"Hentikan gerakanmu, Bella," ucap Leo berat sambil mencengkram pinggang Bella. Bulu halus di tubuh Bella meremang, napas mint Leo memburu dengan kepalanya tenggelam di perpotongan leher Bella membuat gerakan menyusuri.
"kak, jangan seperti ini."
"Bantu aku, Bella."
"Maksudnya bantu apa?"
"Dia terbangun. Tolong, ambil alih. aku tidak sanggup menahannya lebih lama," ucap Leo memangku Bella di kursi rodanya dalam lift dengan keadaan gelap gulita.
Leo Devano Galaxy adalah pewaris sah Sky Corp. 2 tahun lalu, Leo menolak menikahi Bella Samira, wanita berusia 23 tahun yang berasal dari desa. Kecelakaan mobil empat tahun lalu membuat Leo mengalami lumpuh permanen dan kepergian misterius tunangannya adalah penyumbang terbesar sifat kaku Leo.
Hingga Bella berakhir menikah dengan Adam Galaxy, anak dari istri kedua papa Leo yang kala itu masih SMA dan sangat membenci Leo.
Sebenarnya Apa yang terjadi pada Leo hingga ingin menyentuh Bella yang jelas-jelas ia tolak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Keinginan terdalam Bella!
"Bella!"
Leo terbangun dari tidurnya. Kening hingga dada Leo mengkilap oleh keringat akibat mimpi buruk yang ia alami.
Bella, wanita itu hadir dalam alam bawah sadar Leo. Degup jantung Leo berpacu cepat.
"Syukurlah hanya mimpi," gumam pria itu sembari menyibak rambutnya ke belakang.
Seketika, Leo tertegun melihat pemandangan asing di depan matanya itu.
"Tunggu, ini bukan kamarku," tambah Leo.
Matanya spontan menajam melihat tangan lentik Kanaya yang melingkar di perut padatnya itu.
Leo melepasnya kasar lalu mengguncang kuat pundak polos Kanaya. Wanita itu masih bergelung dalam selimut putih yang membungkus keduanya.
"Bangun!"
Suara Leo meninggi membuat Kanaya tersadar seketika.
"Sa-sayang, ka-kamu u-udah ba-bangun?" gugup Kanaya.
Wanita itu mengambil sikap duduk menyandarkan punggung pada kepala ranjang. Kanaya tetap tenang, karena mom Aline berada di pihaknya.
Sheet!
"Argh, Leo!" pekik Kanaya. Leo mencengkram kedua pipi Kanaya kuat.
Sungguh, jiwa membunuh Leo berkobar.
"Apa yang kau lakukan, bitch?! Beraninya kau!" bentak Leo penuh amarah.
Kanaya menggeleng. Sudut matanya sudah berair. Rasanya, jari panjang Leo bagai besi panas yang akan melubangi kedua pipinya. Sakit sekali.
"Sa,sayang aku tidak mengerti maksudmu ... Tolong lepas tanganmu, sakit Leo."
"Bahkan aku bisa membunuhmu sekarang juga. Mengaku cepat! Apa yang kau berikan di minuman ku semalam?!"
Ya, semalam Leo akan pulang. Hujan lebat dan kebetulan listrik padam membuat Leo terpaksa menemani Kanaya.
Wanita itu menangis kencang takut ditinggal sendirian di apartemennya. Padahal, Kanaya memang tinggal sendiri. Sangat aneh menurut Leo, kecuali wanita itu Bella si penakut.
Tidak tahu saja, itu bagian dari akal-akalan Kanaya. Situasi yang mendukung membuat akting wanita itu sempurna.
Lama keduanya duduk di ruang tamu, Kanaya izin untuk ke dapur. Membuatkan dirinya dan Leo coklat hangat. Setelah menandaskan minumannya, Leo tidak ingat lagi apa yang terjadi.
Berakhir, keduanya tidur bersama.
"Sumpah, aku tidak memberikan apapun di minumanmu Leo. Malahan, kamu yang duluan menyerang ku penuh nafsu," bohong Kanaya.
Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Agar Leo tidak bisa pergi darinya.
"Baik, sekarang berpakaian lah dan ikut aku!" ucap Leo nada suaranya terdengar sangat geram.
"Ke-kemana?"
Leo menyeringai. "Ke Rumah sakit. Melakukan visum."
Deg!
Kanaya membeku dibuatnya.
Jangan pikir Leo bodoh. Cara ini juga bisa membuat ia dan Kanaya gagal menikah. Jika Kanaya berbohong apalagi jika wanita itu sudah tidak perawan.
Sungguh, hati dan pikiran Leo penuh tentang Bella. Tiap ia mengerjab saja, bayangan Bella selalu hadir dalam pikirannya tanpa diminta.
"Cepat lah! Sebelum aku melakukan hal yang lebih kasar!"
Kanaya mengusap pipi memerahnya setelah di hempas kasar Leo. Ia meraba-raba lantai untuk mengambil gaun tidurnya yang tergeletak sembarangan bersama celana kain, jas dan kemeja Leo.
Kanaya memakainya tergesa-gesa lalu sedikit berlari ke kamar mandi tanpa menoleh lagi pada Leo yang menatapnya penuh permusuhan.
"Shit! Semoga saja wanita itu benar berbohong," gumam Leo memijit batang hidungnya.
Dering ponsel di atas nakas samping Leo. Tidak pria itu pedulikan. Itu milik Kanaya. Leo mengedar mencari ponselnya. Ketemu, tapi di meja kaca seberang. Leo tidak sekuat itu untuk berjalan kesana. Apalagi, kursi rodanya Kanaya simpan di pojok kamar.
"Bising sekali! Siapa sih yang menelpon wanita itu?!" umpat Leo.
Terpaksa ia mengambil ponsel Kanaya. Tertera nama mom Aline. Baru menekan icon hijau.
Leo dibuat mengeratkan rahang, mendengar apa yang di katakan mommy kandungnya itu.
"Kanaya, apa Leo sudah bangun? Terimakasih ya sudah mau membantu mommy. Meski harus membuat dirimu malu. Tapi, benarkan semalam kau hanya memberi obat tidur pada Leo?"
Tut.
Leo mematikan panggilan itu. Meremas ponsel Kanaya hingga layarnya retak. Kanaya sudah berada di hadapan Leo, memucat ketakutan.
Di rumah sakit, Bella berada di taman. Wanita yang diterpa mentari pagi itu tak berbicara sepatah katapun. Sejak bangun dari tidurnya. Ia betah berdiam diri meski Brian berada di sisi nya.
"Bell ...."
Tak ada jawaban.
"Bella ...."
Lagi, Bella tak menjawab. Pandangan matanya terlihat kosong. Bella seperti seseorang yang berada di titik sangat lelah menjalani hidupnya.
Bibir pink Bella biasanya tersenyum kini tertutup rapat. Bahkan, Bella nyaris tak berkedip.
Seakan, jiwanya pergi entah kemana.
"Bell, hey!"
Berhasil, sentuhan di salah satu punggung tangan Bella membuat wanita itu menatap linglung Brian yang berjongkok di depannya.
Menatap hangat pada Bella.
"Apa yang kau pikirkan, hmm? Tidak baik, Bella. Kau dalam masa pemulihan. Apa kau tidak kasihan padanya?"
Brian menyorot perut Bella terbungkus baju pasien.
"Dia ikut merasakan kesedihanmu. Kalau, kau ingin cerita. Aku siap mendengarkan. Oya, selamat ya atas kehamilan mu," ucap Brian lembut.
Bella reflek mengelus perutnya. Hanya, tiga mahluk mungil di perut nya ini yang menguatkan Bella. Ia sangat bersyukur, bagian dari Leo itu selamat. Jika kelak, Leo menikah dan ia pergi dari sisi pria itu.
Setidaknya, Bella masih bisa mengobati kerinduan dan merasakan kehadiran Leo lewat ketiga anaknya.
"Aku mencintainya."
Dahi Brian berkerut dalam. "Anakmu?" tanyanya namun tak lama menepuk keningnya sendiri.
"Oh, kau mencintai suamimu?"
"Bukan."
Bella menarik napas sesak.
Entah dosa macam apa yang pernah ia lakukan dahulu. Hingga, Tuhan menghukumnya seberat ini.
"Kak, aku mencintai kakak iparku sendiri," kata Bella diiringi jatuhnya airmata di pipinya.
Brian mengusap jejak itu sebelum membasahi baju Bella.
"Aku kotor kak! Aku pendosa!"
"Bella, dengarkan aku. Tidak ada satupun mahluk di muka bumi ini tanpa dosa. Tuhan senantiasa memberi pengampunan, asal kita benar ingin bertobat. Masalah rasa cintamu pada Leo, tidak salah sama sekali. Karena sejatinya, perempuan memang tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Tapi, takdir kalian yang bertentangan."
Bella mulai menangis terisak. Hatinya begitu hancur. Leo yang ia anggap pelindung ternyata hanya penghibur.
Salahnya juga, semudah itu jatuh dalam pesona Leo. Pada Adam suaminya saja, Bella tidak merasakan apapun hingga detik ini.
"Kakak tidak mencela ku?"
Brian tersenyum tipis melihat Bella bertanya dengan kepala menunduk.
"Untuk apa? Dosaku bahkan lebih banyak dari dosamu."
Bella menegakkan kepala menatap Brian bingung. Pria sebaik ini, dosa besar apa yang bisa ia lakukan, pikir Bella.
"Aku anak seorang mafia, Bella." Brian tertawa sumbang.
"Aku ketua dari kelompok hitam itu. Kau pasti takut padaku, kan?"
Bella menggeleng. Dalam hidup terkadang tidak ada pilihan, tapi hanya ada kemauan.
"Bagiku, kau tetap pria baik, kak. Kau menyelamatkan nyawa ku dan janin di kandunganku. Terimakasih, sudah mau menyumbangkan darah untuk kami."
"Jangan di pikirkan." Brian mengusap puncak kepala Bella membuat Bella sedikit tersenyum.
"Itu bukan apa-apa. Terpenting, jaga dia baik-baik untuk ku."
Bella merasa, Brian orang yang tepat untuk ia mintain bantuan.
"Kak, apa aku boleh menyusahkan kakak lagi?"
"Hahaha ...," pecah sudah tawa Brian.
"Astaga, Bella. Berbicara saja, jika aku mampu, pasti aku tolong kok."
"Aku ingin bercerai, kak."
seketika, Brian terdiam mendengar kata Bella.
"Kau serius?" tanyanya memandangi Bella yang mengangguk mantap.
"Baik. Dalam kasus mu sepertinya akan berat karena kau sedang mengandung. Tapi, tenang saja. Aku ada kenalan hebat. Dia seorang pengacara tangguh dan selalu bekerja cepat menyelesaikan masalah. Untuk biaya, biar aku semua yang tanggung."
Jawaban Brian membuat Bella lega luar biasa. Ia sudah lama menimbang keputusan ini. Bukan hanya perihal sikap Adam, tapi juga Bella ingin menjauh dari hidup Leo.
Mengubur cinta terlarang mereka berdua.
Biarlah, Leo tersimpan dalam memori kenangan terindah Bella.
"Terimakasih sekali lagi, kak. Tapi, apa aku tidak merepotkan kakak?"
"Ya ampun ...." Brian kembali tertawa.
"Tidak, Bella. Malah, aku senang bisa membantumu. Setidaknya, uangku yang menumpuk itu berguna untuk orang lain," ujar Brian terkekeh.
Ia anak tunggal. Ayahnya satu tahun lalu meninggal. Bisnisnya sudah merambah di berbagai sektor, baik luar maupun dalam negri.
Mafia 'Forza' dibawah kepemimpinannya itu bergerak dalam penjualan senjata api. Mampu menghasilkan miliaran dolar dalam setahun.
"Tapi, setelah bercerai kau akan kemana?"
"Aku belum tahu, kak," ujar Bella mengelus perutnya.
"Intinya, aku ingin hidup tanpa bayang-bayang masa lalu bersama anak-anakku."
Brian menepuk pundak Bella. "Perlu apa-apa hubungi saja aku. Ingat, jadi wanita kuat. Jangan lemah agar tidak mudah di tindas orang."
Tanpa keduanya sadari. Seseorang berada disana, sejak Bella mengutarakan ingin bercerai dari Adam.
"Jangan harap aku akan membiarkan mu pergi dariku, Bella. Selamanya tempatmu hanya di sisiku," ucap Leo mengeram kesal.
tanda terima kasih aq kasih bintang lima ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️