Sejak paham akan jati dirinya, Ringgo berontak dan menjadi 'liar' hingga 'Papa' terpaksa 'mengkarantina' dirinya hingga menjadi seorang perwira. Hatinya pernah patah karena kekasihnya mencintai Rudha, 'kakaknya sendiri'.
Kericuhan masih belum usai saat tanpa sengaja dua gadis hadir dalam hidup Letnan Ringgo dan Letnan Arre tanpa ada hati pada dua gadis malang tersebut. Kelakuan bengal mereka nyaris membuat dua wanita nyaris bunuh diri hingga mereka harus menanggung sesuatu atas keadaan.
Ujian Tuhan belum terhenti hingga petaka datang dan mengubah jalan hidup mereka melalui hadirnya Letnan Ribas.
Akankah hati mereka bersatu atau malah akan menjadi masalah pada akhirnya dan di saat yang sama, seorang wanita itu menggoyahkan perasaan para pria??
SKIP yang tidak tahan dengan KONFLIK. PENUH KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Rasa cemas suami.
Bang Ribas tidak bisa tidur. Hatinya terus di liputi rasa gelisah. Luka di sekujur tubuh Niken membuat perasaannya sangat sakit bahkan dirinya merasa gagal menjadi seorang suami.
"Apa gunanya saya menjadi suamimu, melindungi kamu saja saya tidak mampu." Gumam Bang Ribas kembali menangis.
Sungguh beberapa waktu ini mamang perasaannya begitu campur aduk. Terkadang hatinya tersipu, terkadang mudah tersulut emosi dan terkadang pula bersedih seperti saat ini.
"Kalau bukan karena cinta, saya tidak akan jadi gila seperti ini, dek." Bang Ribas menghapus air mata di pipinya.
***
Bang Ribas membuang nafas berat, ia terkejut karena pagi hari Papa Rama dan Mama Dilan tiba di rumah dinas Bang Ribas. Hati-hati sekali Papa Rama mengarahkan langkah Mama Dilan yang sudah membawa perut besarnya.
"Kepalaku sudah sakit, kenapa harus bawa bumil??" Kata Bang Ribas menyambut Papa dan Mamanya di rumah.
"Nanti saja bahasnya. Dimana Niken??" Tanya Mama Dilan.
"Belum bangun, efek obat pereda nyeri." Jawab Bang Ribas sambil membuka pintu selebar-lebarnya untuk kedua orang tuanya.
"Kenapa bisa Dara dan Niken di terkam macan dahan. Kalian dimana??" Berganti Papa Rama menginterogasi putranya.
"Aku dan Bang Arre sholat di masjid. Aku sudah peringatkan Niken agar tidak keluar rumah. Tapi mau bagaimana lagi, ucapanku bagai angin yang berseliweran di telinga." Jawab Bang Ribas.
Papa Rama kemudian mengintip menantunya yang sedang tidur di kamar. "Astaghfirullah hal adzim.." Papa Rama sampai mengusap wajahnya melihat Niken yang tak bisa di ungkapkan lagi. Papa Rama paham mengapa putranya bisa sampai pingsan karena tidak kuat melihat Niken. Sudah babak belur, masih penuh luka pula. Pantas putranya sampai ingin membabat habis hutan di balik Batalyon hingga dirinya terpaksa datang karena ulah kemarahan sang putra. "Kandungannya bagaimana??"
"Alhamdulillah baik, Pa. Anteng di perut Mamanya meskipun sempat terbanting dan terseret cukup jauh."
"Nanti kita bahas, tenangkan pikiranmu dulu. Yang penting Niken sudah tidak apa-apa dan kandungannya sehat."
...
Papa Rama menatap ketiga jagoannya yang gagah dan berkedudukan. Kini putranya telah memiliki masing-masing. Bang Ringgo, Bang Arre dan Bang Ribas berhadapan dengan Papa Rama. Agaknya ketiga putra sudah bisa menebak apa yang akan menjadi pembahasan ayah mereka.
"Papa memindahkan kalian kesini bukan tanpa alasan. Papa tau permasalahan kalian, itu sebabnya Papa kirim kalian kesini..!!" Ucap Papa membuka percakapan mereka.
Ketiga putra Rama saling melirik. Jika sudah berhadapan dengan ayah, semua permasalahan seakan tidak bisa di sembunyikan lagi.
"Arre dan Ribas, kalian sudah bisa menjauhkaan Dara dan Niken dari masalah besar perdagangan psiko*****ka. Memang kecelakaan Niken dan Dara adalah kebadungan mereka tapi kalian juga kurang waspada. Kalian tau kelakuan dan kepolosan mereka tapi masih tidak peka dengan keadaan. Jika mereka salah.. jelas kalian sebagai suami lebih salah." Tegur keras Papa Rama.
"Iya Pa."
"Saya paham, Pa." Jawab Bang Ribas. Memang sesungguhnya dirinya penuh dengan rasa penyesalan.
"Ribaaass..!!! Niken bangun, tolong Mama..!!" Teriak Mama dari dalam kamar.
Bang Ribas segera bergegas masuk ke kamar. Benar saja, Niken kesulitan untuk bangkit dari tidurnya.
"Laah.. kamu kenapa Ndhuk??" Tanya Bang Ribas heran sekaligus panik melihat Niken sulit untuk bangkit dari posisi tidurnya padahal semalam Niken masih bisa melangkah kesana kemari.
"Badan Niken sakit semua, Mas." Jawab Niken nyaris menangis karena kesakitan.
"Wajar, Bas..!! Ngilu di badan baru terasa sekarang. Cepat bantu istrimu bangun." Kata Papa Rama.
~
Niken begitu kesakitan menyangga tubuhnya sampai harus bersandar pada Bang Ribas sebagai tumpuan.
"Sebentar.. saya ambil kursi." Baru saja akan melepaskan Niken tapi istrinya itu sudah kembali hampir terjatuh.
"Mas keluar saja, Niken bisa bersandar di dinding."
"Menyangga tubuh saja kamu tidak kuat, bagaimana bisa saya tinggal." Ujar Bang Ribas.
"Tapi, Niken pengen......."
"Nggak apa-apa. Saya temani disini..!!" Jawab Bang Ribas.
Niken seakan enggan melakukan. Rasanya masih begitu malu jika tubuhnya harus terlihat sekali pun itu suaminya sendiri.
Bang Ribas membuang nafas berat, ia memahami keadaan sang istri. Dengan lembut Bang Ribas membuka pakaian Niken. "Ini bukan saatnya lagi untuk malu-malu. Menurutmu siapa yang lebih berhak melihatmu selain saya?? Kita sudah pernah berbagi keringat bersama, sudah tau lekuk tubuh masing-masing. Lantas apa gunanya masih ada rasa malu? Saya menikahimu, menerimamu bukan hanya karena terpikat kecantikan parasmu tapi juga segala apa yang ada pada dirimu bahkan hal paling terburuk darimu. Saya harap kamu pun juga bisa begitu terhadap saya."
Niken mendongak menatap wajah Bang Ribas. Wajah itu kini sangat tenang, tanpam dan begitu maskulin di matanya.
"Iya, Mas."
Bang Ribas menuntun Niken untuk membersihkan diri hingga selesai sembari Bang Ribas melucuti pakaiannya sendiri.
Niken menunduk masih merasa malu tapi Bang Ribas seakan biasa saja.
Setelah Niken usai, Bang Ribas segera menyalakan shower buatannya. Di dalam kamar mandi bambu itu, Bang Ribas membantu Niken untuk berdiri lalu mereka mandi bersama.
"Eeghh.." Niken merintih karena guyuran air terlalu kencang mengguyurnya.
Bang Ribas sigap mengecilkan guyuran air tersebut. "Perih ya?" Tanya Bang Ribas.
Niken mengangguk pelan kemudian bersandar pada dada bidang Bang Ribas.
Desir denyut nadi Bang Ribas mengalir di saat yang tidak tepat. Ia meneguk salivanya dengan kasar. Tiba-tiba saja otaknya seakan berhenti bekerja dan lupa bagaimana caranya mandi. Bang Ribas menepikan Niken ke sudut dinding hingga punggungnya saja yang terguyur air. Jemarinya mengangkat dagu Niken.
"Maass...."
'Haruskah aku kurang ajar di saat seperti ini??'
.
.
.
.
petinggi ma anak buah jg tenang
😂😂