Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 20
" Apa gue keterlaluan ya, tapi beneran gua nggak bisa gabung. Gue beneran harus cepetan pulang kalau kerjaan gue udah kelar. Gue yakin Han bakalan ngerti sih. Dia paling tahu keadaan gue."
Hasim menjadi sedikit muram, ajakan dari Eida tadi harus dia tolak. Lagi-lagi dia tidak bisa mengikuti 'acara' di departemen bedah. Rasanya sungguh tidak mengenakan bagi Hasim, namun mau bagiamana lagi. Situasi dirinya memang mengakibatkan hal itu.
Pria itu menjadi tidak bersemangat untuk menjalani hari yang masih separo. Namun sebagai wakil pimpinan departemen bedah, tentu dia tidak bisa bergelayut pada perasaan pribadinya. Hasim harus segera bisa membalikkan situasi hatinya untuk bisa melanjutkan pekerjaannya.
Hal semacam ini memang membuat satu sisi menjadi tidak nyaman. Hasim mengambil ponsel, menuliskan sebuah pesan lalu ia kirimkan. Ia berharap mendapat balasan segera mungkin.
" Nggak masalah Bro. Take your time, oke. Gue tahu kok."
Seperti itu isi balasan pesannya. Hasim menjadi tersenyum. Ia terlihat lega. Meskipun ia akan mendapat banyak cibiran, ya dia tahu betul itu. Tapi paling tidak Hasim tidak mendapatkan itu dari Han.
Waktu bergulir, dari pagi menjadi siang dan kini matahari mulai condong ke barat. Senja mulai nampak samar, waktu pulang kerja menjadi hal yang paling menggembirakan bagi mereka para pekerja.
Terlebih Eida dan rekan-rekannya dari departemen bedah. Mereka tampak bersemangat karena hendak menjumpai pimpinan mereka yang lama tidak merela temui.
Meski dalam situasi dan kondisi yang berbeda, namun mereka sungguh merasa tidak sabar akan hal tersebut.
" Ini beneran kita nggak mau bawa apa-apa? Beli buah kek atau apa gitu?"
" Nggak usah Dokter Han nggak mau. Beliau udah mesen kita nggak boleh apa-apa. Lo mau kena amuk sama beliau?"
Rekan-rekan Eida sepakat menggelengkan kepala. Mereka lebih paham bagaimana ketika Han mengamuk lebih dari siapapun.
Eida lalu mengangguk, dia puas saat teman-temannya mendengarkannya. Sebagai asisten yang selalu mengikuti Han, tentu saja mereka menurut atas apa yang dikatakan oleh Eida. Terlebih kemarin juga Eida yang memiliki keberanian untuk datang mengunjungi Han di ruang rawatnya saat di rumah sakit. Wanita itu pula yang berani menanyakan kepada Han apakan mereka boleh berkunjung ke rumah atau tidak.
Waktu perjalanan yang digunakan sedikit lebih lama. Pasalnya saat ini adalah jam pulang kerja. Semua orang berebut ingin sampai di rumah leboh dulu.
" Fyuiih, akhirnya sampai juga," ucap salah satu tekan Eida.
" Dokter Eida, Dokter yang depan deh. Dokter kan yang paling deket sama Dokter Han."
Eida mengangguk ia lalu mengetuk pintu kediaman Daneswara. Seorang wanita berusia 40 tahunan lah yang menyapa mereka. Dengan ramah, wanita itu mempersilakan Eida dan rekan-rekannya masuk.
Cling cling cling
Seperti itulah tatapan mereka saat memasuki kediaman Daneswara. Siapa yang tidak tahu Sailendra yang juga merupakan salah satu dokter senior terbaik. Dan sekarang Haneul, putranya yang juga mengikuti jejak sang ayah.
Potret keluarga yang harmonis ada di sana. Kalau kata penggemar drama korea, mereka akan mengatakan visual keluarga Daneswara itu adalah serbuk berlian. Kenapa begitu, karena ketampanan Sailendra yang asli pribumi digabung dengan kecantikan Hyejin yang memiliki darah Korea membuat Haneul dan Yoona memiliki wajah yang rupawan.
" Buseet deh bener-bener keluarga serbuk berlian," ujar salah satu dari mereka.
Tatapan berbinar masih berlanjut ketika mereka disapa oleh Hyejin dan juga Haneul. Hyejin diberi tahu oleh putranya bahwa anak-anak di departemen bedah akan datang. Bagi Hyejin itu sebuah hal yang menyenangkan karena akhirnya Haneul mau membuka diri.
" Terimakasih ya untuk kunjungan kalian, waah saya senang sekali lho ini. Silakan duduk." Hyejin memberi sedikit sambutan. Setelah itu dia meninggalkan mereka agar leluasa untuk mengobrol.
" Sama-sama Nyonya, kami yang lebih senang karena sudah diizinkan datang."
" Kalian duduklah, gimana kondisi departemen bedah, aman kan?"
Han memulai ucapan basa-basinya. Dia melihat para anal buahnya itu secara keseluruhan. Pandangannya masih sangat kabur tapi dia bisa mengenali satu per satu dari mereka melalui gesture dan suara.
Meskipun Han merupakan pribadi yang ramah, tapi dia memiliki sisi yang sangat tegas. Maka dari itu Eida dan rekan-rekannya berbicara dengan sopan dan tidak asal-asalan.
Mereka nampak nyaman saat saling berbicara dan juga berkeluh kesah tentang ketidak hadiran Han di rumah sakit. Semua terlihat begitu kehilangan dan menyayangkan terhadap apa yang menimpa Han.
" Andai Dokter Han nggak ngalamin itu," ucap salah satu dari mereka.
" Nggak apa-apa namanya juga musibah kan. Nggak ada yang tahu. Mungkin sekarang ini Tuhan lagi nguji aku biar lebih sabar jadi orang. Kemarin aku terlalu jahat kali sama kalian jadi aku di suruh stop buat kerja jadi pimpinan kalian."
Degh!
Gista yang sedari tadi di sisi Han merasa sedikit terganggu dengan ekspresi dari salah satu tamu Han itu.
Mereka jelas terasa sedih, raut wajah mereka menunjukkan kesedihan. Namun ada satu wajah yang mengganjal bagi penglihatan Gista. Tanpa sadar Gista menyentuh tangan Han.
" Kenapa Gista?"
" Tidak Pak Dokter, saatnya Anda minum obat sekarang."
" Ooh begitu, kalian ngobrol lah santai. Setelah ini aku balik lagi."
" Baik Pak!"
Karena akan ada tamu, Gista diminta pulang lebih lambat dari biasanya. Tentu saja yang meminta adalah Han. Awalnya Gista tidak mengerti apa maksud Han, tapi setelah Han mengatakan sesuatu Gista menjadi paham walau belum memahami secara keseluruhan.
" Jadi maksud Bapak saya suruh melihat ekspresi mereka begitu?"
" Yups, itu tugas dari ku."
" Tapi mengapa? Untuk apa?"
" Dah nggak usah banyak nanya. Lakuin aja apa yang aku minta."
Maka dari itu ketika Gista tidak sengaja menyentuh menyentuh lengan Han atau lebih tepatnya memegang tangan Han, Han merasa ada sesuatu yang Gista temukan.
Han bisa merasakan bahwa Gista seperti tersentak. Sehingga Han menurut saja ketika Gista mengatakan harus minum obat, padahal waktu minum obat sebenarnya masih nanti setelah makan malam.
Cekleeek
" Jadi apa yang kamu temukan? Jangan tutup pintunya, khawatir ada yang ngikutin."
" Tadi tuh lho Pak, pas Bapak ngomong yang terakhir. Mereka kan kayak sedih gitu kan. Ya semua ngeliatin ekspresi sedih sih tapi ada yang aneh. Ehmm gimana ya jelasinnya."
Han membuang nafasnya kasar. Dia sungguh tidak suka dibuat penasaran seperti ini.
" Ngomong yang jelas Gista!" ucap Han memberi sedikit penekanan pada kalimatnya.
" Gini Pak, saya kan lulusan S3 dalam dunia perdrakoran alias drama korea. Tapi saya nggak suka nonton sinetron lho pak."
" Gista! Cepet ngomong yang jelas."
" Iya iya Pak, sabar. Ini lho orang yang tulus dan pura-pura itu kelihatan sangat jelas. Saya sering melihatnya di drama, dan itu kadang yang dinamakan plot twist. Nah saya sepintas melihat ada ekspresi wajah yang sangat aneh dari salah satu mereka. Dia memang kelihatan simpati dan sedih, namun wajahnya sungguh tidak merasakan hal itu."
Degh!
TBC
Mantul thor 🥰🥰🥰
Lanjuut