keinginannya untuk tidak masuk pesantren malah membuatnya terjebak begitu dalam dengan pesantren.
Namanya Mazaya Farha Kaina, biasa dipanggil Aza, anak dari seorang ustad. orang tuanya berniat mengirimnya ke pesantren milik sang kakek.
karena tidak tertarik masuk pesantren, ia memutuskan untuk kabur, tapi malah mempertemukannya dengan Gus Zidan dan membuatnya terjebak ke dalam pesantren karena sebuah pernikahan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Ijin keluarga
Aza berjalan dengan langkah berat, menggerutu tak henti-hentinya. Ia benar-benar kesal dengan hukuman yang diberikan padanya. Seumur- umur ia tidak pernah memegang bambu untuk membuat kerajinan, meskipun tinggal di kabupaten yang banyak pohon bambu. Di rumahnya, pohon-pohon bambu tumbuh subur, tetapi Aza sama sekali tidak pernah tertarik untuk mengolahnya, apalagi belajar menganyam.
"Apa-apaan ini, hukuman lima keranjang bambu? Mana mungkin bisa selesai dalam seminggu... Agh!" gerutunya dengan suara yang cukup lantang.
Tanpa ia sadari, di depannya ada Gus Zidan yang baru saja keluar dari salah satu ruangan di pesantren. Ia menghentikan langkahnya dan memandangi Aza yang terlihat sangat kesal.
“Ada apa ini? Kenapa tampak seperti sedang berperang sendiri?” tanya Gus Zidan dengan nada datar, tapi ada sedikit senyum di bibirnya.
Aza terkejut mendengar suaranya. Ia menoleh cepat, dan mendapati Gus Zidan berdiri di sana, menatapnya dengan pandangan penuh tanya. Dengan kesal, Aza mendengus. "Mau tahu aja atau mau tahu banget!?" ucap Aza kesal.
"Ya sudah." ucap Gus sambil hendak berlalu tapi dengan cepat Aza mencegahnya.
"Tunggu!" ucap Aza membuat Gus Zidan tersenyum tipis dan menghentikan langkahnya.
"Gus, masa saya dihukum buat lima keranjang bambu dalam seminggu? Seumur hidup saya tidak pernah pegang bambu, apalagi bikin keranjang!" Aza menyilangkan tangan di depan dadanya, jelas sekali rasa frustrasinya.
Gus Zidan tersenyum tipis, menahan tawa. "Oh, jadi itu yang bikin kamu ngegrundel dari tadi?"
Aza mengangguk keras. "Ya! Ini bukan hukuman yang adil. Parah tuh yang laporin, dan para pengurus langsung percaya aja, main kasih hukuman ini. Padahal aku cuma tidur di kelas dan keluar pesantren waktu itu juga sama kamu." adu Aza berharap Gus Zidan akan membelanya.
Gus Zidan menghela napas panjang, berusaha menahan diri untuk tidak menambah kerumitan suasana. "Aza, hukuman itu bagian dari proses disiplin. Kamu tahu aturan pesantren ini ketat."
"Maksudnya, aku harus terima begitu saja?!" keluh Aza kesal.
"Ya mau bagaimana lagi. Itu sudah menjadi aturan pesantren, apa perlu aku katakan sama semua pengurus jika waktu itu kamu perginya sama aku?" tanya Gus Zidan sedikit menggoda.
"Jangan!" dengan cepat Aza menolaknya,
"Kenapa?"
Aza mendengus, "Jangan cari gara-gara deh."
"Ya mau bagaimana lagi, aku kan harus membela istriku." goda gus Zidan.
"Husssttttt!!!" Aza langsung meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, "Astaghfirullah hal azim, kamu sengaja ya pengen ketahuan!?"
"Nggak sih,Tapi kalau kamu mau terima hukumannya nggak pa pa, soal keranjang bambu... mungkin itu cara mereka mengajarkan kesabaran dan ketekunan."
Aza memutar bola matanya. "Ketekunan? Lebih seperti penyiksaan! Aku bahkan nggak bisa membayangkan mulai dari mana."
Gus Zidan melirik Aza sebentar, lalu berkata, "Kamu bisa belajar, kan? Ada banyak orang di sini yang bisa bantu kamu. Atau... kalau kamu mau, aku bisa coba ajari sedikit."
Aza terdiam sejenak, menatap Gus Zidan dengan sedikit curiga. "Serius, Gus? Kamu bisa buat keranjang bambu?"
Gus Zidan tersenyum, matanya sedikit berkilat. "Ya, waktu kecil aku juga pernah diajar. Lagipula, ini kan pesantren. Semua santri pernah belajar keterampilan ini. Kalau kamu mau, aku bisa bantu kamu di sela-sela waktu mengajar."
Aza tampak ragu, tapi kemudian mengangguk pelan. “Baiklah, kalau itu bisa membuat pekerjaan ini sedikit lebih mudah... Tapi Gus, jangan bilang siapa-siapa, ya. Aku nggak mau orang-orang di sini tahu kalau kita... ya, kamu tahu maksud ku.”
Gus Zidan tersenyum lembut. “Tenang saja. Aku cukup bisa menjaga rahasia.”
Aza hanya menghela napas panjang dan mengangguk lagi. Meskipun masih kesal, setidaknya sekarang dia tahu bahwa ada seseorang yang bisa membantu, dan itu membuat sedikit beban di pundaknya berkurang. "Ya sudah, aku ke kamar dulu, Gus."
"Baik. Nanti malam kita lihat-lihat workshop-nya," jawab Gus Zidan, sebelum berjalan pergi meninggalkan Aza yang kini sedikit lebih tenang.
Dia yang ngajarin pamitan, eh sekarang dia yang malah nylonong sendiri ...., batin Aza, namun di dalam hati, Aza masih tidak percaya bahwa ia akan membuat lima keranjang dalam seminggu.
***
Malam itu, setelah sholat Isya', Aza sedang bergegas kembali ke kamarnya ketika tiba-tiba salah satu pendamping santri menghampirinya. Wajah pendamping itu tampak serius, membuat Aza sedikit tegang.
“Aza, ada telpon dari keluargamu. Mereka sudah menghubungi pengurus pesantren dan memberimu izin pulang malam ini. Katanya ada urusan keluarga yang penting,” ucap pendamping itu dengan nada tenang.
Aza terdiam sejenak, jelas terlihat kaget. "Urusan keluarga?" gumamnya pelan, mencoba memproses informasi itu.
Masak ayah sih? Atau paman? bunda? nggak mungkin deh ...., batin Aza memberi jawaban pada pertanyaannya sendiri.
Sejak kapan keluarganya memberi kabar tanpa melalui dirinya terlebih dahulu? Tapi kemudian, ia teringat pembicaraannya siang tadi dengan Gus Zidan. Sebuah pikiran tiba-tiba muncul di benaknya. "Mungkin ini ulah Gus Zidan... pasti dia yang mengatur ini," pikirnya sambil mengerutkan kening.
Aza menghela napas dalam-dalam, lalu tersenyum tipis pada pendamping santri tersebut.
“Baik, Mbak. Saya akan bersiap,” katanya dengan tenang, meskipun dalam hati ia merasa campur aduk.
"Mau ke mana Za?" tanya Laila yang melihat Aza hendak keluar kamar dengan membawa tas punggungnya.
"Nggak tahu, katanya di jemput sama keluarga." jawab Aza santai.
"Berapa hari?" tanya Rahma penasaran.
"Kalau dari tulisannya kayaknya cuma sehari, besok sore kembali."
"Kan rumah kamu jauh, Blitar loh?" Nisa yang punya nenek di Blitar pun cukup faham dengan Blitar.
"Nggak tahu, kayaknya bukan pulang ke Blitar."
"Hati-hati loh Za, sekarang banyak penipuan. Jangan-jangan yang jemput bukan keluargamu." Laila memperingatkan.
"Nggak pa pa, mau aku bikin prekedel kalau mau macam-macam sama aku." ucap Aza sok berani.
Setelah berpamitan pada teman-temannya dengan alasan yang tidak begitu jelas, Aza segera keluar dari kamarnya.
Di balik kebingunngannya, ada sedikit rasa penasaran yang menggerayangi hatinya.
"Kalau iya ini Gus Zidan, dia pasti punya alasan untuk ini," pikirnya sambil menjinjing tas kecilnya.
Beberapa saat kemudian, Aza sudah di gerbang pesantren, dan seperti yang ia duga, sebuah mobil sudah menunggu di depan. Jantungnya berdebar-debar saat ia melihat siapa yang berada di belakang kemudi. Benar saja, Gus Zidan duduk di sana dengan wajah tenangnya.
Aza membuka pintu mobil dan langsung duduk di kursi depan tanpa banyak basa-basi. “Jadi, urusan keluarga ya, apa Gus?” tanyanya dengan nada sedikit menggoda, mencoba menyembunyikan kegugupan yang terselip.
Gus Zidan tersenyum samar, melirik Aza sekilas. “Ya, urusan keluarga kita,” jawabnya dengan nada setengah bercanda.
Aza memutar bola matanya, tapi tak bisa menahan senyum tipis yang muncul di bibirnya. “Kenapa nggak bilang dari tadi kalau Gus Zidan sih yang bakal jemput? Aku hampir nggak percaya tadi.”
Gus Zidan tertawa kecil. “Aku nggak mau membuat kamu deg-degan duluan. Lagipula, ini salah satu cara supaya kita bisa ketemu lebih sering, kan?”
Aza hanya mendengus pelan, tapi hatinya sedikit melunak. "Jangan macam-macam ya. Aku masih di bawah umur loh...," ucap Aza.
Mobil pun melaju perlahan, meninggalkan pesantren di malam yang tenang itu.
Bersambung
Happy reading
emak nya Farah siapa ya...🤔...
aku lupa🤦🏻♀️
yang sebelm nya ku baca ber ulang²....
hidayah lewat mz agus🤣🤣🤣🤣🤣🤣....
eh.... slah🤭.... mz Gus....😂😂😂
100 dst siapa ikut😂😂😂😂
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....