NovelToon NovelToon
Lelaki Di Persimpangan Mimpi

Lelaki Di Persimpangan Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari dari Pernikahan / Konflik etika / Selingkuh / Penyesalan Suami / Tukar Pasangan
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: She Amoy

Pernikahan Raina dan Riko menjadi kacau karena kehadiran mantan kekasih Raina. Terlebih lagi, Riko yang sangat pencemburu membuat Raina tidak nyaman dan goyah. Riko melakukan apapun karena tidak ingin kehilangan istrinya. Namun, rasa cemburu yang berlebihan itu perlahan-lahan membawa bencana. Dari kehidupan yang serba ada menjadi tidak punya apa-apa. Ketakutan Riko terhadap banyak hal membuat kehidupannya menjadi konyol. Begitu pun dengan istrinya Raina, Ia mulai mempertimbangkan kelanjutan pernikahan mereka. Masa depan yang diinginkan Raina menjadi berubah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She Amoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisa Kenangan

Beberapa hari ini, aku sibuk membawa pakaian dan barang pribadi lain dari rumah Ibu ke Jakarta. Ibu, dengan raut wajah yang masih keheranan karena keputusanku untuk rujuk kembali dengan Riko, hanya bisa mendoakan. Semoga kejadian yang sama tidak terulang. Sementara Aksa, aku biarkan tetap tinggal dengan Ibu. Pekerjaanku di Parung Bogor, membuatku leluasa untuk mengunjungi mereka berdua.

Riko juga sudah berjanji tidak akan melarangku berkunjung ke rumah Ibu. Ia juga berjanji tidak akan meributkan pekerjaanku di kantor, atau hal-hal sepele lainnya. Sikap Riko memang berubah pada Aksa. Jelas, lebih baik dari sebelumnya.

Urusan keuangan, seperti yang telah dijanjikan Enyang Kakung, aku yang pegang semuanya. Uang sisa hasil penjualan rumah, masih kusimpan dengan baik untuk membeli rumah baru di masa depan. Sementara ini, aku memutuskan menemani Ria dan anaknya. Kami akhirnya tinggal satu rumah. Aku rasa, aku dan Ria tidak akan mengalami konflik apapun.

Di sela-sela kesibukanku membereskan rumah dan pekerjaan. Ingatan tentang Krisna tetap muncul setiap malam. Entah kenapa.

Enam tahun yang lalu

Sudah hampir dua pekan aku berada di hotel ini. Rangkaian kegiatan pelatihan keuangan hampir selesai. Tinggal dua hari lagi aku bisa menikmati keindahan pantai. Dan sudah lima kali Dini bulak-balik Tangerang-Ancol. Terkadang, suaminya menjemput bersama anak semata wayangnya. Aku hanya menatap mereka dari pintu lobby setiap mereka akan pulang.

Membantu melaksanakan kegiatan ini bukan berarti menghapus tugas utamaku di kantor. Senin nanti, dipastikan banyak pekerjaan yang menumpuk di meja. Tak ada satu orang pun staff yang mau membantuku di sana. Mereka bilang “Males ah, nggak ngerti!”.

Aku dan Krisna semakin dekat. Maksudnya dekat sebagai rekan kerja. Krisna tidak mau kalau aku menganggapnya atasan. Sesekali, di waktu malam, kami berjalan menyisir pantai seperti waktu itu. Krisna semakin sering membicarakan dirinya.

Begitupun aku. Terkadang aku bercerita soal Aksa yang saat itu baru berusia satu tahun. Lalu aku bercerita soal masa lalu dan sedikit tentang keluargaku. Krisna mendengarkanku dengan antusias. Dia pintar mengubah suasana yang serius menjadi santai.

Dini selalu tersipu-sipu setiap aku menceritakan soal Krisna. Pipinya merah merona mirip gadis remaja yang sedang jatuh cinta. Kenapa Dini yang salah tingkah ya, padahal aku yang sedang kasmaran waktu itu.

Tapi aku tahu. Ada jarak yang tak dapat kujangkau. Begitu banyak perbedaan di antara kami. Usia, status sosial, jabatan, dan mungkin materi. Aku tidak ingin memelihara angan-angan meskipun semakin menjadi. Cukup dengan memandang wajahnya saja, aku sudah puas. Kata orang, kalau punya pacar ganteng makan hati, nanti pasti diselingkuhi.

Selama aku di sini, Krisna dan aku tak pernah bertukar nomor telepon. Di antara kami, tak ada yang bertanya soal itu. Kami pun tak pernah berbicara lama di depan banyak orang. Seperti ada yang dia sembunyikan. Mungkin dia malu, jika bicara dengan karyawan kontrak sepertiku.

Bell kamar berbunyi. Dini belum juga datang. Dia bilang akan terlambat sebab anaknya sedikit demam. Aku melihat dari lubang pintu, siapa yang datang pagi-pagi begini.

Kubuka pintu kamar sambil membetulkan cardigan yang kukenakan.

“Pagi Sayang… udah mandi?” Ago datang sambil membawa roti bakar dan segelas juss jeruk kesukaanku.

“Idih, ngapain di bawa ke sini? Bentar lagi juga gue turun!” Sahutku sambil mempersilakan dia masuk.

“Siapa tau tuan putri lagi males. Biasalah udah mau closing acaranya, pasti males kan?”

“Enggak! Enak aja!” Balasku sambil segera mengambil handuk.

“Tuh kaan belum mandi, berarti malas. Ya udah sana mandi dulu!”

Ago melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Sambil mengeluarkan ponsel dan menyimpan satu tangannya di atas bantal. Segera kututup pintu kamar mandi lalu menyalakan shower panas dan membasuh sisa sisa kotoran di tubuhku.

Sambil menyibakkan handuk ke rambutku yang basah. Terdengar Ago sedang menelepon seseorang.

“Siap Pak Kris, yang penting nanti malam hadir aja. Urusan oleh-oleh dan hiburan biar saya yang atur!”

Sesekali terdengar gelak tawa Ago sambil berbicara dengan orang di sebrang sana.

Aku keluar kamar mandi dan sudah mengenakan pakaian. Hanya rambutku yang masih dibalut dengan handuk putih. Kuusapkan pelembap wajah pada pipiku yang kering. Maklum, wong ndeso, kalau kena AC pasti kulitku jadi kering.

Ago menyudahi teleponnya sambil menatapku. Sebenarnya, tidak baik berduaan dengan laki-laki di dalam kamar. Tapi aku menganggap Ago sebagai teman yang pandai mengendalikan diri. Dia tidak akan pernah memaksakan keinginannya. Sebisa mungkin, dia akan selalu membuatku nyaman.

“Ini rotinya tuan putri!” Ago memindahkan sarapan itu ke meja rias yang ada di depanku.

“Iya ih bawel amat. Emang kenapa sih kalau gue nggak sarapan?”

“Ya enggak apa-apa sih, cuma kalau lu sakit, gue juga yang repot!” Sahutnya.

“Repot kenapa? Kan gue bisa ngurusin sendiri.”

“Kalau lu sakit, nanti kerjaan lu harus dihandle sama gue!”

“Sejak kapan?” Aku menyahut sambil menoleh ke wajah Ago.

“Sejak … sejak … sejak hari ini deh!”

Dia tersenyum sambil melihatku mengunyah roti bakar. Enak juga ternyata roti bakar ala hotel ini. Kok aku baru coba ya. Kemana aja!

“Eh, Go! Tadi lu nelepon Pak Krisna ya? Ngapain?” Rasa penasaranku muncul mengingat selama ini Ago cukup akrab dengan Krisna. Terkadang saat berpapasan, Krisna menyapa Ago dan mengajaknya ke kolam renang. Ago pun demikian, gaya bicaranya tidak terlalu formal. Seolah mereka sudah saling mengenal cukup lama.

“Ciee … kepo.. nanyain Pak Krisna mulu!” Ago menggodaku sambil berdiri ke arahku. Dia lalu menepuk pundak. Kedua tangannya berubah menjadi tangan ahli pijat. Lumayan enak untuk punggungku yang sedang pegal ini.

“Cuma nanya kok. Lagi dong mijitnya, kok sebentar?” Aku ketagihan dengan pijatan Ago yang tidak sampai lima menit itu.

“Nggak ada apa-apa Raina. Pak Krisna minta disiapkan tempat, katanya tim BPK mau datang. Ada audit besar-besaran senin nanti di kantor pusat.” Ago menjelaskan sambil duduk kembali di atas kasur.

“Kenapa minta tolong ke Elu?”

“Yah, itu mah politik. Rahasia. Ha ha ha.. . Lagian lu kaya baru kenal gue aja. Dari dulu juga kerjaan gue mah nyiapin entertainment.” Ago tersenyum-senyum melihat wajahku yang cemberut.

Setelah percakapan itu, kami bergegas ke ruang pertemuan. Masih ada hari ini untuk presentasi materi dari dua pembicara. Sedangkan besok, semua acara akan ditutup oleh Menteri Keuangan dan dilanjutkan dengan hiburan.

Sekilas kulihat Krisna sedang duduk di jajaran depan bersama petinggi lainnya. Ia nampak serius menjelaskan sesuatu pada laki-laki yang ada di sampingnya. Dari balik kacamata, matanya melirik ke arahku. Lalu kembali menatap lawan bicaranya.

Tepat pukul dua belas siang. Riuhan tepuk tangan dari peserta terdengar. Aku kembali ke dalam ruangan dan membereskan berkas-berkas yang berserakan. Lalu berjalan menuju podium untuk mengganti sarung microphone. Setelah itu bergegas ke balik layar hitam yang ada di belakang podium.

Kucari peralatan sound system untuk mengecilkan suara microphone yang terdengar kebesaran. Tiba-tiba kudengar suara langkah yang mendekat. Aku membalikan badan, dan ternyata Krisna sudah ada di hadapanku.

“Ssst…! Jangan berisik!” Krisna meletakan jarinya ke bibirku. Jantungku berdegup tak karuan. Kenapa harus berbisik? Dia bisa mengatakan dengan jelas jika ada sesuatu yang penting.

“Nanti malam jam tujuh, aku tunggu di pantai!”

1
pembaca setia
bagus ih ceritanya. ayo lanjutkan Thor
Fathan
lanjut thor
Fathan
bagus banget ceritanya. relate sama kehidupan nyata dan gak lebay.
Fathan
pusing banget tuh anak
Fathan
bodoh
Fathan
tinggalin ajaaa
Fathan
rAina bodoh
Fathan
ngeselin rikooo
Fathan
menarik nih, seru
Fathan
rapi bahasanya
pembaca setia
ceritanya menarik. mengungkap sebuah kejujuran perasaan penulis. Bahasa rapi dan minim typo. rekomendid novelnya
Sunshine🤎
1 like+subscribe untuk karya mu Thor. semangat trus sering² interaksi dan tinggalkan jejak di karya author lain, dan jangan lupa promosiin karya agar popularitas meningkat/Good/
SheAmoy: makasih kakak
total 1 replies
anggita
like👍+☝iklan buat author.
SheAmoy: makasih kak
SheAmoy: makasih banyak kakak
total 2 replies
SheAmoy
thanks kak
Necesito dormir(눈‸눈)
Makin lama makin suka, top deh karya thor ini!
SheAmoy: makasih kaka
total 1 replies
Black Jack
Saya benar-benar tenggelam dalam imajinasi penulis.
pembaca setia: menarik banget nih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!