Siapa sangka, Vanya gadis cantik yang terlihat ceria itu harus berjuang melawan penyakitnya. Dokter mengatakan jika Vanya menderita penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) yang terjadi akibat gangguan pada saraf motoriknya.
Segala pengobatan telah di upayakan oleh keluarganya, namun belum ada cara untuk bisa mengobati penyakit yang di derita Vanya. Ia yang sudah ikhlas menghadapi penyakit yang ia derita hanya bisa tersenyum di hadapan keluarganya. Walaupun begitu Vanya tetap melakukan aktivitas seperti gadis lainnya agar keluarganya tak terlalu mengkhawatirkan dirinya.
Siapa sangka pertemuannya dengan seorang pemuda bernama Shaka yang memiliki sikap dingin yang jarang berinteraksi dengan teman-temannya jatuh hati saat pertama kali melihat Vanya. Tanpa ia sadari wanita yang ia sukai sedang berjuang melawan penyakitnya.
Mampukah Shaka menjadi penyemangat Vanya di saat ia mulai down? Yuk nantikan kelanjutannya.
Siquel dari Novel yang berjudul "Cerita Kita"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Eh, enggak kenapa-kenapa. Yuk kita kesana. Sepertinya Zelfa sudah mendapatkan bukunya." Vanya tak mau menceritakan sosok lelaki misterius yang ia jumpai dan sudah dua kali menolongnya. Karena ia merasa tak ada yang perlu di ceritakan.
Sore itu setelah mendapatkan buku, mereka langsung pulang ke rumah masing-masing. Vanya di antarkan oleh si kembar, karena memang mereka yang membawa Vanya pergi sore itu.
Saat tiba di halaman rumah, Zenia dan Zelfa menyempatkan untuk turun menemui ummah Khalisa. Mereka salim kepada wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu. Apalagi memang ummah Khalisa masih muda karena menikah di usia muda. Jika mereka jalan bersama, semua orang pasti percaya-percaya saja jika mereka adik dan kakak.
"Makan malam di sini saja nak. Tante masak banyak loh." Ummah Khalisa memang begitu baik kepada teman anak-anaknya. Apalagi si kembar sudah seperti anaknya sendiri. Sewaktu sekolah dulu mereka juga sering bermain di rumah Vanya.
"Tidak usah Tante, sudah mau magrib. Kita juga sudah di tunggu di rumah, kebetulan Zehan di rumah baru saja kembali dari LN." Ya, mereka memang sudah janji untuk berkumpul dan makan malam bersama dengan keluarga.
Saat mereka bercengkrama, Vanka baru saja pulang dari jogging sore itu, hanya mutar di sekeliling kompleks saja. Ia menyalim takzim sang ummah, dan Vanya menyalim kembarannya. Namun dengan si kembar hanya menautkan ke dua tangan saja.
"Assalamualaikum,"
"Wa'akaikumsalam." Si kembar yang memang sepertinya mengagumi Vanka, tak berani menatapnya lebih lama. Mereka menunduk mengalihkan pandangan.
"Kalian baru pulang?" Vanka beralih menatap kembarannya. Namun tak banyak berinteraksi dengan si kembar. Apalagi ia tahu jika si kembar memang paham agama. Hanya saja tak bercadar seperti ibun mereka.
"Iya Anka, kita baru pulang. Anka tahu, ternyata kembaran duo Z sudah pulang. Sekarang bukan duo lagi, tapi triplet. Anya jadi penasaran deh sama sosok kembaran mereka." Vanya berbisik di telinga sang kembaran. Vanka malah menyentil dahi Vanya pelan. Vanya hanya nyengir tanpa rasa bersalah. Jika sang baba mendengar perkataan Vanya yang penasaran dengan sosok lelaki bukan mahramnya, sudah pasti baba akan menatapnya dengan tatapan intimidasi meminta penjelasan.
Kelakuan mereka berdua yang berbisik membuat ke tiga wanita di dekat mereka menatap heran. Namun ummah Khalisa yang sudah tahu kelakukan dua anaknya hanya bisa geleng kepala.
Vanka juga terlihat lembut kepada saudaranya. Bahkan ia mengusap kepala Vanya penuh kasih sayang setelah melihat senyuman manis sang kembaran yang menampakkan giginya. Huh, si kembar Zenia dan Zelfa menjadi semakin mengagumi kembaran sahabat mereka. Namun di antara mereka tak ada yang tahu, jika mereka sama-sama mengagumi lelaki yang sama.
"Em, ummah, Khalisa, Aa, Kami langsung pulang saja ya. Sebentar lagi magrib." Si kembar Zenia Zelfa langsung meninggalkan kediaman ummah Khalisa setelah berpamitan.
Ummah Khalisa membawa ke dua anaknya memasuki rumah. Ia di gandeng oleh ke dua anaknya di sisi kanan dan kirinya. Mengobrol dan tertawa menceritakan hal-hal lucu yang di alami oleh Anka siang itu, di mana ia tiba-tiba di gandeng oleh seorang waria saat membelikan cemilan ke sukaan sang kembaran.
"Terimakasih Anka, maaf yah. Jadinya Anka sampai di gandeng sama seorang lelaki jadi-jadian. Pasti lucu, hihi."
"Lihat tuh ummah, bukannya prihatin sama kembaran sendiri, malah di tertawakan. Padahal kn Anka apes karena membelikan cemilan untuk Anya."
Ummah Khalisa terkekeh melihat drama yang di buat oleh ke dua anaknya. Vanya langsung melepas gandengan sang ummah dan beralih ke sisi sang kembaran. Ia menggandeng Vanka dan menyenderkan kepalanya di lengan sang kembaran. Apalagi Vanka itu jauh lebih tinggi daripada dirinya, sehingga iahanya sebatas bahu saja.
"Iya deh, maaf ya Anka. Terimakasih cemilannya. Jangan kapok ya belikan Anya makanan ke sukaan Anya." Poppy eyes yang di buat oleh Anya terlihat menggemaskan. Vanka mana bisa marah betulan dengan sang kembaran. Ia malah merangkul bahu Vanya dan mengusap kepala sang kembaran, namun sebelah tangannya masih menggandeng sang ummah.
......................
"Shaka, kamu benaran lebih memilih kerja di cafe itu dari pada membantu kakek kamu? Apa kamu masih marah dengan kakek karena mau kakek jodohkan dengan cucu teman kakek?" Selepas magrib, Shaka bersama kakeknya makan malam bersama di meja makan. Obrolan mereka terlihat santai walaupun di tengah wajah serius sang kakek.
Shaka masih meneruskan kunyahan. Setelah makanan di mulutnya habis, Shaka meminum air yang ada di gelas itu hingga tandas dan mengelap bibirnya dengan tisu. Barulah ia mengambil nafas untuk menjawab pertanyaan sang kakek.
"Kek, kakek tahu Shaka tidak mau di jodohkan, Shaka masih kuliah kek. Jadi kakek seharusnya paham. Lagian Shaka nyaman kok kerja cafe. Shaka akan terus bekerja di sana sampai kakek memutuskan untuk tidak melanjutkan perjodohan. Lagian kakek bilang keluarga dari wanita yang mau kakek jodohkan dengan Shaka belum tentu setuju bukan? Ya sudah biarkan semuanya seperti ini dulu. Jika waktunya Shaka harus menikah, maka Shaka akan menikah kek."
Sang kakek hanya menghela nafas. Cucunya yang satu ini memang agak keras kepala. Jika tidak, maka jawabannya tidak. Shaka memang tidak bisa di paksa sejak ia kecil. Namun kakeknya Shaka tak akan berhenti membujuk cucunya itu membantu ia mengelola bisnisnya.
Mereka kembali melanjutkan makan. Walaupun Shaka sedikit keras kepala, Shaka tetap menghormati kakeknya. Mereka makan dengan diam hingga makanan yang ada di piring mereka habis tak bersisa. Shaka yang memang sudah lelah beraktivitas seharian ini langsung meninggalkan meja makan setelah berpamitan dengan sang kakek.
Kembali ke kediaman si kembar. Mereka tengah mengobrol ringan di ruang keluarga. Tawa mereka terdengar menghiasi ruangan tersebut.
"Nak, apa sejauh ini Anya baik-baik saja selama di kampus sayang?" Vanya menatap sang baba, ia tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Ia memang merasa sudah baik-baik saja. Vanya harap penyakitnya benar-benar tak akan kembali dalam waktu dekat, walaupun ia tahu jika suatu saat penyakit itu akan kembali menyapa dirinya seperti yang di katakan oleh dokter.
Baba Daffa dan ummah Khalisa lega mendengar perkataan putrinya. Mereka harap Vanya memang benar-benar sembuh kali ini. Mereka tak tega melihat Vanya harus terbaring di rumah sakit dalam waktu yang lama. Walaupun ia harus keluar masuk rumah sakit.
"Ummah, baba, besok Vanya sudah mulai belajar seperti biasa. Vanya senang deh akhirnya bisa menjadi mahasiswi. Sepertinya akan seru. Do'akan selalu Anya ya ummah, baba, Anka. Vanya harap Vanya bisa menyelesaikan kuliah Anya tanpa ada masalah ke depannya."
Semua yang ada di dekat Vanya mengaminkan doa Vanya. Mereka juga berharap seperti itu. Malam itu berakhir dengan tenang setelah obrolan ringan mereka. Satu persatu anggota keluarga meninggalkan ruangan memasuki kamar masing-masing. Baba Daffa yang sampai saat ini masih bucin dengan istrinya menggandeng mesra sang istri memasuki kamar mereka meninggalkan dua anak mereka. Sepertinya kebucinan baba Daffa terhadap ummah Khalisa juga belajar dari almarhum dan Oma anak mereka. Dimana sewaktu almarhum opa Taqa masih hidup, beliau selalu memperlihatkan cintanya kepada snag istri, memperlakukan Oma Balqis dengan lembut dan turun ke mereka. Bahkan kelembutan mereka turun juga ke anak mereka.
......................
...To Be Continued...
kalau shaka anak siapa ya thor?