Kapan lagi baca novel bisa dapat hadiah?
Mampir yuk gaes, baca novelnya dan menangkan hadiah menarik dari Author 🥰
-------------------
"Aku akan mendapatkan peringkat satu pada ujian besok, Bu. Tapi syaratnya, Bu Anja harus berkencan denganku."
Anja adalah seorang guru SMA cantik yang masih jomblo meski usianya sudah hampir 30 tahun. Hidupnya yang biasa-biasa saja berubah saat ia bertemu kembali dengan Nathan, mantan muridnya dulu. Tak disangka, Nathan malah mengungkapkan cinta pada Anja!
Bagaimana kelanjutan kisah antara mantan murid dan guru itu? Akankah perbedaan usia di antara keduanya menghalangi cinta mereka? Ikuti kisah mereka di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Permintaan Nathan
Bangun, Bu guru tukang tidur!
N.
Anja terbelalak membaca isi notes itu. Perlahan pipinya memerah karena malu.
"Dasar bocah itu. Bukannya membangunkan aku malah mengejek," Anja berdecak sebal. Matanya lantas beralih pada buku-buku yang ada di atas meja. Meneliti isinya satu persatu.
"Nathan..bisa menyelesaikan ini semua?" Anja kembali terbelalak. "Apa sebenarnya dia itu pintar?"
Sementara itu, Nathan melangkah keluar dari sekolah sambil bersiul riang. Tangannya menggenggam erat ponsel. Sesekali, ia menatap foto Anja yang sedang tertidur sambil tertawa kegirangan.
...----------------...
"Nathan, kamu yakin mengerjakan tugas-tugas ini sendirian?" tanya Anja esok harinya saat mereka kembali bertemu di perpustakaan.
"Kenapa? Bu Anja meragukan kemampuanku?" Nathan malah balik bertanya.
"Bukannya ibu meragukan kemampuanmu Nathan, justru ibu ingin tau bagaimana caranya kamu menyelesaikan soal-soal ini sendirian. Mestinya, kan ibu yang mengajarkan kamu. Tapi ternyata kamu malah sudah bisa. Kalau begitu, apa seharusnya kita sudahi saja les privat kita?"
"Jangan Bu!" Nathan menjawab cepat. "Aku masih butuh Bu Anja!"
Anja sedikit terkejut mendengar suara Nathan yang terdengar meninggi. "Oke kalau maumu begitu Nathan, kita akan melanjutkan les privatnya."
"Iya Bu, ayo kita lanjutkan," Nathan menganggukkan kepalanya, merasa lega karena les privatnya tidak jadi dibatalkan.
"Kalau begitu, sekarang ibu ingin kamu mengerjakan soal-soal ini," Anja membuka buku paket matematika, menunjuk beberapa soal. "Kamu pasti sudah mempelajarinya kan?"
Sebenarnya Anja berbohong. Materi yang ia tunjuk barusan adalah materi semester dua, mustahil Nathan sudah mempelajarinya. Tapi Anja sengaja melakukannya untuk mengetes kemampuan Nathan.
Nathan memperhatikan soal-soal tersebut dengan seksama. Ia kemudian tampak membuka halaman-halaman sebelumya, memperhatikan materi dengan cermat. Sembari mengangguk-anggukkan kepala, Nathan menggoreskan ujung penanya ke atas kertas.
Anja terus memperhatikan pergerakan Nathan dengan seksama. Ia lumayan terkejut dengan gaya belajar Nathan yang terlihat cukup tenang, bahkan sepertinya anak itu mengerjakan soal-soal tanpa merasa ragu sama sekali.
“Nah, sudah,” Nathan menyodorkan kertas jawaban lima menit kemudian.
Anja terbelalak. “Serius kamu sudah selesai?”
“He em,” Nathan menganggukkan kepalanya yakin. “Coba Bu Anja periksa,”
Anja menerima kertas itu masih dengan rasa tidak percaya. Mungkin dia cuma menjawab asal-asalan, Anja membatin. Ia lantas memeriksa jawaban Nathan dengan seksama, mencoba menghitung seteliti mungkin.
“Mustahil,” Anja menutup mulutnya tak percaya. “Benar semua,”
Nathan tersenyum lebar, membusungkan dada penuh kebanggaan.
“Kamu jenius, Nathan,” Anja terperangah kagum. “Kenapa selama ini kamu menyembunyikannya? Astaga..” Anja bergumam sendiri, masih dibalut rasa tidak percaya.
“Nathan, kalau kamu bisa begini terus, Ibu yakin kamu akan mendapat peringkat sepuluh besar di kelas,” Anja berbicara sembari menatap Nathan lekat-lekat. “Begini saja, Ibu akan kasih kamu tantangan. Kalau saat ujian tengah semester besok kamu bisa mendapat peringkat sepuluh besar, Ibu akan mengabulkan keinginan kamu.”
Kali ini, gantian Nathan yang terkejut. “Mengabulkan keinginanku?”
“Iya,” Anja mengangguk penuh semangat. “Apapun yang kamu inginkan, Ibu akan mewujudkannya.”
“Apapun?” Nathan mengulangi ucapan Anja sembari menggenggam tangan gurunya itu, wajahnya berbinar penuh semangat. “Beneran Bu Anja akan mengabulkan apapun yang kuinginkan?”
Anja menganggukkan kepalanya ragu. Entah mengapa melihat wajah bersemangat cowok itu malah membuatnya bingung. “Eh, tapi tetap saja Nathan, jangan meminta hal yang tidak masuk akal. Seperti minta mengubah gunung menjadi emas misalnya, Ibu tidak akan mampu kalau itu.”
“Tenang saja Bu, aku akan minta hal yang mudah kok,” Nathan benar-benar kelihatan senang, terlihat dari raut mukanya yang berseri-seri. “Dan mari kita tingkatkan level tantangan kita,”
“Meningkatkan level?” Anja menelengkan kepalanya. “Maksud kamu?”
“Pada ulangan tengah semester besok, Aku akan mendapatkan peringkat satu seangkatan Bu,”
“HAH?!” Mata Anja kini benar-benar melotot. Sepertinya hari ini dia terlalu banyak terkejut. “Peringkat satu?! Dan bukan hanya satu kelas, tapi satu angkatan?!”
“Iya,” Nathan mengangguk dengan semangat.
“Anu, Nathan, bukan maksud Ibu untuk meremehkan kemampuan kamu. Hanya saja, bukankah mendapat peringkat satu seangkatan itu terlalu ekstrem? Bagaimana kalau kita coba untuk satu kelas dulu?”
“Tidak Bu,” Nathan menggelengkan kepala tegas. “Aku harus mendapatkan peringkat satu seangkatan, supaya Bu Anja benar-benar mengabulkan permintaanku.”
Anja hanya mampu terdiam dengan mulut terbuka. Bocah ini benar-benar di luar dugaanku.
“Memangnya, apa yang kamu inginkan, Nathan?”
“Rahasia,” Nathan tersenyum sok misterius. “Aku akan memberitahukannya setelah ujian tengah semester selesai.”
Ucapan Nathan tak main-main. Setelah perjanjiannya dengan Anja, cowok itu menjadi semakin rajin berangkat sekolah. Ia bahkan sudah tidak pernah tidur di kelas lagi dan menjadi aktif dalam pembelajaran. Guru-guru lain yang melihat perubahan drastis Nathan tentu jadi terheran-heran.
“Bu Anja, sebenarnya Ibu pakai pelet apa sampai bisa bikin anak itu berubah 180 derajat?” Tanya para guru. Anja hanya menjawab pertanyaan itu dengan senyuman. Di dalam hati, sebenarnya Anja merasa was-was karena ia belum mengetahui permintaan apa yang akan diajukan Nathan padanya.
Hari demi hari pun berlalu. Selama hampir satu bulan, Anja memberikan les privat gratis untuk Nathan. Walaupun sebenarnya menurut Anja percuma, karena Nathan sudah bisa menguasai materi meskipun Anja belum mengajarkannya.
“Nathan, ujian tengah semester akan berlangsung satu minggu lagi,” Anja mengingatkan. “Ibu tau ambisimu begitu besar untuk mendapatkan peringkat pertama, tapi Ibu mohon supaya kamu tidak terlalu memaksakan diri.”
Nathan tersenyum. “Bu Anja tenang saja. Aku sudah mempersiapkan semuanya dengan baik kok.”
“Ibu tau. Tapi, ibu hanya tidak ingin kamu merasa kecewa jika targetmu tidak tercapai Nathan,”
“Pasti tercapai Bu Anja,” Nathan berkata penuh tekad. “Bu Anja siap-siap saja untuk mengabulkan keinginanku,” Ucapnya sambil tersenyum lebar. Senyuman yang membuat Anja justru merasa khawatir sekaligus penasaran.
Sebenarnya apa sih permintaan bocah ini? Aku benar-benar penasaran setengah mati, tapi masih harus menunggu dua minggu lagi! Aaaaa! Aku benar-benar penasaran!
Pada akhirnya, ujian tengah semester pun tiba. Nathan secara khusus meminta Anja untuk menghentikan les privat sementara waktu karena ia akan fokus belajar. Anja pun menyetujui hal itu karena dirinya sendiri pun sibuk sebagai panitia UTS.
Nathan benar-benar tak hanya besar omong saja. Selama seminggu penuh, Nathan belajar dimanapun dan kapanpun selagi ia bisa. Saat sedang menjaga toko dan tak ada pembeli, ia sempatkan membaca buku. Saat sedang mengantarkan pesanan pelanggan restoran, ia sempatkan menghafal rumus matematika. Bahkan, saat ia mengendarai motornya pulang ke rumah, Nathan masih sempat-sempatnya menghafal kosa kata Bahasa inggris. Sampai di rumah pun, yang pertama kali Nathan lakukan bukanlah beristirahat, melainkan membaca buku-buku pelajaran yang ia pinjam di perpus. Ia benar-benar gigih untuk memenangkan tantangan itu.
Tanpa terasa, Ujian Tengah Semester pun berakhir. Baik Anja maupun Nathan sama-sama menunggu pengumuman dengan harap-harap cemas. Anja sendiri tidak bisa langsung mengetahui hasilnya meskipun ia panitia, karena semua hasil ujian diperiksa oleh dewan pengawas yang sudah ditunjuk oleh kepala sekolah.
Hari senin minggu berikutnya, hasil ujian tengah semester sesuai urutan ranking ditempel pada papan pengumuman. Nathan yang dulu sama sekali tidak peduli pada peringkat-peringkat itu, kali ini memaksa untuk maju paling depan. Ia harus mengetahui dengan mata kepalanya sendiri bagaimana hasil belajarnya selama ini.
Sementara itu di kantor, Anja menerima kertas pengumuman dengan tangan gemetar. Meskipun ia sendiri merasa mustahil Nathan akan meraih peringkat satu, tapi tetap saja ada sedikit perasaan berharap. Matanya secara otomatis langsung tertuju pada nama teratas yang ada pada kertas tersebut. Setelah melihatnya, Anja buru-buru berlari keluar dari kantor.
Nathan juga tampak berlari menuju kantor guru dengan semangat. Di tengah-tengah, mereka berdua pun bertemu. Anja dan Nathan tampak saling pandang sejenak sebelum senyuman merekah pada bibir keduanya.
"Kamu berhasil, Nathan!" Anja berseru riang. "Kamu benar-benar mendapatkan peringkat satu seangkatan!"
"Apa kubilang, Bu Anja? Aku pasti akan berhasil kan?" Nathan tersenyum bangga. "Jadi, apakah Bu Anja sudah siap mengabulkan permintaanku?"
"Tentu saja!" Anja menganggukkan kepalanya tanpa ragu. "Apa permintaanmu, Nathan?"
Nathan menghela napas panjang sebelum berbicara dengan nada lembut. "Aku ingin berkencan dengan Bu Anja,"
lucu gemezzz
manis emang anja ma nathan tuh.. gula aja kalah manis hahahaha
Nathan gercep baget.. sat set langsung jadi,, nah di tungguin akad nya secepatnya ya.
Nathan : " besok tinggal tunggu pak penghulu datang, soalnya sudah kongkalikong sama kedua Camer😁"