Sinopsis
Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.
Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.
Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.
•••••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Cahaya bulan malam yang lembut menyinari taman di mana Elvis dan Loretta sedang berjalan-jalan. Tiba-tiba, Elvis berhenti dan berlutut di hadapan Loretta, mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya. Dia membuka kotak itu, memperlihatkan cincin yang berkilauan.
"Loretta, aku ingin hubungan kita beranjak ke tahap yang lebih serius. Maukah kamu menerima lamaranku?" suara Elvis terdengar bergetar, penuh harap.
Mata Loretta membesar, terkejut namun dihiasi kebahagiaan yang tak tersembunyi. "Iya, aku mau Elvis," jawabnya tanpa ragu, senyum menghiasi bibirnya.
Elvis segera memasang cincin itu di jari manis Loretta dan mereka berdua berpelukan. Kejutan dan kebahagiaan bersinar di wajah keduanya, Loretta begitu bahagia. Akhirnya Elvis serius padanya.
Mereka berjalan bersama menikamati sejuknya udara malam hari ini. Setelah makan malam yang begitu nikmat tadi, Elvis membawanya berjalan-jalan dan tanpa Loretta kira Elvis akan melamarnya. Memandangi cicin indah yang berada di jemarinya, senyumannya sedikit pudar saat mendengar ucapan yang dilontarkan Elvis padanya.
"Oh iya, besok Quella akan bekerja sebagai waiterss. Aku mohon kamu bantu dia, bimbing dengan baik ya.., aku percaya padamu," Elvis baru ingat akan hal itu, menurutnya juga Loretta akan sangat pas untuk menjadi orang yang membimbing Quella.
Loretta diam sejenak mencerna apa yang dikatakan oleh Elvis. "Maksudnya?!?" Loretta tentu tidak paham, Quella akan bekerja dan itu sebagai pelayan bukankah itu sangatlah tidak mungkin.
"Bagaimana ya menceritakannya?!... Kamu tau seingatnya adalah Quella menginginkan pekerjaan, dan aku menyetujuinya secara langsung," jelas Elvis singat.
"Tapi bukan...," Loretta kembali akan mempertanyakan, namun Elvis dengan cepat memotong ucapan darinya.
"Tenang saja," Elvie bergerak mengelus rambut Loretta. "Lagi pula aku tidak percaya Quella bisa bertahan, dalam bekerjaan itu," lanjut Elvis, karena dirinya juga ragu Quella dapat bekerja, dalam bidang yang sangatlah jauh dari passion nya itu.
Loretta menganggukkan kepalanya pasrah, dirinya juga percaya bahwa Quella mungkin hanya penasaran. "Oke, aku akan membantu sebisaku," ucap Loretta setuju.
Elvis tersenyum akan jawaban itu, tangannya bergerak mencubit pipi Loretta pelan. "Terimakasih sayangku, kamu makin cantik saja," gombal Elvis dengan senyuman lebar di wajahnya.
"Dasar gombal," Loretta dengan cepat menyingkir tangan Elvis.
Mereka saling bercanda menghabiskan waktu bersama. Tanpa membiarkan satupun terlewati, Elvis yang begitu bahagia karena cintanya terbalaskan.
Loretta ikut merasa bahagia, karena ternyata Elvis tidak mempermainkan dirinya. Walaupun dalam hatinya masih ada sedikit keraguan. Tapi karena Loretta begitu juga mencintai Elvis, itu yang membuat keraguan hatinya menghilang.
Namun tetap saja, Loretta mengkhawatirkan sesuatu yang tidak jelas. Contohnya akan Quella yang sangatlah secara terang-terangan sekali mendekati Elvis.
"Apa ada sesuatu di wajah ku?" Elvis bertanya karena tatapan Loretta begitu menatapnya.
Menggelengkan kepalanya cepat, tangan Loretta bergerak menyentuh wajah Elvis. "Tidak ada hanya ada ketampanan di sini," puji Loretta dirinya selalu terpesona akan senyuman manis di wajah Elvis.
Elvis terkekeh pelan. "Dasar bisa saja, tapi menurutku kamu yang paling istimewa dan indah dari apapun itu," gombal Elvis kembali.
Loretta tersenyum manis sebagai jawabannya. "Oh sepertinya sudah malam, ayo kita pulang saja," ajak Loretta cepat.
Elvis langsung memasang wajahnya yang tiba-tiba bersedih. "Aku belum puas kita menghabiskan waktunya," tangannya bergerak memeluk pinggang Loretta dengan erat.
Loretta tersenyum senang, akan sikap Elvis yang begitu manja ini. "Besok kan jadwal kita berkerja, dan bukankah aku harus membantu Quella seperti katamu," ucap Loretta memberikan penjelasan.
Menghembuskan nafasnya pasrah, Elvis memberikan ekspresi wajah memelasnya. "Satu kecupan dulu boleh...," pinta Elvis dengan begitu manis.
Loretta berpikir sejenak dulu. "Mphmm.... Bagaimana ya...?" Loretta berpikir dengan cukup lama.
Elvis semakin memohon. "Ayo... Boleh ya... Sekali saja...," bujuk rayu Elvis wajahnya bahkan seperti anak kecil yang meminta mainan.
Cup... Loretta memberikan kecupan di hidung Elvis, dan itu berhasil membuat Elvis terdiam seperti batu saja.
"Sudahkah ayo pulang," Loretta membiarkan Elvis terdiam, dan berjalan mendahului.
Elvis yang dibiarkan di belakang tersenyum lebar sambil memegang hidung bekas kecupan Loretta. "Kamu manis sekali," gumam Elvis dengan begitu senangnya. Dirinya tidak mengira Loretta akan menyetujui itu.
"Tunggu dulu, sayangku jangan tinggalkan aku," rengek Elvis saat dirinya sadar Loretta sudah berjalan cukup jauh di depannya.
°°°°°
Menikmati kopi hangat di tangannya, Jad dengan tenang menikamati hari liburnya ini. Hingga nada dering dari handphone membuatnya terganggu. "Kali ini apa lagi?"
"Nona muda, untuk apa menelepon?" Jad merasa aneh karena tidak biasanya sekali nona mudanya menghubunginya.
'Jemput aku di Beez Restaurant, jangan lama,' suara Quella langsung terdengar sebelum Jad berbasa-basi terlebih dahulu. Setelah ucapan itu, panggilan dari nona mudanya mati seketika.
Jad termenung melihat layar handphonenya. "Tadi apa?!?" Jad belum saja mencerna isi dari telepon itu, tapi orang yang memanggilnya sudah terlebih dahulu menutup pesan.
"Nona muda tidak biasanya sekali, tapi apa sebaiknya aku menelepon tuan saja dulu?" Jad memilih jalan aman saja. "Mungkin saja itu penipuan," Jad berburuk sangka jadinya.
Dirinya akan mencari kebenaran terlebih dahulu. Namun sebelum akan menelepon tuan mudanya, sebuah pesan teks masuk lagi, dan itu berasal dari nona mudanya lagi.
'Jangan berani-beraninya menghubungi Parvez, cepat jemput aku di Beez Restaurant.'
Jad berdecak tidak suka, sepertinya pesan itu memang bener-bener dari nona mudanya. "Sial sekali nasibku, padahal ini hari liburku," Jad menggerutu tapi tetap bersiap-siap untuk pergi menjemput nona mudanya. Walaupun sebenarnya dirinya bertanya-tanya untuk apa nona nya meminta dirinya menjemputnya.
Jad sesegera mungkin, menjemput nona mudanya. Meletakkan seberang kopi panas yang baru saja dirinya nikmati itu. Hingga tanpa berlama-lama, dirinya sampai tepat di restauran yang nonanya katakan. "Bukankan restoran ini?! Milik laki-laki itu," Jad baru ingat bahwasanya Beez Restaurant merupakan milik dari Elvis, laki-laki yang selalu saja nona nya dekati, tanpa tahu malu.
"Sial, jika tau begini aku akan menolaknya mentah-mentah," Jad menjadi kesal sendiri saja. Namun karena sudah datang, Jad mau tak mau turun dan segera menjemput nonanya.
Baru saja sampai, kemudian berjalan menuju tempat nona nya menunggu. Jad sudah mendapatkan omelan pedas dari mulut nonanya.
"Lambat sekali, seperti siput," oceh Quella, ia kesal karena sedari tadi di gigit oleh nyamuk-nyamuk. Tangannya sudah memerah karena gigitan itu, bahkan Quella terus saja menggaruk-garuk tangannya yang gatal.
"Maaf nona," Jad hanya dapat meminta maaf, cukup malas bisa berdebat. Lagi pula dirinya memang tidak memiliki interaksi apapun bersama nona mudanya ini. Selain menutupi secandal yang selalu saja berulang-ulang nonanya lakukan.
"Cih...," gerutu Quella dirinya langsung saja menuju mobil Jad yang terparkir, dan masuk ke dalam. Tanpa menunggu izin atau dibukakan pintu mobil, Quella duduk dengan angkuh di kursi penumpang.
Jad mengelus dadanya sabar akan tingkah laku nona mudanya ini. "Sabar Jad, ingat dia masih istri dari tuan muda mu," Jad berusaha menyemangati dirinya sendiri. Masuk ke dalam tempat kemudi, bersiap menuju kediaman Grizelle untuk mengantarkan pulang nona mudanya ini.
Dalam perjalanan hanya ada keheningan, Jad juga tidak ingin repot-repot mengetahui alasan nona mudanya berada di tempat itu, karena dirinya yakin akan mendapatkan semprotan omelan dari nona mudanya. Lagi pula pasti tidak bukan nona nya berkunjung untuk menemui laki-laki itu.
Jad kadang berpikir sebenarnya mengapa tuan mudanya masih mempertahankan pernikahan yang sama sekali tidak ada untungnya itu. Melirik ke arah kaca spion, Jad memperhatikan gerak-gerik Quella, yang ternyata sedang memejamkan matanya.
Fokus pada jalan di depan, hingga tanpa terasa mereka sudah sampai. Jad memarkirkan mobilnya, dahinya mengernyit heran, saat melihat tuan mudanya berdiri seperti menunggu di depan teras. "Tuan muda," gumam Jad yang menatap lurus ke depan.
°°°°°
Menonton layar televisi di hadapannya sama sekali tidak berhasil mengalihkan kegelisahan dalam diri Xaver. Menatap layar ponselnya, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Dimana Quella? Mengapa masih belum juga pulang?" Xaver berdecak tidak suka, hatinya berdetak khawatir, memikirkan kemungkinan terburuk.
"Sial...," Xaver memijat keningnya pelan. "Jika tau seperti ini, tidak akan ku ijinkan. Quella berpergian sendiri," Xaver menyesali keputusannya, seharusnya tadi dirinya berusaha keras untuk mencari keberadaan Quella.
Bangkit dari atas sofa, Xaver berdiri langkah kakinya membawanya menuju perkarangan rumah yang begitu sepi. Matanya menerawang saat melihat sebuah mobil dengan plat nomor yang dikenalinya. "Jad, untuk apa dia ke sini?" Xaver tentu heran, karena seingatnya dirinya tidak memanggil untuk asisten nya datang.
Mobil terparkir tepat di depan Xaver, Jad keluar dan segera menghampiri sambil menundukkan kepalanya hormat. "Selamat malam tuan, maaf mengganggu," ucap Jad dengan begitu sopannya.
"Ada apa ini? Aku tidak ingat memerintahkan mu datang?" Xaver langsung saja bertanya, tanpa membalas basa basi dari Jad padanya.
"Mphmm...," gumam Jad tidak jelas, sebenarnya dirinya dibuat kebingungan untuk merangkai kata-katanya.
Xaver segara mengetahui bahwasanya asistennya ini telah melakukan sesuatu di belakangnya. "Katakan sejujurnya sekarang," tekan Xaver dengan tatapan tajamnya terarah pada Jad, dan itu berhasil membuat Jad langsung membuka mulutnya.
"Maaf tuan, saya hanya mengantar pulang nona muda. Tadi saya mendapatkan panggilan untuk menjemput nona, dan sekarang nona muda sedang terlelap tidur," jelas Jad dengan cepatnya.
Tanpa menjawab penjelasan itu, Xaver segera membuka pintu penumpang. Bener apa yang dikatakan Jad, Quella sedang tertidur pulas. Xaver segera membopong tubuh Quella, Jad membantu dengan memegang gagang pintu mobil.
"Terimakasih, lain kali jika Quella memberikan perintah apapun laporan dulu padaku. Pulanglah besok jadwal kita padat," seru Xaver yang tidak memperdebatkan lebih lanjut, mengenai Jad yang menerima perintah Quella tanpa memberikan laporan padanya.
"Baik tuan, hanya saja tadi saya menjemput nona di Beez Restaurant," jelas Jad kembali, dirinya tau pasti tuannya tidak akan senang akan kabar ini.
Xaver diam sejenak, matanya melihat raut wajah Quella yang begitu tenang dalam gendongannya. "Tidak masalah, jangan tutupi apapun lagi jika memang ada yang membocorkan. Aku sudah tidak memperdulikannya, karena ayah sudah mengetahuinya," Xaver memilih menyudahi menutup-nutupi kedekatan Quella dan Elvis. Lagi pula semuanya sudah diketahui ayahnya, jadi percuma saja menutupinya.
"Hah..," Jad memasang wajah shocknya, dirinya berkeringat dingin sekarang. Tuan besar mengetahuinya, bahaya sekali. "Tap..," ucapan Jad terhenti.
"Cukup Jad, nanti besok saja lanjutkan. Aku ingin istirahat," pinta Xaver dengan nada lelahnya, kemudian langsung saja masuk ke dalam rumah, dengan Quella yang berada di gendongannya.
Jad menggaruk rambutnya yang tidak gatal, wajahnya gelisah sekarang. "Pasti setelah ini tuan besar akan menghubungi ku. Gawat sekali ini, sial," Jad frustasi sendiri, akan sangat merepotkan bila tuan besar menanyakan ini itu padanya. Jad memang sangat terlibat besar dalam menutupi bagaimana keadaan sebenarnya dari pernikahan Quella dan Xaver.
"Sial lebih baik aku pulang saja," gerutu Jad tidak habisnya. Sebaiknya dirinya menikmati sisa-sisa waktu sebelum mendapatkan amukan dari tuan besar nantinya.
°°°°°
Xaver duduk di sisi tempat tidur, perlahan mengelus pipi Quella yang terlelap dalam tidur pulas. Cahaya bulan yang remang-remang menerobos masuk lewat jendela, menimbulkan bayangan lembut di wajah istrinya itu.
Dalam hening malam, kebingungan tergambar jelas di wajah Xaver. Matanya yang sayu terus memandang Quella, berharap bisa menemukan jawaban atas kekacauan yang mendera pikirannya.
Gumaman dari Quella membuatnya Xaver lepas dari lamunannya. "Gatal sekali," jarinya terus menggaruk bagian yang gatal pada area lengannya. Mengucapkan itu dalam keadaan mata yang tetap terpejam.
Xaver mengecek bagian lengan Quella, dan benar sekali semuanya memerah. "Kamu begitu sensitif," Xaver beranjak untuk mencari minyak herbal, untuk merendahkan rasa gatal Quella yang dirinya perkirakan oleh nyamuk.
Setelah mendapatkannya, Xaver kembali duduk di sisi ranjang. Tangannya bergerak mengoleskan dengan lembut pada lengan Quella yang memerah. Xaver begitu telaten dan perhatian saat melakukan pekerjaan itu. Selesai melakukannya, Xaver kembali menyelimuti tubuh Quella agar semakin hangat.
Memandangi wajah Quella yang begitu terlelap. "Apa begitu sulit, untukmu hanya menatap ke arahku?" gumam Xaver pelan, seolah-olah berharap suaranya dapat menembus alam bawah sadar Quella.
Dia merasa seperti terombang-ambing di samudra yang tak bertepi, terjebak dalam hubungan yang seakan-akan kehilangan arah. Sampai mana hubungan mereka akan tetap seperti ini, jujur saja Xaver kebingungan, dan lagi pula dirinya tidak mempunyai pengalaman sedikitpun akan wanita.
Bisa dikatakan Xaver hanya tertarik pada pekerjaan, dan itu membuatnya tidak memiliki waktu untuk sekedar dekat atau memiliki hubungan khusus antara wanita seumurannya.
Xaver menghela napas panjang, mencoba meredakan kegusaran yang menggelayuti hatinya. Xaver tentu tau Quella pastinya tidak jauh dan tidak bukan mengunjungi Elvis. Lagi pula apa yang bisa diharapkan olehnya. Sekalipun sudah mendapatkan teguran dari ayahnya. Quella pastinya tidak akan begitu saja menurut.
"Keras kepala mu, memang tidak akan bisa berubah," gumam Xaver terus memandangi Quella yang begitu lelap sekali, dan terus mengelus wajahnya lembut.
Tangan Xaver berhenti mengelus, namun tetap bertahan di sisi wajah Quella. "Selamat malam, dan semoga besok kamu tidak membuat masalah yang membuat kepalaku sakit," bisik Xaver pelan dengan senyuman kecil di sudut bibirnya, wajahnya mendekat ke arah Quella, kemudian bergerak untuk mengecup kening Quella lembut.
Setelah memastikan semuanya tepat dan aman, Xaver beranjak dari kamar Quella untuk ke kamarnya. Menutup pintu dengan pelan, agar tidak menanggung tuan putri yang sedang tertidur lelap itu.
•••••
TBC
JANGAN LUPA FOLLOW