam pikiran.
"Apa mungkin, rumor...itu benar?"
Junot segera menggeleng. Tidak setuju dengan dugaan yang Ronald layangkan. "Teo tidak mungkin mengencaninya jika rumor itu benar."
Ronald sedikit setuju dengan itu, tapi apa yang tidak mungkin di dunia ini kan. "Tapi bisa saja Teo sudah cinta buta. Dan tak lagi mementingkan hal itu."
"Itu hanya rumor. Mereka menyebarkan itu karena membenci Tsania."
"Tapi tentang identitas itu... Dia benar sama sekali tidak memiliki ayah."
Junot menggeleng mendengar apa yang dikatakan Ronald dengan wajah yang begitu serius. "Bagaimana seseorang bisa terlahir tanpa ayah? Dia jelas mempunyai ayah! Mungkin ada masalah keluarga dan ibunya memilih tidak mencantumkan nama ayahnya."
"Makanya kamu jangan jadi pria bajingan jika tidak ingin sampai tidak diakui sebagai ayah," lanjut Junot lagi memperingatkan.
"Lah...kenapa aku? Aku bukan pria bajingan!" Ronald terlihat tidak terima dengan peringatan Junot, membuat Junot yang melihatnya tersenyum seraya menggeleng.
Keduanya tetap setia menunggu Teo. Sama sekali tidak meninggalkan apartemen temannya itu meski sudah beberapa jam berlalu. Mereka khawatir jika Teo akan membutuhkan bantuan dan mereka tidak ada di sana.
Sedangkan di dalam kamar, tepatnya di kamar mandi. Teo kini sudah berjongkok di sisi bathtup. Ia mengusap pucuk kepala Tsania yang tengah berendam air dingin. Lebih tepatnya Teo lah yang melakukannya, ia membawa kekasihnya ke dalam bathup dan memasukkan balok-balok es di sana.
"Masih terasa panas?"
Tsania menggeleng dengan mata yang terpejam. Rasa panas yang seakan mampu membakar dirinya tadi kini sudah berangsur menghilang. Hal itu membuat Tsania sedikit tersadar dan mulai bisa menyadari apa yang terjadi dengan dirinya.
"Jangan menangis." Teo mengusap pelan satu buliran bening yang berhasil lolos. "Aku akan mencari tahu siapa yang sudah berani mengerjai mu sejauh ini!"
"Bisakah kamu meninggalkan aku? Aku masih ingin berendam!"
Meski sudah menghabiskan waktu beberapa jam di dalam air yang dingin. Efek obat pada tubuh Tsania belum lah sepenuhnya hilang.
"Baiklah. Panggil aku jika semuanya sudah lebih baik." Teo berdiri. Sekali lagi ia mengusap dan meninggalkan ciuman pada pucuk kepala Tsania. Itu merupakan ciuman pertama yang Teo lakukan pada kekasihnya.
Tsania yang ada di dalam bathup hanya diam. Ia berusaha mengulang semua ingatan yang terjadi pada dirinya hari ini seraya menikmati dinginnya air yang mencengkram erat seluruh bagian tubuhnya. Efek obat itu sebenarnya sudah hilang tapi rasa kesal dan marah masih membuat panas hati Tsania.
Tangannya bahkan mengepal saat benaknya mengingat kapan ia mulai merasakan sesuatu yang aneh dan wajah seseorang yang berkemungkinan kuat sudah menaruh obat perangsang pada minumannya langsung terlintas.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak😉
Tega bener itu yang ngerjain, gak nanggung-nanggung😮💨🤕
Jngn terpancing idg segala cara yg dilakukan Anggita si blis wanita itu... 😕