Di sebuah desa di daerah Jawa Barat di era tahun 70 an ketika tarian ronggeng masih mengalami masa jaya,.
Berdiri sebuah paguyuban tari besar yang dipimpin kang jejen.
sanggar tari kang Jejen sangat terkenal bahkan sampai keluar daerah karena penari-penari yang cantik dan ada primadona juga, namanya Dewi berumur 22 tahun, selain cantik ia juga paling pintar menari.
Disitu juga ada penari muda yang baru bergabung bernama sari, ia tidak terlalu cantik tapi ia sombong dan tariannya juga tidak sebagus Dewi jadi ia kurang terkenal.
Sari begitu ambisius, ia akan melakukan apapun untuk memuluskan jalan nya.
Karena ia iri dengan kepopuleran Dewi , sari mencari jalan pintas, ia melakukan pemasangan susuk bahkan susuk yang ia pakai bukan susuk sembarangan.
Susuk itu di dapat nya dari seorang dukun setelah bertapa di sebuah gua yang terdapat makan seorang penari ronggeng.
sari setiap tahun harus menyediakan tumbal seorang lelaki perjaka untuk sosok yang dia sembah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JK Amelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dewi pergi ke tempat nek Ipah
Malam itu Dewi pulang dengan didampingi kodam akinya,Dewi sampai di rumah dan langsung masuk ke kamar melihat suasana rumah yang sepi, Dewi keluar lagi melihat ke dalam kamar Emak,Bapak nya,Emak terlihat lelap tertidur sedangkan bapak nya tidak ada mungkin sedang bermain judi.
Dewi kembali ke kamar,ia teringat kembali pada Kang Azam, Dewi tidur sambil menangis terguguk,diluar kamar terdengar tak berapa lama iapun terlelap.
Sementara Sari baru pulang di antar kang Azam,"Kang mampir Kang,"Sari tersenyum genit,mencoba merayu Kang Azam.
"Mau nya sih neng,Akang juga masih kangen sama Neng Sari,"Kang Azam menarik pinggang Sari dan memeluknya.
Sari tersenyum senang,tangan nya meraba baju kebayanya,dibuka nya beberapa kancing kebaya nya,membuat belahan dada nya yang ranum menonjol terlihat," apa Akang tidak mau masuk barang sebentar saja?"Sari terus menggoda Kang Azam.
Kang Azam terlihat meneguk Saliva nya,ia terlihat jadi salah tingkah,tubuh jadi panas dingin antara ingin tapi dari hati kecil nya seperti ada yang melarangnya,"Sebenarnya mau! tapi enggak enak sama Pak Kades udah malam."Kang Azam berusaha menahan hasrat nya,hati kecilnya menyuruhnya cepat-cepat pergi tapi pikirannya menyuruh agar tetap tinggal,apalagi ia melihat belahan dada sari yang terbuka seperti itu,ingin rasanya ia masuk dan mencumbu Sari.
Sari mendekati kang Azam. Ditarik nya tangan kang Azam untuk menyentuh dadanya, nafas Sari terdengar memburu,"Kang Azam tidak ingin menyentuh ku Kang?!" suara Sari serak menahan hasrat nya.
Tubuh kang Azam bergetar mulai terangsang,"tapi suara hati nya semakin kencang menyuruh nya untuk pergi. "Maaf neng tapi Akang tidak enak sama pak Kades,"Kang Azam melepaskan tangan nya dari tangan Sari yang menekan tangan kang Azam ke dada nya. Suara-suara dalam hati nya semakin keras menyuruh nya cepat-cepat pergi membuat dada Kang Azam berdenyut sakit.
Sari terlihat marah,ia menatap Kang Azam,"Kang Azam tidak cinta lagi sama saya?" Sari mendekatkan bibirnya ke bibir Kang Azam dan mencium bibir Kang Azam dengan nafsu.
Kang Azam terkejut,tapi kemudian ia membalas ciuman Sari sambil tangan nya membelai tubuh sari.
"Kang aku mau!"Sari menarik tangan Kang Azam ke dadanya, Ayo kang kita masuk,"Sari berbisik di telinga kang Azam sambil mengigit nya.
"Ah neng Sari pintar membuat Akang bergairah,"Kang Azam mengikuti langkah Sari,tapi tubuhnya seperti tersentak. Suara-suara dari dalam hati nya kembali muncul dan menghentak seperti menghantam dadanya itu membuat dadanya kembali sakit.
Sari terkejut melihat kang Azam berhenti "Kenapa Kang?!"
"Akhhh.., dada Akang sakit sekali, lebih baik Akang pulang saja,tanpa menunggu jawaban Sari kang Azam melepaskan tangan nya,Ia menuju motornya. Sebelum pergi kang Azam menatap Sari,"Akang pamit Neng," Kang Azam pergi meninggalkan Sari sambil memegangi dadanya yang terasa sesak.
Tanpa sepengetahuan Sari pak Kades dan Bu Kades mengintip Sari dari balik kaca jendela, cahaya lampu teplok di depan halaman rumah membuat bu Kades dan pak Kades bisa jelas melihat semua yang Sari lakukan.
"Gelo si Sari eta budak kajedot naon sirah na ( gila Sari kepentok apa tuh kepala)?"Bu Kades Dede terlihat geleng-geleng kepala melihat kelakuan ponakan nya.
"Nyaho (Tahu), urus tuh ponakan kamu malu-maluin saja," Pak kades masuk ke dalam kamar sambil memegangi bagian bawah tubuh nya.
Sari masuk ke dalam rumah setelah kang Azam pergi dan ia sudah merapikan baju nya,di dalam rumah bu kades sudah menunggu nya,"tadi pulang di antar siapa Sari?" Bu Kades menatap Sari dengan tajam.
"Eh Bibi belum tidur Bi? Ngagetin aja,tadi kang Azam Bi! Memang kenapa gitu?!"Sari menghentikan langkah kakinya menatap wajah Bibi nya yang terlihat kesal.
"Sari Bibi lihat apa yang kamu lakukan tadi diluar itu sangat memalukan itu tidak pantas dilakukan!"
Sari menatap marah ke arah Bibinya. Hasrat nya yang gagal tersalurkan dan ucapan bibinya membuat ia naik darah, matanya berubah merah menyala,kini wajah nya menjadi sangat menakutkan.
"Saya bilang jangan campuri urusan saya!"Sari mendekati Bibinya. Tatapan matanya menghujam,tangan nya terulur mencekik Bibi nya.
"Sari, Sari..lepaskan."Bu kades meronta ketakutan cekikkan Sari membuat nya tidak bisa bernafas. Ia memegang tangan Sari." Iiiiya Sari! Bibi tidak akan mencampuri urusan mu lagi." Dengan suara tercekat akibat cekikkan,Bu kades meminta maaf.
Sari melepaskan kan cekikkan nya,mata nya menatap mata bu kades dengan tajam.
"Bu kades lari terbirit-birit ketakutan,Ia bergegas masuk kamar setelah Sari melepaskan cekikkan di leher nya.
"Hihihi..hihihi...,"suara tawa Sari melengking dan menakutkan melihat Bu Kades lari ketakutan.
Pagi itu Dewi yang baru bangun mendekati Emak yang sedang memasak di Pawon.Ia ikut duduk di depan perapian.
"Loh,Kok malah duduk di sini, mandi sholat sana,"kata Emak sambil mendorong kayu ke dalam tungku.
"Entar dulu Mak,Lagi males." Dewi termangu memainkan kayu bakar di samping tungku.
" Enggak boleh begitu!! itu kewajiban, dengan sholat hati kita jadi adem,Ngeuwat kaditu ( cepat sana)."
Dewi dengan langkah malas pergi ke sumur. Ia mandi setelah itu menuaikan sholat subuh di kamar nya.
Setelah selesai sholat Dewi keluar dari kamar. Bapak sudah duduk di kursi sedang menikmati secangkir kopi dan ubi rebus. Bapak menatap Dewi yang baru keluar dari kamar.
"Jadi gimana?"
Dewi menghentikan langkah nya menuju dapur." Gimana apa nya pak?!"
"Ya kamu dengan Azam?Kalau saran bapak lebih baik kamu jadi istri juragan Karta saja, atau sama mandor Deden, mandor perkebunan teh.
Dewi menatap bapak nya dengan kesal."Pak sebenarnya bapak tuh pengen hidup Dewi seperti apa?Dewi capek pak terus di gini in!"
"Kamu tuh kalau di bilangin orang selalu bantah,kualat kamu,Bapak hanya ingin hidup kamu senang, punya baju bagus, perhiasan, rumah bagus dan di hormati, salah kalau bapak ingin hidup kamu seperti itu, salah Dewi?!"
"Tidak salah, tapi cara nya salah. Bapak sodor-sodorkan Dewi ke orang-orang kaya. Dewi bukan dagangan pak! Lagian yah kita ini sudah bahagia, kita sudah di kasih rejeki, sudah di kasih tubuh yang utuh, di kasih tempat bernaung, Bapak jangan serakah!!"
Bapak terlihat marah dada nya naik turun,di kasih tahu orang tua malah ceramah,sudah terserah kamu,"Bapak melempar ubi yang sedang di makan nya ke lantai,Bapak meninggalkan Dewi dan pergi kekeluar rumah sambil menggerutu.
Dewi hanya bisa menghela nafas panjang melihat kepergian bapak nya,Dewi menghampiri Emak di dapur.
" Ma,Dewi pergi dulu,Dewi mau ke tempat nya nek Ipah mudah mudahan ia ada di rumah."
" Pagi buta begini neng? Apa tidak sebaiknya nanti saja agak siangan! Masa bertamu pagi buta begini."
" Kalau siang Nek Ipah suka enggak ada Mak."
" Apa kamu mau menanyakan tentang Azam?"
" Iya Mak! Dewi hanya penasaran, kenapa kang Azam bisa berubah secepat itu, dan tidak ingat Dewi sama sekali." Dewi menunduk wajah nya terlihat sedih.
Emak menatap prihatin." ya sudah sana, tapi kalau udah selesai cepat balik yah. Bantuin Emak di ladang."
" Iya Mak!" Dewi mengeluarkan sepeda nya ia pergi ke tempat Nek Ipah. Sebelum ke rumah Nek Ipah Dewi mampir ke rumah kang Azam. Dewi menatap kang Azam dari kejauhan yang sedang mematikan lampu teplok di luar.
Dewi lama menatap ke arah kang Azam. kerinduan nya begitu besar ia hanya bisa menatap nya dari jauh, Dewi segera pergi dari situ sebelum Kang Azam melihat nya.
Dewi sampai di tempat Nek Ipah. Di lihat nya Akhmad sedang mengeluarkan tanaman rempah-rempah untuk di jemur, melihat Dewi datang Akhmad bergegas menghampiri nya dan menyalaminya.
" Teh Dewi tumben ke sini, cari nenek ya teh?"
" Kok Akhmad tahu!!"
"Tahulah teh! Masa teh Dewi ke sini nyariin Akhmad." Akhmad tertawa cengengesan.
" Bisa aja kamu! Nek Ipah ada?"
" Ada teh, masuk aja." Akhmad kembali meneruskan pekerjaan nya.
Dewi masuk ke rumah Nek Ipah, di dalam Nek Ipah sedang meracik obat-obatan. Melihat Dewi datang Nek Ipah tersenyum dan dengan isyarat tangan nya menyuruh Dewi duduk.
"Assalamu'alaikum Nek." Dewi menyalami Nek Ipah dan duduk di samping nya.
" Waalaikum salam, ada apa wi? Tumben mau mengunjungi nenek?"Nek Ipah menatap wajah Dewi yang tertunduk di samping nya.
"Kang Azam Nek,"Dewi tidak bisa meneruskan ucapannya air mata nya jatuh membasahi pipi.
"Hehhh! Masalah anak muda mah tidak ada lagi,pasti urusan asmara,kenapa dengan Azam Neng?"
Dewi mengusap airmata nya."Kang Azam ninggalin Dewi,ia sekarang sama Sari bahkan seperti tidak kenal sama Dewi."
Nek Ipah terdiam ia melihat ke arah Dewi,"kamu punya foto nya?"
"Ada Nek,Kang Azam pernah memberikan pada Dewi." Dewi mengeluarkan foto Kang Azam, di berikan foto hitam putih pada Nek Ipah.
Nek Ipah melihat foto Azam sambil mulut nya komat kamit. Kemudian ia melihat ke arah Dewi."Dia di pelet,dan peletnya bukan sembarang pelet,tapi ini masih bisa di sembuhkan."
Dewi terkejut,berarti apa yang Kang Jejen katakan itu benar?" Dewi bergumam sendiri.
Nek Ipah kemudian masuk,ia kembali membawa air di botol kemudian diberikan pada Dewi." Minum kan ini pada nya dan berhati-hati lah hidup kalian dalam bahaya!"
"Maksud nya Nek?"Dewi terkejut mendengar perkataan Nek Ipah.
"Sudah lah,sekarang pulang, kalau ada apa-apa kamu kesini saja!"
"Iya Nek,makasih Nek,"Dewi menyalami Nek Ipah kemudian pamit pulang.
Sepanjang jalan pikiran Dewi kemana mana,ia bingung cara memberi kan air dari Nek Ipah pada Kang Azam.