Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
"Ate bohooong..." Adel berteriak ketika mendengar penuturan Malika. Serentak 3 orang itu menoleh ke arah Adel yang merosot dari gendongan Arumi dan berlari ke arah Lika.
Malika cepat mengusap air mata sandiwaranya, lalu mengarahkan pandangan ke wajah Adel yang sudah berdiri di harapannya. Malika risau, lebih baik menghadapi Rose daripada anak kecil ini.
"Ate nggak boleh bohong. Bohong itu dosa" polos Adel, ia mengerucutkan bibir hingga manyun nampak lucu.
Malika diam tetapi menahan kesal, jika bukan karena khawatir keburukannya diketahui oleh keluarga Arumi, rasanya ingin memarahi Adeline.
Melihat gelagat yang tidak baik dari tatapan mata Malika, Adeline pindah ke hadapan Astiti. "Oma... Mama Adel itu Ate Lumi, bukan Ate Lika, Adel nggak mau punya Mama galak" mata Adel mengembun, pipi dan hidungnya berubah merah. "Iya kan Oma" tanganya menggoyang-goyang lengan Astiti.
"Iya... Adel tidak boleh sedih" Astiti mengusap air mata Adel lembut, lalu mengangkat bocah itu mendudukan di pangkuannya.
Sementara Arumi duduk berhadapan dengan Seno. Tentu saja khawatir sang ayah akan percaya dengan kata-kata Malika.
"Nenek juga senang kok punya cucu Adel, tapi jangan panggil Oma ya, panggil saja Nenek sama Kekek" nasehat Astiti merasa aneh tiap kali Adel memanggilnya demikian.
"Iya deh, Nenek... Kakek" Adeline menoleh Seno yang hanya diam entah apa yang Seno pikirkan.
Tidak lama kemudian terdengar langkah kaki masuk ke dalam rumah, ia adalah Davin dengan wajah tegang. Melihat hal itu Astiti merasa akan ada ketegangan lalu beranjak dari kursi menggendong Adeline.
"Sekarang Adel ke kamar Nenek, yuk" Astiti memilih membawa Adel menyingkir karena tidak seharusnya Adel mendengar pertengkaran orang dewasa.
"Kenapa kamu masih di sini Lika?" Davin kesal karena sepupunya itu tidak mau mendengarkan perintahnya. Lagi pula Davin berpikir yang tidak-tidak karena tatapan calon mertua pria itu berubah dingin kepadanya.
"Kata Tante Astiti, aku boleh menginap di sini kok" Sahut Lika.
"Tidak boleh! Aku yang melarang" tegas Davin, ia tidak ingin anak adik Rose itu membuat ulah di rumah orang. "Sekarang sebaiknya ikut Kakak ke hotel" Saat itu juga Davin akan mengajak Malika pergi.
"Tunggu Dav, kita bicarakan dulu masalah kalian, saya tidak ingin ada pernikahan jika diantara kalian saling tidak jujur" tegas pak Seno, mengejutkan Davin.
Lain halnya dengan Malika, wanita itu bersorak dalam hati karena Seno mulai terpengaruh.
"Maksud Ayah?" Davin rupanya sudah merubah panggilan.
"Duduk dulu Dav" titah Seno menunjuk kursi di sebelah Arumi.
Dengan perasaan tidak menentu Davin pun duduk melempar pandangan sekilas kepada Arumi yang tidak berbicara apapun..
"Dav, Ayah merelakan Arumi putri kesayangan dipinang sama kamu karena Ayah sudah tua. Ayah ingin putri saya ada yang melindungi dan menyayangi dengan tulus. Tetapi jujur, jika kamu main-main Ayah tidak akan memberikan Arumi kepada pria yang hatinya bercabang untuk wanita lain" tegas Seno, orang tua mana yang tidak akan ragu jika belum apa-apa sudah ada pengakuan wanita kedua. Walaupun sejatinya Seno pun tidak yakin jika yang dikatakan Malika itu seluruhnya benar.
Davin melempar tatapan ke arah Malika, sudah ia tebak jika penyebab hati Seno goyah adalah Malika. Entah apa yang dikatakan sepupunya itu.
"Apa benar kamu sudah berjanji akan menikahi Nak Lika?" Seno menatap Davin dan Lika bergantian.
"Itu tidak benar Ayah" Davin menarik napas dalam-dalam, lalu menceritakan dengan jujur bahwa kedua orang tua Lika memang mempunyai keinginan menjodohkan dirinya dengan Malika, tetapi bukan hanya Davin yang menolak, Rose dengan Xanders pun tidak menerima.
Davin menjelaskan tidak ada yang ditutupi, setelah Seno berangsur-angsur percaya Davin menghubungi Derman agar menjemput dirinya dengan Malika.
***********
Seminggu kemudian, tiba saatnya pernikahan Arumi dengan Davin akan dilaksanakan jam 11 nanti. Jam tujuh pagi setelah mandi, Arumi menjalankan shalat dhuha yang dia lakukan selama tiga hari di dalam rumah. Selama itu Arumi tidak boleh bertemu Davin. Namun begitu, Adeline tetap memilih tinggal bersama Arumi daripada dengan sang papa.
"Sekalang Ate sama Papa mau menikah ya?" Tanya Adel, anak itu walaupun tidak diceritakan tetapi sering mendengar obrolan keluarga Arumi.
"Benar, doakan Tante semoga lancar sayang..." Arumi mengusap kepala Adel.
"Iya Ate... Adel pas lagi shalat tadi beldoa" tutur Adel, mengundang senyum Arumi yang sesungguhnya sangat tegang karena akan menjalankan ijab kabul yang semua ini Rumi lakukan hanya demi Adel.
Entah sudah mengerti atau belum arti pernikahan itu bagi Adel, tetapi yang Arumi tahu Adel nampak bahagia. Tentu membuat Arumi tidak akan ragu lagi menikah dengan Davin yang selama ini masih sama-sama keras kepala, sering adu mulut entah apa penyebabnya.
"Rum, kamu dipanggil ke kamar" Yudha tiba-tiba masuk ke mushola kecil itu. Dia mengatakan bahwa perias sudah menunggu.
"Iya Mas, tapi kok aku deg-degan ya" Arumi curhat kepada sang kakak agar lebih tenang.
"Halaaahh... lebih deg degan nanti malam daripada sekarang Rum" kelakar Yudha. Sebenarnya dia juga masih tabu tentang hal itu tetapi hanya ingin menggoda adiknya.
"Iihh... orang lagi serius juga" Arumi merengut kesal.
"Nanti malam kan tidul Te" Adel nimbrung. Menyadarkan dua orang dewasa itu agar tidak melanjutkan percakapan yang tidak berfaedah. Karena ada anak kecil yang belum pantas untuk mendengar.
"Aku ke kamar dulu" Arumi mengait tangan Adeline.
"Adel sama Om saja" Yudha ingin mengajak Adel bermain selagi Arumi dirias.
"Adel mau ikut Ate saja, Om" Adel menolak tegas.
Arumi menuntun Adel ke kamar, ketika melewati ruang tamu sudah dipenuhi kerabat dekat dan tetangga yang membantu menyiapkan segala sesuatu. Arumi menyempatkan diri untuk menyapa mereka.
"Ini anak tiri kamu Rum? Oalah... cantik sekali..." ucap para ibu-ibu gemas menoel-noel pipi Adel.
"Adel bukan anak tili" protes Adel entah sudah tahu atau belum apa itu arti anak tiri. Membuat semua orang diam dan saling pandang.
"Iya... Adel bukan anak tiri tapi anak Tante" pungkas Arumi lalu menggendong Adeline ke kamar.
"Selamat pagi Mbak" ucap perias begitu Rumi tiba di kamar.
"Selamat pagi" Arumi lalu duduk di kursi yang sudah disiapkan, kemudian mulai dirias.
"Nanti Adel dibikin cantik juga ya Te" pintanya kepada perias.
"Okay..." jawab perias lalu menyuruh asistennya agar merias Adel.
"Tipis saja ya Mbak" pinta Arumi. Sebenarnya Arumi hendak melarang Adeline dirias karena Davin tidak suka itu, tetapi Adel sudah pasti tidak mau dilarang.
"Tenang saja Mbak Rumi" asisten akan menggunakan muke up yang aman untuk kulit anak-anak.
Satu jam kemudian wajah Arumi yang memang sudah cantik dari orok, kini semakin cantik berkat riasan MUA terkenal di Kota Semarang itu.
Selesai dirias Arumi ganti baju yang sudah disiapkan oleh Astiti. Baju tersebut ia pesan dari perancang desainer kondang modifikasi baju adat pernikahan adat jawa. Dirancang dengan gaya gaun modern.
Tok tok tok.
Ketika hendak berpakaian ada yang mengetuk pintu. "Biar saya saja yang membuka Mbak Rum" perias menunda pekerjaan lalu membuka pintu.
"Selamat pagi..." ucap seorang wanita mengatakan ingin bertemu Arumi.
...~Bersambung~...