Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 - Bantu Aku
"Kakak sadar kita siapa? Yang seperti tadi adalah hal terlarang dalam hubungan saudara!!" ketus Zoya dengan tatapan tajamnya, tidak peduli dengan pertanyaan Zayyan sebelumnya karena saat ini yang jelas dia memang marah.
"Saudara tiri, jangan lupakan itu," bisik Zayyan begitu dekat seolah enggan berjarak, Zoya mengalihkan pandangan dan berusaha tidak mendengarkan ucapan sang Kakak.
"Zoy," panggil Zayyan setelah beberapa menit terdiam, dia paham adiknya marah tapi akan tetap dia usik hingga benar-benar meradang.
"Kenapa lagi?"
"Buat anak mau? Aku ingin menolak perjodohan Papa, tapi tidak punya caranya." Frontal sekali, seakan Zoya adalah wanitanya.
"Gilla ya? Kakak minum obat dulu sana!!" Zoya mendelik dan kembali menutupi bagian dadanya seketika. Makin kesini, kakaknya semakin cabbul.
"Hahaha kenapa ditutup? Aku bahkan sudah melihat semuanya, santai saja."
Benar saja dugaan Zoya, sang kakak pasti melakukan hal aneh padanya malam itu. Walau tidak diapa-apakan, setidaknya dia lihat karena memang seluruh pakaiannya diganti malam itu, dan tentu saja Zayyan yang melakukannya.
PLAK
Spontan sebenarnya, Zoya mendaratkan telapak tangan di kening Zayyan. Demi apapun dia tidak sengaja, bukan maksud kasar tapi memang dia sedikit terkejut dengan ucapan sang kakak.
"Benar kan, Kakak mel3cehkanku malam itu?!!"
"Hanya sedikit, cuma memastikan bentuknya saja ... tidak kusangka adik kecilku sudah sedewasa itu ternyata," ucapnya santai dan sukses membuat Azoya emosi luar biasa.
"Zayyan!!!" pekik Zoya seraya mendaratkan bantal ke wajahnya lantaran sudah berpikir macam-macam, kemungkinan besar Zayyan melakukan hal gila meski tidak merenggut makhkotanya.
"Awww, cuma cicip sedikit, Zoya!! Tidak sampai masuk, sungguh."
Jawabannya masih terlihat biasa saja, tanpa dosa diiringi gelak tawa dan bahkan dia lupa jika Alexander tengah sekarat di rumah sakit. Mungkin terlalu gila lantaran rencana perjodohan itu membuat Zayyan tidak mampu menjaga mulutnya.
"Keluarlah, sebelum aku benar-benar marah."
"Bisa marah? Coba bagaimana marahnya?"
Sudah memasang wajah segarang mungkin, wajah Zoya sudah memerah lantaran amarah dan Zayyan terlihat santai bahkan enggan bangun dari tempat tidur adiknya. "Keluar, Kak!! Aku mau pakai baju," sentak Zoya menggema, bukannya bangun pria itu justru tertawa sumbang seraya memandangi wajah kesal adiknya.
"Lalu kenapa? Minta bantuan? Kan bisa pakai sendiri," ucapnya santai kemudian melemparkan pakaian Zoya yang ada di sampingnya.
"Tutup matamu!!"
"Hm, aku tutup ... gantilah," titah Zayyan kemudian memejamkan matanya, pria itu tersenyum simpul seraya menunggu adiknya mengganti baju dengan kecepatan super.
Beberapa saat Zayyan menunggu, pria itu membuka mata sebelum perintah. Hingga, tubuh Zoya yang kini membelakanginya kembali membuat pria itu menelan saliva. Jarak mereka sudah cukup jauh, Zoya mengganti pakaiannya di sudut kamar. Hanya saja, mata tajam Zayyan tidak dapat dibohongi, punggung polos Azoya membuat jiwa lelakinya yang sejak tadi sudah terbangun kian terjaga sejaga-jaganya.
"Tenang, Zayyan ... jangan gila, dia tidak menggodamu kenapa kau tergoda." Zayyan menekan sesuatu yang kini menyembul di balik celananya, pria itu kembali memejamkan mata dan berusaha mengatur napasnya.
"Sudah."
Suara lembut Zoya kini terdengar dan membuat pria itu duduk di tepian ranjang. Adiknya sudah mengenakan pakaian, bahkan longgar dan itu tetap membuat jiwa Zayyan bergejolak. Hingga, dia yang tidak lagi bisa menahan hassratnya segera menarik Zoya ke kamar mandi.
"Kak!! Mau apa?"
"Bantu aku, Zoya ... kepalaku bisa sakit," lirihnya menenggelamkan wajah di ceruk leher Zoya yang kini tengah pasrah dengan tubuhnya membentur dinding.
"Ba-bantu apa? Masuk angin atau kenapa?" tanya Zoya panik dan menahan tubuh Zayyan yang membuatnya sedikit sesak napas.
"Cukup diam, aku akan melakukannya sendiri tapi temani," bisiknya dengan suara berat, dia hanya butuh Zoya berada di sisinya dan tidak perlu menyentuhnya sedikitpun untuk membantu Zayyan menuntaskan sesaknya.
Zoya terdiam dan sontak matanya sontak membulat sempurna kala Zayyan hendak membuka ritsletingnya, dia yang gugup menggeleng dan berusaha mendorong tubuh pria itu. Zayyan semakin tidak sehat lagi di matanya, "Jangan lakukan itu, Kak. Aku tidak mau!!"
"Cukup lihat wajahku, Zoya. Aku tidak akan melakukan hal gila yang kamu pikirkan," ucap Zayyan lembut, dia mulai mencari kesenangan sembari menatap wajah Zoya yang kini berusaha tenang walau sebenarnya tengah dipeluk ketakutan luar biasa.
Zayyan dan Zoya terbiasa bersama sejak lama, jika ada Zayyan maka disitu juga pasti ada Zoya. Akan tetapi, untuk pertama kalinya Zoya menemani pria ini melakukan hal yang sama sekali tidak pernah dia duga, dengan perasaan was-was takut diterkam Zoya hanya menyeka keringat Zayyan yang bercucuran di keningnya.
.
.
.
Sebelum malam kian larut, Zayyan mengantar Zoya ke rumah sakit. Pria itu terlihat biasa saja seolah tidak ada hal yang terjadi sebelumnya di antara mereka, sementara Zoya hanya berusaha terlihat biasa. Karena jika sampai dia memperlihatkan kegugupannya, bisa jadi Zayyan salah mengartikan.
"Kakak pulang?"
"Hm, aku tidak diizinkan Mama masuk ... Menyebalkan sekali mamamu itu," gerutu Zayyan menatap kesal ke luar sana.
Zayyan pikir hanya sekadar ucapan, akan tetapi hal itu benar-benar jadi ancaman dan Zayyan tidak diperbolehkan menemui Alexander jika belum bersedia menerima perjodohan dengan salah satu rekan bisnis terkaya yang berasal dari negeri jiran itu.
"Tidak mau coba? Biasanya jam segini hanya Agatha yang jaga," ungkap Zoya namun sama sekali tidak tertarik, dia berpikir Alexander juga sama menyebalkan dan sakitnya ini hanya dibuat-buat.
"Tidak, kamu masuklah."
Zoya tersenyum simpul, dia beranjak turun namun sesaat kemudian Zayyan menahan pergelangan tangannya. "Besok kamu pulang lagi, 'kan?"
"Kenapa memangnya?" tanya Zoya menajamkan matanya, jangan sampai Zayyan berpikir untuk kembali melakukan hal yang sama seperti tadi.
"Tanya saja, sudah sana masuklah ... nanti terlalu lama Mama marah," ungkapnya kemudian, padahal penyebab Zoya lama adalah dirinya sendiri yang meminta ditemani sampai selesai makan malam dan lainnya.
Apa aku nikahi paksa saja ya dia, Zoya penurut ... Paling marah sebentar, setelah itu dia baik lagi.
Zayyan membantin menatap sang adik yang kini melangkah kian jauh dari pandangannya. Ikatan pernikahan antara kedua orangtua mereka membuat Zayyan tidak bisa asal mengambil tindakan. Akan tetapi, wanita manapun tidak bisa membuatnya bergetar sebagaimana ketika berada di sisi Zoya.
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken