"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Memulai Hidup Baru
Dipeluknya tubuh kakaknya itu, guna memastikan apakah penglihatannya ini benar atau mimpinya saja. Kakaknya yang dia tahu sudah meninggal 1 Minggu yang lalu, kini berada dihadapannya dalam keadaan baik-baik saja tanpa kurang suatu apapun.
Hangat, Hilman bisa merasakan suhu tubuh Indira saat memeluknya. Dia masih tidak percaya bahwa kakaknya masih hidup. Bagaimana mungkin ini terjadi? Karena seminggu yang lalu, mayat Indira dan pria yang katanya adalah selingkuhannya ditemukan terbakar dalam sebuah mobil, lengkap dengan barang-barangnya juga.
Setelah mendengar cerita dari Hilman, Indira jadi beranggapan bahwa semua ini adalah rencana dari si pria gondrong untuk menolongnya. Pria yang bahkan sampai sekarang tidak dia ketahui namanya. Tapi Indira tahu, bawa pria itu adalah pria yang baik.
"Selama 6 hari, kakak kamu tidak sadarkan diri. Dan hari ini dia baru siuman, dia langsung meminta saya untuk mengantarnya kemari," ucap pria yang menolong Indira itu pada Hilman.
Hilman memegang kedua tangan pria itu.."Terimakasih pak! Terimakasih bapak baik, karena sudah menolong kakak saya."
"Nama saya Dikta." Dikta memperkenalkan namanya pada Hilman.
"Terimakasih pak Dikta."
Dikta tersenyum pada Hilman dan Indira. Tak hentinya kedua Kakak adik itu berterima kasih kepada Dikta atas semua pertolongannya.
"Lalu, sekarang apa yang akan kalian lakukan? Semua orang mengira kalau kamu sudah mati, Indira."
Perkataan Dikta sontak saja membuat Indira berpikir keras.
"Kamu masih mau kembali pada suami kamu yang sudah menikah lagi dengan wanita lain?" tanya Dikta lagi yang membuat hati Indira nyeri, mengingat fakta suaminya sudah menikah lagi.
"Tidak! Kakak saya tidak akan kembali lagi sama pria itu," ucap Hilman yang menjawab dengan emosi. Dia tidak mau kakaknya kembali lagi dengan Juno.
"Iya, kakak nggak akan kembali lagi pada Mas Juno. Karena kakak akan memulai hidup baru, sama kamu dan calon keponakan kamu," ucap Indira sambil menahan air mata dan kepedihan dalam hatinya. Wanita itu memegang perutnya yang masih datar.
Hilman terkejut mendengar kata calon keponakan yang dikatakan oleh Indira. "Apa maksud kakak? Kakak lagi hamil?"
"Iya Man, kakak sedang hamil."
"Kenapa kak? Kenapa kakak harus hamil anak si b*jing*n itu kak?" sentak Hilman yang tidak terima dengan kehamilan Indira. Kenapa juga Indira harus hamil anak Juno?
"Hilman, tolong jangan menyalahkan Kakak kamu ataupun kehadiran bayi yang ada di dalam kandungan. Karena ini juga bukan kehendak kakak kamu, ini sudah takdir dari Tuhan," ucap Dikta menasehati. Pria yang memakai kalung salib itu, tidak mau Indira disalahkan oleh Hilman. Keberadaan bayi itu sudah takdir dari yang kuasa.
"Bapak benar." Hilman menundukkan kepalanya, dia membenarkan perkataan Dikta.
"Kak, maafin Hilman. Maaf udah nyalahin kakak," ucap Hilman pada sang kakak sambil berurai air mata.
"Nggak apa-apa, Man." Indira tersenyum lembut, dia mengusap pipi adiknya dengan penuh kasih sayang.
"Terus sekarang kita harus bagaimana kak? Kakak nggak akan kembali sama kak Juno kan?"
"Karena bagi dia dan bagi semua orang Kakak udah mati. Ya udah, biarkan saja semuanya berpikir seperti itu. Kita akan mulai kehidupan di tempat yang baru. Kamu mau kan?" tanya Indira kepada sang adik, dengan senyuman getir mengandung kepedihan dan lukanya.
"Aku mau kak, ayo kita mulai hidup baru."
"Dan kalau kalian mau, saya akan membantu kalian."
Dikta yang merasa kasihan dengan Hilman dan Indira, menawarkan bantuan kepada mereka berdua untuk memulai hidup yang baru. Setelah berbicara ini dan itu, akhirnya Indira dan Hilman setuju untuk pindah ke luar negeri bersama dengan Dikta, sekalian Indira juga akan mengenyam pendidikannya yang belum usai. Hilman juga yang baru kelas 2 SMA, bisa melanjutkan pendidikannya di sana.
Mungkin dengan seperti ini, hati Indira yang terluka bisa pulih. Karena memang ini yang diinginkan oleh Juno, menjauh dari Indira. Tapi, Indira tidak pergi membawa dirinya sendiri, melainkan membawa juga benih yang ada di dalam kandungannya. Benih dari suaminya yang saat ini sedang meneguk kebahagiaan bersama Sheila, yang status sebenarnya adalah istri kedua Juno.
****
Malam itu, malam pertama Juno dan Sheila. Mereka menginap di sebuah kamar hotel paling mewah, khusus untuk pasangan yang berbulan madu. Sheila begitu bahagia dengan semua yang sudah disiapkan oleh Juno untuknya.
"Sayang, aku bahagia sekali. Akhirnya kita bisa bersama dan aku adalah istri kamu satu-satunya," ucap Sheila sembari memeluk pria yang saat ini sudah berstatus sebagai suaminya.
"Iya sayang, aku juga bahagia. Karena akhirnya kita bisa bersatu juga," ucap Juno yang membalas pelukan Sheila dengan kecupan di keningnya. Betapa Juno sangat mencintai Sheila dari dulu, bahkan sampai sekarang pun perasaannya masih tetap sama.
"Aku mencintaimu Juno."
"Aku juga Sheila."
Mereka pun melewatkan malam panas di kamar itu, kamar yang semula rapi dan tertata kini menjadi berantakan karena ulah mereka berdua. Juno amat bahagia bersama Sheila, tanpa memikirkan perasaan Indira sama sekali. Dia bahkan tidak peduli Indira sudah mati sekali pun, karena dia memang tidak memiliki perasaan apapun terhadap istrinya.
****
5,5 tahun kemudian...
Disebuah negara dengan singa sebagai lambangnya, disinilah Indira berada selama ini dan memulai hidup barunya bersama dengan adik dan anaknya. Banyak hal yang sudah berubah dari Indira, tapi hanya satu hal yang belum berubah. Indira masihlah seorang diri, sampai saat ini.
"Devan! Cepetan nak, nanti telat ke sekolahnya," ujar Indira sambil menyimpan buku ke dalam tas gendong dengan gambar robot didepannya.
"Iya Bunda, bental!" sahut seorang anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun, berparas tampan, dan sayangnya dia sama sekali tidak ada kemiripan dengan ibunya. Dialah putra Indira, Devano namanya.
****
penyesalan mu lagi otw juno