“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 29
BRAK!
Tendang keras Gun langsung merobohkan pintu yang dasarnya sudah tidak dalam keadaan baik.
Dua sejoli di gubuk itu sontak terkejut dan kelabakan. Segera memisahkan diri dari dekapan satu sama lain.
Yang wanita dengan dengan cepat menarik kain alas untuk menutupi tubuh polosnya yang berkeringat.
“Siapa kau?!” sentak pasangan pria.
Di ambang pintu, Gun berdecak, “Sepertinya kalian tidak puas hanya dengan satu round saja, ya?”
Kedua manusia itu tersentak lagi dan melebarkan mata. Yang wanita terlihat merangsek ke balik punggung prianya, mulai takut.
“Katakan siapa kau, Keparat?!” Pria yang masih belum disebutkan namanya mengulang pertanyaan.
Gun mengangkat bahu. Dengan wajah menyebalkan tak tahu malu dia melangkah ke dekat lilin yang hampir habis, tak peduli dua orang itu tak berbusana.
“Jangan malu! Aku bahkan sudah melihat yang lebih parah dari kalian,” katanya melihat pria dan wanita itu menarik kain untuk dipakai satu berdua karna pakaian mereka terlalu jauh untuk digapai, sebagian bahkan ada di bawah alas kaki Gun.
“Jika kalian adalah diriku dan pasanganku, kami akan memilih bercinta di dalam gelap,” lanjutnya mulai sinting. “Lilin hanya akan membuatmu ketahuan.” Lalu menyeringai ke arah dua pelaku. “Kalian tak ingin siapa pun tahu, 'kan?”
Pasangan itu melebarkan mata, saling beradu pandang, lalu kembali menatap si pria ber-hoodie dengan raut tegang.
Orang itu bisa saja mempermainkan, mata pria di atas dipan menajam merah. Detik kemudian ....
“Bedebah!” Tanpa peduli tubuh yang teIanjang, dia bangkit dengan kepalan ketat, maju menyerang Lee Gun.
“Mati kau!”
Namun ...
GREB!
Jangan anggap mudah, menyerang tanpa persiapan apa pun hanya akan membuatmu patah tulang. Terlebih yang kau hadapi adalah seorang Lee Gun si setan malam.
“Aargghh!”
“SONG KANG!” Wanitanya meneriakkan nama sang kekasih yang tangannya baru saja dipelintir Gun dan kini berakhir di atas lantai tanpa balutan ubin atau keramik. “Tolong jangan sakiti dia!”
Tatapan Gun menusuk wanita itu lalu merunduk menatap pria yang namanya baru dia tahu sesaat lalu.
“Jadi namamu Song Kang?” Dia menyeringai. Song Kang tak berdaya di bawah kakinya. Sekali berontak, tangannya akan benar-benar patah.
“Tolong ... Jangan bunuh aku!” Kang memohon seraya meringis-ringis.
“Hmm ....” Gun memasang wajah berpikir namun tangannya tak lepas mencekal pria yang teIanjang itu. “Membunuhmu?” Lantas menggeleng. “Bukan keahlianku.”
Song Kang tentu saja tidak percaya. Dengan susah payah dan hati-hati agar tidak diketahui Gun, melalui gestur mata dan wajah, dia menyuruh wanitanya segera pergi dari tempat ini sebelum pria tengik itu mengincarnya juga.
Dia pikir Gun bodoh urusan mata.
Wanitanya segera paham, namun yang dia lakukan malah menggeleng, tak tega meninggalkan kekasihnya sendiri dalam keadaan bahaya.
Bibir Gun tersenyum lucu melihat kelakuan mereka berdua. “Kisah cinta yang manis,” ejeknya.
“Cepat pergi, Nara! Selamatkan dirimu!” Pada akhir Song Kang berteriak juga.
Dan ....
“Tidaaaaakk!” Teriakan pasangannya--Im Nara melengking menantang langit.
*
Ada yang dilakukan Gun pada dua sejoli itu? Tentu saja. Namun sesaat dia mengabaikan dan bergerak ke tempat lain, masih di Yuisan Gaepyoung.
HAP!
Pagar tinggi sebuah rumah dilewatinya dengan sekali gerak. Mendarat di atas hamparan rumput hijau terawat yang menyebar di seluruh halaman.
Ini sudah lewat tengah malam, keadaan tentu sudah sangat sepi. Orang-orang lelap menempuh alam mimpi atau mungkin alam yang lain.
Tetua Munjong terkejut. Seorang pria tinggi tak jelas rupa, datang dari pintu yang tak terkunci. Mulutnya kelu sesaat seiring sejurus tatap lebar melotot ke arah pria aneh yang semakin dekat.
Kebetulan Munjonh memang masih terjaga. Di hadapannya di atas meja, banyak kertas berserak yang sebelum ini sedang menyibukannya.
“Apa kabar Anda, Tetua?”
Gun menurunkan masker yang menutupi wajah dan hoodie dari kepala.
“Kau!” tegur Tetua Munjong, terkejut kedua kali.
“Benar ... aku.” Tanpa dipersilakan, Gun menduduki kursi di seberang meja kerja tetua desa itu. “Maaf tidak sopan masuk ke dalam rumahmu seperti ini,” katanya seolah menyesali.
Hanya setengah menit, Munjong sudah berhasil mengusir keterkejutan. Wajahnya kembali setenang sebelum kemunculan Gun.
Menyikapi perkataan Gun, dia mengangguk tipis. “Jendela rumahku menyambutmu tanpa perlawanan, berarti dia memberimu izin untuk masuk.” Orang tua berjanggut itu tersenyum. “Tak sembarang orang bisa menembusnya kecuali yang benar-benar dia inginkan.”
“Woow!” Gun terkagum--mungkin. “Maksudmu jendela mupeng itu?” Telunjuk dan tangannya menunjuk asal mengarah.
“Mungkin.”
“Hmm, lain kali aku harus punya yang seperti itu. Tapi .... ” Dia memajukan wajah ke depan Tetua Munjong. “Apa benar semenakjubkan itu?” tanyanya seperti bocah, hanya berlagak saja.
“Tidak juga!”
Mengesankan, Gun terkekeh singkat menggapi jawaban si tetua adat. “Sudah kuduga.” Sehelai kertas di atas meja digamitnya untuk dilihat, namun dengan cepat Munjong merebutnya kembali dan menyembunyikan ke dalam laci. Kini semua kertas dirapikan orang tua itu di atas meja.
Membuat Gun menggeleng lucu. “Aku sudah membacanya. Kau pandai mengawinkan orang.” Lalu membuang wajah sembari tersenyum kecut, mengingat kembali moment bagaimana dirinya dan Kim Suzi dinikahkan oleh Munjong dan orang satu desa dengan cara paksa.
“Aku hanya membantu mereka,” sanggah Munjong, masih tetap dengan nada tenangnya. “Jadi ... apa yang membawamu kemari?” tanyanya, semua kertas sudah masuk ke dalam laci di depan perut.
Sepasang mata Gun mencuat naik, kening dibuat mengerut, berpikir. Lima detik kemudian, wajah kembali ditegakkan ke arah Munjong membawa sedikit senyum. “Tentang pernikahanku dengan Kim Suzi.”
Dua siku tangannya, Munjong letakkan di atas meja, sedang pasang telapak menyangga dagu. “Ada apa dengan itu?” tanyanya. “Kau merasa keberatan dan ingin cerai?”
Di luar dugaan, Gun malah terkekeh. “Suzi bukan sesuatu yang harus disesali. Menikahinya tentu saja bernilai anugerah,” ujarnya.
“Lalu?”
Untuk memberikan jawabannya, Gun mengubah raut menjadi datar. “Lupakan tentang membawa pernikahan itu ke pencatatan negara. Aku masih banyak urusan yang belum tuntas. Kau pasti tahu siapa Suzi, dan semua tak akan semulus rancangan di kepalamu, khususnya untukku.”
Munjong tersenyum tipis, syarat makna. “Padahal aku berani menjamin dirimu di depan Suho.”
Sedikit membuat Gun tersentak. “Sudah kuduga orang tua ini bukan orang sembarangan.” Orang tua itu terdengar santai menyebut nama Tuan Presiden, artinya mereka bukan orang asing yang tak saling kenal.
“Aku tidak peduli dengan semua rencanamu dan sebaik apa hubunganmu dengan Pak Presiden, aku hanya memintamu merahasiakan pernikahanku dengan Kim Suzi.” Gun mengukuhkan tujuannya.
Senyuman di bibir Tetua Munjong semakin lebar. Sikap santainya itu sebenarnya sedikit membuat Gun terganggu.
“Mudah saja. Hanya ....” Bening mata Munjong menembus pasang mata Gun yang menajam.
“Apa yang bisa kau berikan padaku sebagai pertukaran?”
Mengejutkan, Gun sampai menganga, lalu terkekeh kemudian. “Ternyata kau orang yang seperti itu, Tetua.”
Munjong tersenyum, punggung diempaskannya ke sandaran kursi. “Manusiawi, bukan? Di dunia ini apa pun tidak ada yang gratis. Aku seorang tetua adat, semua harus terjalin dengan cara adil.”
Senyuman kecut Gun muncul kembali.
“Ya ya ya. Adil.” Kalimat akhir sedikit terdengar naif di telinga Gun. Faktanya di dunia ini tidak ada keadilan yang sungguh-sunggu. Dia mengangguk-anggukan kepala, hanya beberapa saat. Detik berikut, raut wajahnya seketika berganti datar kemudian sangat serius.
Pertukaran ....
“Aku bisa menyeret b4jingan yang menghancurkan putrimu enam tahun lalu.”
Mata Tetua Munjong seketika melotot lebar. “Apa katamu?!”
bilamana memang pembaca suka dan sllu menantikan update anda thor...pasti walaupun boom update juga pasti like...itu pasti...
Oiya kabar Archie gimana? Masih koma kah? Kangen sama aksi² Archie yang heroik, Archie dimana kau ❤️
ini pada nunggu gebrakan mu.
semangatg thorr.. d tunggu up nya😁😁🌹🌹