Meidina ayana putri, gadis kelas 2 SMA yang selalu membuat kedua orang tuanya pusing karena kenakalannya.
Namun sebuah insiden membuat hidup gadis badung itu berubah total
Bagaimana perjuangan gadis badung itu dalam menjalani takdir hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon requeen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih menghubungi
Setelah kenyang, Aaran melepaskan hisapannya. Nana mengancingkan kembali baju bagian atasnya.
"Kamu makan gih,biar Aaran sama aku " Adit mengambil Aaran dari tangan Nana.
Tanpa menjawab,Nana keluar dari kamar menuju ruang makan.Sebetulnya sejak pulang sekolah Ia memang lapar, namun Nana tidak tega untuk tidak segera menyusui Aaran. Selain itu Nana merasa dadanya sudah mulai mengeras dan terasa penuh dan asinya sudah mulai merembes di bajunya.
"Anak papi udah kenyang mimiknya ya " Adit mendusel-dusel hidungnya dipipi Aaran. Tangan mungil Aaran mencengkram rambut dan telinga Adit, membuat Adit tertawa sambil meringis.
Adit membawa Aaran menuju meja belajar Nana ketika terdengar suara ponsel Nana yang menggelepar-gelepar diatas meja.
Mata Adit membulat ketika melihat panggilan itu dari Dr Teguh, selain itu ada banyak panggilan tak terjawab dari dokter itu.Sepertinya hubungan Dr Teguh dan Nana bukan hanya sekedar ibu pasen dan dokter nya.
"Aaran mana? " tanya bunda sambil mengambil kan makan untuk Nana.
"Sama mas Adit " jawab Nana sambil mulai memasukan satu sendok makan ke mulutnya.
Mas Adit... sebutan itu hanya Nana ucapkan didepan ayah dan bundanya saja.
Bunda duduk didepan Nana, mata bunda menatap lembut pada Nana yang makan dengan lahap. Terlihat jelas jika putri bungsunya itu sangat lapar.
"Neng.. bunda boleh tanya? " tanya bunda hati-hati.
"tanya apa bun? " Nana balik bertanya dengan mulut penuh berisi makanan.
"Siapa Dr Teguh itu? " tanya bunda pelan.
"uhuk.. uhuk.. " Nana langsung tersedak. Bunda cepat-cepat memberikan segelas air sambil menepuk-nepuk punggung Nana. Nana menyusut matanya yang merah dan berair.Tenggorokannya terasa sakit dan panas.
"maaf bunda seharusnya tidak ngajak kamu ngobrol " lirih bunda
"gapapa bun. . tadi bunda nanya Dr Teguh ya? " tanya Nana. bunda mengangguk
"Dia itu kakaknya temen aku bun, Aaran kalau imunisasi juga sama dia " jawab Nana
"maksud bunda, apa kalian ada hubungan yang special ? " tanya bunda menyelidik.
Nana diam, jika saja Adit tidak datang dan memaksa menikah, pasti hubungannya dengan dr Teguh bukan hanya hubungan pasen dan dokternya. Karena beberapa kali dokter Teguh mengutarakan keinginannya untuk menjadi ayah Aaran, namun Nana masih ragu untuk menerimanya.
"tidak ada hubungan apa-apa bun " jawab Nana menunduk.
Bunda menyentuh tangan Nana lembut. Wanita itu tau apa yang putrinya rasakan.Walaupun dulu bandel, numun Nana tidak pandai berbohong.
"syukurlah kalau begitu, bunda cuma mengingatkan kalau sekarang itu kamu sudah menjadi seorang istri. Jadi tolong pahami apa tugas dan kewajiban seorang istri " Ada penekanan dalam nasehat bunda, membuat Nana menelan ludah getir.
Tugas dan kewajiban seorang istri? apa itu termasuk urusan ranjang? Rasanya itu terlalu berat untuk Nana. Ia belum siap melakukan tugas dan kewajiban sebagai istri yang sesungguhnya. Untuk sekedar bertegur sapa dengan Adit saja Nana masih enggan.
"belajar jadi istri yang baik ya neng! " bunda mencium pucuk kepala Nana. Gadis itu mengangguk dengan mata sedikit berkabut.
Tanpa mereka sadari, Adit yang kebetulan keluar dari kamar sambil menggendong Aaran tidak sengaja mendengar obrolan ibu dan anak itu.
Hati Adit trenyuh. Nana terlalu kecil untuk mengemban tugas sebagai ibu sekaligus istrinya.Jadi wajar jika Nana belum siap secara mental.Sepertinya Adit harus lebih sabar menghadapi gadis itu.
Malam menjelang, Nana terlihat sibuk dengan buku pelajarannya.Sepertinya Nana mempunyai banyak tugas yang harus dikerjakan, terlihat dari buku-buku yang berserakan diatas meja belajarnya.
Adit sengaja membawa Aaran keruang keluarga agar Nana bisa pokus belajar.Tidak biasanya Aaran masih terjaga, biasanya bocah lucu itu cepat tidur jika sudah dalam gendongan Adit.
Adit terpaksa membawa Aaran ke kamar ketika Aaran mulai rewel, sepertinya bayi itu mulai mengantuk.
"Na, Aaran kasih mimik dulu sepertinya ngantuk! " Adit menepuk-nepuk lembut punggung Aaran.
Nana meninggalkan pekerjaannya kemudian mengambil Aaran dari tangan Adit.
"Aaran ngantuk .. mau ibu kelonin ya? " Nana menidurkan Aaran dikasur, kemudian Ia membuka kancing atas bajunya dan menyusui Aaran dengan posisi berbaring menghadap Aaran.
"Tumben anak ibu susah bobonya, biasanya jam segini sudah bobo " Nana mengajak Aaran berkomunikasi.
Mulut Aaran bergerak menghisap sumber kehidupannya dengan rakus, sedangkan matanya menatap pada Nana. Tangannya menangkup dada Nana seolah takut akan dilepaskan.
Adit naik ke atas kasur. Ia duduk bersila sambil memperhatikan interaksi antara ibu dan anak itu. Nana cepat-cepat menutup dadanya dengan selimut.Tak ingin Adit melihatnya.
"eh mimiknya malah dimainin.. cepet bobo dong neng, tugas ibu belum selesai " keluh Nana.
"Lagi pengen dimanja kali Na " ujar Adit
Benar apa yang Adit bilang, sepertinya Aaran sedang mencari perhatian Nana.
Satu jam kemudian akhirnya Aaran tidur, Nana juga. Gadis itu bahkan tidur tanpa sempat mengancingkan kembali baju bagian atasnya.
Adit mengancingkan kembali baju bagian atas Nana dengan pelan-pelan agar Nana tidak terbangun.
Senyum tipis terukir disudut bibirnya manakala melihat Aaran dan Nana tidur dengan mulut sedikit menganga.
Puas menatap ibu dan anak itu, Adit turun dari ranjang kemudian memeriksa tugas-tugas sekolah Nana yang belum selesai.
Tidak butuh waktu lama tugas-tugas sekolah Nana telah selesai ditangan Adit. Laki-laki itu tampak tersenyum puas.
Bukan hal sulit bagi Adit mengerjakan semua soal hitungan itu, karena Adit adalah lulusan sekolah ternama di luar negri.
Setelah menyelesaikan semua tugas sekolah Nana, Adit pun kembali naik ke atas ranjang dan bergabung bersama anak dan istrinya yang sudah lebih dulu menjemput mimpi.