S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26. LEBIH MENYAKITKAN
"Semuanya bermula saat kita masih anak-anak kala itu. Tidak tahu kenapa aku selalu merasa damai setiap kali melihatmu. Namun, setiap kali aku berusaha berteman baik denganmu, Ramon selalu saja datang membentengi seolah dia adalah perisaimu.
Tapi aku tidak pernah berhenti meski usahaku selalu saja gagal, hingga kita beranjak dewasa dan sama-sama bersekolah ditempat yang sama pula. Begitupun dengan Ramon yang selalu saja ada menjadi benteng setiap kali aku mencoba mendekatimu, dia seakan tidak rela jika kita berteman.
Dan seiring berjalannya waktu. Ketika kita melepas masa putih abu-abu dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi yang sama. Aku mulai sadar jika apa yang aku rasakan itu bukanlah hanya sekedar mengagumi mu, tapi sebuah perasaan yang sejati yaitu cinta yang begitu tulus dari dasar hatiku. Sejak saat itulah aku mulai memikirkan sesuatu yang lain. Tidak lagi berusaha mendekatimu untuk sekedar berteman, tapi lebih daripada itu.
Aku mulai melakukan sesuatu untuk membuatmu senang agar bisa mencuri perhatianmu. Agar kau bisa menyadari bahwa aku menyukaimu. Tapi lagi-lagi Ramon selalu saja ada.
Selama ini dia selalu melakukan cara curang untuk mendapatkan perhatianmu. Dia tidak pernah melakukan usaha apapun. Akulah yang selalu memberikan hal-hal istimewa untukmu, tapi dia yang selalu berada didepan dan merebut semua upayaku.
Kenapa aku diam? Karena aku tidak berdaya disaat melihat senyumanmu ketika bersamanya. Aku tidak tega merusak kebahagiaanmu yang begitu mencintainya. Dan akhirnya aku pun memutuskan untuk menyudahi, aku mundur dan berhenti dari semua upayaku untuk menunjukkan cintaku padamu.
Hingga akhirnya, kau sendiri yang datang padaku melamar pekerjaan. Awalnya aku merasa bingung, kenapa kau datang ke perusahaanku padahal kau bisa melamar pekerjaan di perusahaan Ramon, bahkan mungkin dia akan memberimu pekerjaan yang lebih daripada hanya seorang sekretaris.
Tapi karena sebuah rasa yang tidak pernah pupus, aku mengabaikan apa alasanmu meminta pekerjaan padaku. Saat itu aku merasa kembali memiliki harapan meski aku tahu dihatimu sudah ada Ramon. Tapi lagi dan lagi, aku harus mundur sebelum berjuang ketika aku tahu kau dan Ramon ternyata sudah merencanakan pernikahan. Hingga akhirnya kau mengundurkan diri karena akan menikah dengannya. Disitulah aku merasa semuanya sudah berakhir, tiada lagi setitik harapan yang bisa aku gapai.
Tapi perlu kau tahu, El. Aku selalu mendoakan kebahagiaanmu. Bahkan aku berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan menikah sebelum menyaksikan kebahagiaanmu dengan mata kepalaku sendiri.
Dan Tuhan menunjukkan itu padaku. Setelah 1 tahun, semua harapanku yang sudah aku anggap pupus, kembali memiliki celah ketika aku tahu, kedatanganmu kembali karena hatimu sedang terluka. Dan aku pun memiliki niat untuk merebut darinya.
Tidak, bukan merebut. Tapi mengambil sesuatu yang seharusnya sejak dulu memang menjadi milikku!" Akhir kalimat yang begitu menekankan, mengakhiri kalimat panjang lebar itu seiring helaan nafas panjang yang terhembuskan. Elmira memejamkan mata kala deru nafas nan hangat itu menerpa daun telinganya.
"Aku mencintaimu, El." Ungkapan yang bertahun-tahun lamanya terpendam, terucap sekali lagi sebelum akhirnya dua tubuh yang menyatu dalam dekapan itu terlerai.
"Mbak Mira, kenapa melamun?" Tanya bu Sri sembari menepuk pundak Elmira.
Membuat wanita itu terkesiap dari lamunannya dan sampai menjatuhkan handuk kecil yang dipakainya mengeringkan rambut.
"Eh iya Bu, ada apa?" Tanyanya dengan sedikit tergagap. Karena terus memikirkan ucapan Farzan beberapa saat lalu ia jadi melamun dan tidak menyadari kedatangan Bu Sri kedalam kamarnya.
"Kenapa melamun?" Tanya bu Sri lagi.
"Gak apa-apa, Bu." Jawab Elmira sembari tersenyum tipis.
"Beneran gak apa-apa?" Bu Sri menatap penuh selidik.
"Beneran Bu, gak apa-apa." Jawab Elmira sembari menggeleng cepat.
"Ya udah kalau gitu, sekarang keluar yuk. Makanan sudah selesai ibu hidangkan. Pak Farzan dan suami ibu sudah menunggu, kita makan bareng." Ajak bu Sri.
"Ibu duluan saja, nanti aku menyusul. Aku mau merapikan rambutku dulu." Ujar Elmira sembari menunjukkan rambutnya yang masih sedikit basah.
Bu Sri mengangguk, iapun keluar dari kamar Elmira.
Sementara itu, Elmira bergegas merapikan rambutnya kemudian keluar dari kamarnya. Sepanjang langkah menuju ruang makan ia terus mengatur nafasnya yang entah kenapa menjadi tidak beraturan. Ungkapan pria yang notabenenya adalah bosnya benar-benar mengganggu pikirannya saat ini. Ia tidak tahu harus percaya atau tidak, semuanya terasa sulit untuk ia cerna.
"Ayo duduk sini," Bu Sri menepuk bagian kosong disampingnya ketika Elmira dagang.
Elmira pun merendahkan tubuhnya duduk dilantai papan yang beralas ambal tebal bercorak batik, ia terlihat canggung karena tempatnya duduk saat ini sangat berdekatan dengan Farzan.
Semuanya pun memulai makan dalam diam. Tidak ada yang bersuara, hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.
Sesekali Farzan melirik Elmira disampingnya, sedang yang dilirik nampak begitu menikmati makanannya padahal sebenarnya makanan yang masuk kedalam mulutnya terasa hambar.
'Aku tahu, El. Kau pasti tidak percaya dengan semua yang aku katakan. Tapi lihat saja, aku akan buktikan bahwa akulah laki-laki yang benar-benar tulus mencintaimu selama ini.' Batin Farzan.
"Gimana rasa makanannya, Pak?" Tanya Bu Sri memecah keheningan.
"Enak, Bu. Ini sangat enak. Kalau tidak datang kesini, aku tidak akan pernah memakan masakan seenak ini, apalagi ikannya masih sangat segar." Jawab Farzan dengan antusias. Baru kali ini lidahnya terasa begitu dimanjakan dengan masakan desa yang rasanya sangat lezat.
"Syukurlah kalau rasanya pas dilidah Pak Farzan. Ngomong-ngomong itu mbak Mira loh yang masak."
Farzan langsung menoleh menatap Elmira. Benar-benar istri idamannya. Selain cantik dan sederhana, ternyata wanita pujaannya itu juga pandai memasak makanan yang sangat lezat. Rasanya sudah tidak sabar merasakan menjadi seorang suami yang selalu termanjakan dengan masakan lezat yang dihidangkan istrinya, dan dia adalah Elmira.
Usai makan malam yang begitu mengesankan bagi Farzan. Pria itupun berjalan-jalan keluar rumah bersama suami bu sri, mereka pergi ke ujung jerambah untuk melihat para nelayan yang baru saja kembali dari laut. Sementara Bu Sri dan Elmira membersihkan bekas makan mereka.
"Bu, aku keluar sebentar ya." Ujar Elmira setelah selesai mencuci piring.
Bu Sri hanya mengangguk sambil tersenyum, ia tahu Elmira pasti ingin menghampiri Farzan.
Dan benar saja, dari kejauhan Elmira memperhatikan bosnya itu tampak mengobrol dengan beberapa nelayan yang sedang duduk beristirahat sejenak sebelum kembali ke rumah masing-masing.
Ketika para nelayan itu telah pergi, barulah Elmira melangkah mendekat.
"Bapak pulang dulu," ujar suami Bu Sri ketika melihat kedatangan Elmira. Paruh baya itu ingin memberi ruang bagi Farzan dan Elmira, ia sedikit tahu tentang keduanya dari cerita Bu Sri.
Setelah suami Bu Sri tak terlihat lagi, Farzan pun melangkah mendekati Elmira.
"Katakan saja jika kau ingin mengatakan sesuatu, El." Ujar Farzan. Ia memperhatikan wanita itu nampak sedikit gelisah, seperti ingin mengatakan sesuatu namun bingung harus memulainya darimana.
Dalam beberapa saat Elmira masih terdiam, Farzan pun maju beberapa langkah sehingga posisinya tepat berdiri dihadapan Elmira. Diraihnya kedua tangan wanita itu dan menggenggamnya dengan erat, udara malam dipinggir laut membuat tangan mereka menjadi dingin, namun berubah hangat ketika bersatu dalam genggaman.
Elmira menatap lekat pria didepannya dalam beberapa detik kemudian berpindah menatap tangannya yang digenggam, ia ingin menariknya namun hatinya seakan mencegah. Ada banyak kerisauan yang kini melandanya, ada banyak pertanyaan yang sulit untuk ia lontarkan.
"Aku tahu, El. Kau pasti masih merasa ragu dengan semua yang aku katakan beberapa saat lalu. Tapi itu semua adalah kebenaran yang aku tutupi bertahun-tahun lamanya. Andai saja Ramon tak pernah menyakitimu, mungkin itu semua akan terkubur hingga akhir hayataku." Farzan semakin mempererat genggamannya.
"Kau masih ragu? Atau mungkin sama sekali tidak percaya?"
Elmira hanya terdiam dengan tatapan yang sedikit menunduk. Farzan pun melepas genggamannya, ia merogoh saku celananya kemudian mengeluarkan sebuah benda dari dalamnya. Ia mengepal tangannya dan menjulurkan kehadapan Elmira.
"Apa kau tidak pernah berpikir kenapa Ramon memberimu kalung dengan bandul setengah hati? Dan apa kau tidak pernah bertanya apa makna dari kalung itu?"
Elmira hanya menggeleng lemah. Karena terlampau senang saat itu, ia sampai tidak kepikiran dengan hal itu bahkan hingga bertahun-tahun lamanya.
"Sekalipun kau bertanya padanya tentang makna kalung itu, dia tidak akan pernah bisa menjawabnya karena dia sama sekali tidak tahu apapun tentang kalung itu. Karena itu bukanlah miliknya." Ujar Farzan seraya membuka kepalan tangannya.
Kedua mata Elmira seketika membulat melihat sebuah kalung di telapak tangan Farzan yang sama persis dengan pemberian Ramon. Bedanya, kalung yang diberikan Ramon berbentuk setengah hati sebelah kiri sedang yang ada di telapak tangan Farzan saat ini berbentuk setengah hati sebelah kanan.
"Dengan melihat kalung ini, aku yakin Kau pasti sudah mengerti sekarang jika kalung yang ada padamu tidak sendirian, dia mempunyai pasangan dan itu ada padaku."
Saat itu juga air mata Elmira seketika jatuh. Dadanya tiba-tiba terasa sesak mengetahui bahwa laki-laki yang berhasil merebut semua isi hatinya hingga ia mencintai begitu dalam, ternyata telah membohonginya selama ini.
'Mas Ramon,' kedua tangannya terkepal erat mengingat mantan suaminya itu. Selama bertahun-tahun pria itu telah menipunya dengan cinta yang tidak benar-benar murni.
Air mata Elmira semakin deras berjatuhan seiring angin laut yang berhembus. Kenyataan yang didapatinya jauh lebih menyakitkan dari ketika Ramon pulang dengan membawa seorang wanita yang tengah mengandung.