NovelToon NovelToon
Dewa Petaka

Dewa Petaka

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: Arisena

Ketika yang semua orang anggap hanya omong kosong menyerbu dari utara, saat itulah riwayat Suku Gagak menemui akhirnya.

Tanduk Darah, iblis-iblis misterius yang datang entah dari mana, menebar kekacauan kepada umat manusia. Menurut legenda, hanya sang Raja Malam yang mampu menghentikan mereka. Itu terjadi lima ribu tahun silam pada Zaman Permulaan, di mana ketujuh suku Wilayah Pedalaman masih dipimpin oleh satu raja.

Namun sebelum wafat, Raja Malam pernah berkata bahwa dia akan memiliki seorang penerus.

Chen Huang, pemuda bernasib malang yang menjadi orang terakhir dari Suku Gagak setelah penyerangan Tanduk Darah, dia tahu hanya Raja Malam yang jadi harapan terakhirnya.

Apakah dia berhasil menemukan penerus Raja Malam?

Atau hidupnya akan berakhir pada keputusasaan karena ucapan terakhir Raja Malam hanya bualan belaka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arisena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode : 29 — Bulan Menangis

Bai Li memaklumi keterkejutan di wajah Chen Huang. Ia mengamati selama beberapa saat sebelum mengulang kalimatnya. "Mereka yang membantai guru, kakak dan muridku."

Lagi-lagi Chen Huang terperanjat. "Secepat itu?"

"Apanya?"

"Kita baru saja keluar dari Wilayah Pedalaman, dan langsung bertemu dengan musuh-musuhmu? Yang benar saja?" Chen Huang sudah membayangkan tentang pertempuran selanjutnya dan dia malas untuk berpikir lebih jauh.

Bai Li memegang kepalanya sendiri. "Aku tak peduli, aku hanya memberi tahumu, tidak lebih. Bukan berarti kita mau membalas dendam atau apa, hanya saja aku ingin agar kau berhati-hati bila mendengar nama Bendera Hitam."

"Katamu Bendera Hitam hanya julukan?" Chen Huang mengingatkan. "Nama aslinya?"

"Sayap Kegelapan, itulah nama aslinya. Walau jumlah mereka tidak cukup banyak, tapi di antara mereka tidak ada yang bisa dibilang lemah. Murid paling lemah berada pada Tingkat Bintang tengah, itu yang pernah kudengar."

Chen Huang terperangah. "Itu mengerikan."

Bai Li mengangguk setuju. "Kita kesampingkan dulu soal itu. Bagaimanapun, aku akan mengikutimu. Sebenarnya aku tak mau kembali lagi ke sini, tapi apa boleh buat."

"Aku sudah bersumpah untuk membalaskan dendammu," tegas Chen Huang. "Walau tidak sekarang."

Mendengar ini, Bai Li diam-diam menyembunyikan senyumnya. Hatinya menghangat karena itu. Bukan soal dendan mendendam, melainkan tentang sumpah yang masih diingat oleh Chen Huang. Dari sikapnya, pemuda itu tidak terlihat ingin bersikap ingkar.

"Terserah kepadamu, sekarang lebih baik kita mampir ke kedai makan." Bai Li memimpin jalan, melintasi Kota Lembah yang amat ramai dan sibuk walau hari sudah terik. Ketika menemukan satu rumah makan besar, Bai Li melangkahkan kaki ke sana. "Pesan apa saja yang kau mau, kita punya uang, banyak."

"Aku sama denganmu," balas Chen Huang setengah menggumam karena dia masih sibuk mengamati arsitektur rumah makan ini yang menurutnya terlalu mengagumkan. "Aku tak tahu nama-nama makanan di sini."

"Jangan protes kalau tidak sesuai seleramu," Bai Li terkekeh dan memanggil pelayan. Dia memesan pangsit panas dan teh hangat ditambah beberapa makanan penutup lain. Semua pesanan berjumlah dua. "Aku punya uang, kau tak perlu memandang kami seperti itu," ujar Bai Li sedikit tersinggung dengan maksud tersirat di balik tatapan si pelayan.

"Baik, Nona. Makanan segera datang."

Ketika makanan dihidangkan, asap tebal masih mengepul dari setiap mangkuk dan piring. Chen Huang kembali dibuat terperangah, dia tak pernah makan sebanyak ini kecuali kalau ada hari perayaan di desa.

"Bagaimana cara pembayaran di sana?" tanya Bai Li di sela-sela makannya. "Di Wilayah Tengah, dari ujung timur sampai barat, semua pembayaran dilakukan dengan koin emas, perak dan perunggu."

Chen Huang menggigit pangsit sampai setengahnya. Rasa gurih dan panasnya bercampur jadi satu dalam lidah. Pemuda itu merasakan sesuatu yang baru. "Setiap suku memiliki mata uangnya sendiri. Kalau ingin melakukan perdagangan antar suku, kami menggunakan pertukaran. Contohnya gandum ditukar dengan kain, begitulah."

"Rumit, ya ...." Bai Li berkomentar.

Mereka mulai mengobrolkan banyak hal. Sekilas pandang, kedua orang itu seperti sepasang kekasih muda yang sedang dimabuk cinta. Tak hanya sekali Bai Li tertawa-tawa dengan lelucon Chen Huang yang kaku. Wajah manisnya jelas menarik perhatian banyak orang.

Di sisi lain, Chen Huang tidak pernah bersikap seperti ini kecuali kepada Wu Rui atau ayah dan ibunya. Semakin lama dia menghabiskan waktu bersama Bai Li, dia semakin yakin bahwa Bai Li memang orang yang menyenangkan. Dia benar-benar seperti gadis lima belas tahun yang ceria—jika melupakan umur aslinya, pasti menyenangkan.

Di sudut meja, ada dua orang yang sesekali mencuri pandang kepada Bai Li. Satu orang berambut tipis, satu lagi berambut panjang. Si rambut tipis menampakkan ekspresi ragu dan terus membantah omongan si rambut panjang. Namun, si rambut panjang tak mau mengalah.

"Mana mungkin? Beda jauh! Kau hanya ingin menidurinya, mengakulah!" bisik si rambut tipis belum mau kalah.

"Terserah padamu, kita lihat saja nanti."

"Baiklah, aku ikut. Tapi kalau ternyata bukan dia, aku giliran pertama!"

Si rambut panjang terkekeh. "Heh, ternyata kau hanya melihat dadanya."

Sekeluarnya dari kedai makan tersebut, Bai Li mengajak Chen Huang untuk mencari rumah penginapan. Walau uang yang mereka miliki akan sisa terlalu banyak untuk menginap di tempat paling mewah sekalipun, tapi Bai Li mendatangi rumah penginapan yang sepertinya hampir roboh.

Di dalam sana tak ada satu pun pengunjung, hanya merekalah pengunjung satu-satunya.

"Pakai otak sedikit," sarkas Chen Huang. "Ini kandang kecoa."

"Hm, anak kecil diam sajalah." Secara mengejutkan, nada suara Bai Li rendah dan tajam. "Tunggu malam nanti dan aku bertaruh kau tak akan protes lebih jauh."

"Yah ... kita lihat saja."

Seorang nenek dengan tongkat berjalan terlalu lambat dari ruangan kecil di samping ruang depan. Bai Li mengangkat tangan. "Jangan berjalan lagi," katanya. "Kami akan membayar." Dia menghampiri nenek tersebut dan menggendongnya kembali ke ruangan, tak lupa lima koin perak Bai Li letakkan di atas meja.

Chen Huang mendengar nenek itu berterima kasih. Dia mengaku tak ada satu pun pengunjung sejak satu tahun lalu. Memprihatinkan.

"Aku tidak ingin tahu bagaimana caramu bertahan hidup dengan itu." Dari tempatnya berdiri, Chen Huang ingin menampar kepala Bai Li. Walau umur Bai Li jauh lebih tua, tapi tetap saja terdengar menyebalkan. "Tapi malam nanti, aku minta tolong, apa pun yang terjadi jangan pernah buat suara. Diam saja di sini."

Si Nenek mengangguk-angguk. "Aku tidak tahu apa maksudmu, tapi baiklah," jawabnya dengan suara serak dan berat seolah bicara saja sudah cukup melelahkan baginya.

Bai Li mengajak Chen Huang ke kamar mereka. Sebuah kamar sempit dengan kasur berbunyi nyaring setiap kali mendapat tekanan sekecil apa pun. Namun, Bai Li mengambil sisi baiknya.

"Kau punya ilmu yang namanya ilmu meringankan tubuh, kan? Nah, anggap saja ini latihan. Kalau kasurmu roboh, berarti kau gagal." Bai Li melambaikan tangan sebelum memasuki kamarnya. "Jangan sia-siakan waktumu, tetap berkultivasi dan habiskan Serat Jahe Putih sebelum mengonsumsi Apel Beku lagi," lanjutnya dari dalam kamar.

Chen Huang menggerutu, tapi ia tak punya pilihan lain selain masuk dan menutup pintu. Dia orang baru di Wilayah Tengah dan jika dia tertimpa masalah, tak ada orang lain yang akan membantu kecuali Bai Li. Untuk sementara, Chen Huang tidak boleh berdebat tentang hal-hal sepele seperti rumah kecoa atau kasur berisik ini.

"Terkutuk," gumamnya saat menyadari kaki kasur sudah patah tepat setelah Chen Huang mendudukkan diri. Samar-samar dia dapat mendengar kekeh geli dari kamar samping. "Tertawalah sepuasmu!"

Akhirnya, Chen Huang duduk tegak di lantai. Mengeluarkan Serat Jahe Putih dan menyerapnya. Dalam cincin penyimpanan, sumber daya itu tersisa dua lagi, maka Chen Huang cukup bersemangat untuk dapat segera naik tingkat dengan bantuan Apel Beku.

Entah berapa lama waktu berlalu, ketika Chen Huang membuka mata hari sudah gelap. Dia ingin melanjutkan kultivasi ini dengan menyerap satu Serat Jahe Putih lagi saat mendengar suara di kamar sebelah.

"Sebentar lagi pengacau datang," bisik Bai Li yang menempelkan bibir pada tembok retak tersebut. "Kuharap kau bersiap. Tidurlah."

"Bersiap atau tidur?"

"Pura-pura tidur maksudku, cepat!"

Chen Huang segera merebahkan dirinya—tentu saja di lantai—dan pura-pura tidur.

Benar saja, beberapa saat setelahnya ia mendengar suara langkah kaki yang amat lembut di luar kamar. Mudah saja mendengar itu karena pendengaran Chen Huang cukup tajam, lagi pula lubang yang seharusnya diisi jendela itu kini kosong tak ada apa pun. Karenanya, selain membawa hawa dingin juga segala suara kecil apa pun ikut terbawa masuk.

"Di kamar mana?" bisik satu suara.

"Di antara dua ini, yang satu ditempati kekasihnya."

"Tidak ada jendela, coba lihat."

Chen Huang merasakan ada orang yang melongok ke kamarnya melalui lubang jendela, tapi hanya melihat, tidak lebih.

"Kamar sebelah," bisik suara yang lain.

Ketika mereka sudah pergi, Chen Huang diam-diam membuka mata dan mengeluarkan belati.

Baru saja dia ingin keluar dari jendela untuk menyergap mereka ketika terdengar suara teriakan kesakitan dari suara pertama.

Chen Huang menghampiri jendela dan melihat Bai Li sudah berdiri di atas dua orang itu yang terluka pada bagian pundak.

"Ambil sisi baiknya," katanya pada Chen Huang. "Kukira mereka hanya lalat pengganggu, nyatanya lebih dari itu. Setelah ini kita bisa sedikit tentram tanpa ada gangguan."

Chen Huang melompat dari jendela lalu berjalan menghampiri wanita itu.

Bai Li berjongkok, menyingkap jubah salah satu pria pada bagian dada. "Lambang bulan sabit." katanya. "Apa akau salah kalau aku berpikir kalian berasal dari Perkumpulan Bulan Menangis?"

"Kami menyerah!" berkata si rambut panjang yang masih merintih kesakitan, "dan dugaanmu benar."

"Pulang dan pertemukan aku kepada pemimpin kalian. Yang kumaksudkan pemimpin pusat, bukan pemimpin cabang. Hanya dengan begitu kepala kalian masih aman."

"Akan kami lakukan," si rambut panjang menjawab cepat. "Jadi tolong ...."

"Tentu." Bai Li menegakkan tubuh dan tersenyum. "Untung aku menyadari lambang bulan itu, kalau tidak pasti sudah lain ceritanya."

...----------------...

Untuk mengetahui hal-hal mengenai isi cerita secara lebih mendalam, bisa mampir ke instagram @arisena_p

1
Tanata✨
Tak terasa sudah 10 chapter ya🤭 makin ke sini makin kerasa menarik.. beberapa sensasi tegang dan kocaknya juga cukup seimbang.

Hanya saja untuk development karakter nya aku masih merasa kurang cukup motivasi. Mungkin karena masih perkembangan awal. Akan tetapi, perlahan namun pasti keberadaan Chen Huang di Serigala, kayaknya akan semakin bisa di terima. Aku cukup merasakan bahwa dia saat ini sudah mulai banyak berinteraksi dengan tokoh lainnya.
Tanata✨
Aku cukup suka sama rangkaian kata-kata pada paragraf ini. Aku jadi mudah membayangkannya
Tanata✨
Ye ye yeeeee/Sob//Sob//Sob//Sob/
Filanina
Bro, Hutan Emasnya udah tamat minta review dong.
Filanina: error kali ya
Arisena: nanti kukirim lagi, NT emang rada rada🗿
total 5 replies
Filanina
cerdik juga chen Huang sampai ayang terpesona.
Tanata✨
Kalau Chen Huang sampai di penjara, waaah waah sih😅🤣🤣
Tanata✨
Beda dikit dengan peribahasa "nasi sudah jadi bubur"
Tanata✨
ini flashback ya? aku baru sadar🤔 Tadinya aku agak bertanya-tanya, ternyata ada gagak lain selain Chen Huang. Tahunya ini masa lalu.

Aku baca ulang dan ternyata memang ini flashback😅✌🏻
Tanata✨
gk sakit gk sembuh, map maap ya/Hey/
Tanata✨
Skalian paus atau hiu😭😭✌🏻
Tanata✨
Kompaaakkk🤣🤣🤣
Tanata✨
Lantas siapa lagi kalau bukan chen huang, mungkin saat ini beliau belum terlalu pd/Hey/
Tanata✨
Gemes sama tingkah mereka, tidak saling menjatuhkan dan saling termotivasi satu sama lain...
Tanata✨
Filosofi makna kuda laut apa ya?😅 aku masih agak heran
Tanata✨
Wkwkwk panas hayo panasss🤣🤣
Tanata✨
Pada intinya kerja keras akan membuahkan hasil ygy
Arisena: /Proud/
total 1 replies
Tanata✨
Beruntunglah karena saat ini dirimu tokoh utama, kurleb plot armornya pasti tebel lah
Arisena: yoi/Doge/
total 1 replies
Tanata✨
Awet muda/Shy/
Arisena: /Slight/
total 1 replies
Tanata✨
Ngakak plisss😭😭✌🏻
Tanata✨
Wkwk, terkadang aku suka gemes kalau cheng huang mulai mengeluh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!