Arka, detektif yang di pindah tugaskan di desa terpencil karena skandalnya, harus menyelesaikan teka-teki tentang pembunuhan berantai dan seikat mawar kuning yang di letakkan pelaku di dekat tubuh korbannya. Di bantu dengan Kirana, seorang dokter forensik yang mengungkap kematian korban. Akankah Arka dan Kirana menangkap pelaku pembunuhan berantai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Korban kelima
Arka menatap Kirana dalam keheningan, matanya menyiratkan campuran keraguan dan keinginan. "Kirana, aku ..." Suaranya tertahan, namun Kirana hanya tersenyum, memahami tanpa perlu kata-kata lebih lanjut.
Kirana duduk di samping Arka, menatapnya dengan lembut. "Arka, tidak apa-apa. Kita sudah melalui banyak hal bersama. Jika ini yang kau butuhkan untuk merasa lebih baik, aku di sini untukmu."
Arka mengangguk pelan, merasa lega dengan pemahaman Kirana. Ia mendekat, tangan mereka bersentuhan, dan dalam kehangatan momen itu, jarak di antara mereka menghilang.
Malam itu, dalam keheningan apartemen Kirana, mereka berbagi momen yang lebih dari sekadar fisik, sebuah pelarian dari tekanan dunia di luar, dan sebuah pengakuan akan perasaan yang mungkin telah lama terpendam. Keduanya menemukan kenyamanan dalam pelukan satu sama lain, melupakan sejenak masalah yang membelit mereka.
---
Saat pagi menjelang, sinar matahari menerobos melalui tirai jendela, menyinari ruangan yang masih tenang. Arka terbangun dengan Kirana di sisinya, merasa beban yang ia rasakan semalam sedikit berkurang. Ia menatap Kirana yang masih terlelap, tersenyum kecil, menyadari betapa banyak dukungan yang ia dapatkan darinya.
Kirana perlahan membuka matanya, menatap Arka dengan senyum lembut. "Pagi, Arka," ucapnya dengan suara serak khas bangun tidur.
"Pagi, Kirana," balas Arka, sambil menyentuh rambut Kirana dengan lembut. "Terima kasih sudah ada di sini untukku."
Kirana mengangguk, menyentuh wajah Arka dengan lembut. "Kita akan melewati ini bersama, Arka. Apa pun yang terjadi, aku ada untukmu."
Momen itu memperkuat ikatan mereka, memberikan kekuatan baru untuk menghadapi tantangan yang ada. Meski dunia di luar terus berputar dengan segala ancamannya, di dalam ruangan itu, mereka menemukan kedamaian dan semangat baru untuk melanjutkan perjuangan mereka.
Setelah beberapa saat berbincang ringan di tempat tidur, Arka dan Kirana akhirnya bangkit, bersiap menghadapi hari yang penuh tantangan. Sambil mengenakan pakaian, Arka merenungkan kejadian semalam. Perasaan campur aduk antara kedekatan yang baru saja mereka bagi dan kenyataan dari tugas berat yang menanti.
Kirana, yang sudah siap lebih dulu, menatap Arka dengan senyum penuh dukungan. "Kamu harus melanjutkan penyelidikan. Siapa tahu informasi yang di dapatkan dari kaki tangan Riko bisa mengarahkan kita ke pemimpin baru mereka."
Arka mengangguk. "Kamu benar. Kita tidak bisa membiarkan mereka bergerak bebas. Ancaman ini harus kita atasi secepatnya."
Arka segera bergegas menuju markas, di mana tim mereka sudah menunggu dengan laporan hasil interogasi. Bayu segera memberikan ringkasan kepada Arka dan Kirana.
"Pak Arka, kami mendapatkan beberapa nama dari para tahanan. Salah satunya adalah Andra, mantan rekan Riko, yang sepertinya sekarang mengambil alih operasi mereka. Dia dikenal licik dan tidak mudah dilacak, tapi kita memiliki beberapa lokasi yang mungkin dia gunakan sebagai markas sementara."
Arka menganalisis peta yang disodorkan Bayu, menunjukkan beberapa titik yang dicurigai. "Kita harus membagi tim. Bayu, kau pimpin satu tim ke lokasi ini," katanya sambil menunjuk ke salah satu titik di peta. "Dita, kau ambil tim kedua ke sini. Aku akan mengambil tim ke lokasi lainnya. Kita harus bergerak cepat."
Bayu menatap Arka dengan penuh kepercayaan. "Baik, Pak. Saya akan segera melaporkan jika ada hal yang mencurigakan."
Tim mereka bergerak cepat menuju lokasi-lokasi yang dicurigai. Arka memimpin timnya dengan tekad yang kuat, matanya terus mengawasi sekeliling, waspada terhadap setiap kemungkinan ancaman. Saat mereka mendekati lokasi pertama, Arka memberikan isyarat kepada timnya untuk berhenti.
"Kita harus masuk dengan hati-hati. Jangan sampai mereka menyadari kehadiran kita lebih dulu," bisik Arka.
Dengan langkah hati-hati, mereka menyusuri lorong-lorong sempit, hingga akhirnya menemukan sebuah ruangan besar yang tampaknya digunakan sebagai tempat pertemuan. Di dalam, mereka melihat Andra bersama beberapa orang lainnya, tengah mendiskusikan sesuatu yang tampak penting.
Arka memberi isyarat untuk bergerak mendekat. Ketika jarak sudah cukup dekat, ia berteriak, "Jangan bergerak! Tempat ini sudah di kepung!"
Orang-orang di dalam ruangan terkejut, beberapa mencoba melawan, namun tim Arka bergerak cepat dan berhasil melumpuhkan mereka sebelum situasi menjadi kacau.
Andra, yang tertangkap basah, mencoba melarikan diri, tetapi Arka dengan sigap mengejarnya dan berhasil menangkapnya. Dengan Andra ditahan, Arka tahu bahwa ini adalah langkah besar menuju penghentian operasi mereka.
Saat malam tiba, tim mereka kembali ke markas dengan Andra di bawah pengawasan ketat. Di ruang interogasi, Arka duduk di depan Andra, menatapnya dengan tajam.
"Kami tahu kau yang memimpin operasi ini sekarang. Kau bisa membuat ini lebih mudah bagi dirimu sendiri dengan bekerja sama," kata Arka dengan suara dingin.
Andra, yang terlihat tegang, akhirnya berbicara. "Aku hanya menjalankan perintah. Ada seseorang yang lebih tinggi dari aku yang mengendalikan semuanya. Jika kau ingin menghentikan ini, kau harus menangkap dia."
Arka menatap Andra, berusaha mendapatkan lebih banyak informasi. "Siapa dia? Di mana kami bisa menemukannya?"
Andra menunduk, tampak ragu-ragu, tetapi akhirnya menyebutkan sebuah nama dan lokasi yang bisa menjadi petunjuk penting.
Dengan informasi baru ini, Arka tahu bahwa perjuangan mereka masih belum berakhir. Namun, dengan Kirana di sisinya dan tim yang solid, ia merasa lebih yakin bahwa mereka bisa mengatasi ancaman yang lebih besar ini bersama.
---
Malam itu, Arka kembali ke apartemen Kirana dengan pikiran yang berat. Informasi yang diberikan Andra adalah petunjuk penting, tetapi juga membawa ancaman baru yang lebih besar. Saat memasuki ruangan, ia menemukan Kirana sedang menyiapkan makan malam sederhana, mencoba menciptakan suasana yang nyaman setelah hari yang melelahkan.
"Kau terlihat lelah," ujar Kirana lembut, menyodorkan segelas air kepada Arka.
Arka tersenyum tipis, menerima gelas itu. "Hari ini cukup berat, tapi kita mendapatkan sesuatu yang besar."
Kirana menatap Arka dengan penuh perhatian. "Kita akan menghadapi ini bersama. Apa pun yang terjadi, aku ada di sini untukmu."
Mereka duduk di meja makan, menikmati momen kebersamaan yang langka. Namun, di balik kehangatan itu, ada ketegangan yang tak bisa diabaikan. Keduanya sadar bahwa pertempuran yang lebih besar masih menunggu di depan.
Setelah makan malam, Kirana duduk di sofa, menarik Arka untuk duduk di sampingnya. Mereka berbicara tentang langkah-langkah berikutnya, merencanakan bagaimana mereka akan menghadapi musuh yang lebih kuat.
"Kita harus berhati-hati," kata Kirana. "Mereka mungkin tahu bahwa kita sedang mendekati mereka. Kita tidak bisa membiarkan mereka mengambil langkah lebih dulu."
Arka mengangguk, setuju. "Aku akan membicarakan ini dengan tim. Kita butuh strategi yang lebih baik dan persiapan yang matang."
Saat malam semakin larut, mereka akhirnya beristirahat, mencoba mengumpulkan tenaga untuk hari berikutnya. Namun, di tengah malam, Arka terbangun oleh suara ponsel yang bergetar di meja samping tempat tidur.
Kita tahu di mana kau berada. Ini belum selesai.
Tidak lama setelah Arka membaca pesan itu, ponselnya berdering. Dita, anak buahnya meneleponnya.
"Apa? Korban kelima di temukan?!" ujar Arka tidak percaya.