"Gue menang taruhan! Gue berhasil dapatkan Wulan!"
Wulan tak mengira dia hanyalah korban taruhan cinta dari Alvero.
Hidupnya yang serba kekurangan, membuat dia bertekad menjadi atletik renang. Tapi semua tak semudah itu saat dia tidak terpilih menjadi kandidat di sebuah event besar Internasional.
Hingga akhirnya seluruh hidupnya terbalik saat sebuah kenyataan besar terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
Wulan keluar dari tempat latihan renang karena kesabarannya sudah habis. Dia menatap layar ponselnya dan berniat memesan ojek online.
"Itu dia ceweknya Dipta!"
Wulan terkejut mendengar suara itu. Dia melebarkan matanya karena sekelompok pria yang terlibat masalah dengan Dipta kini berlari ke arahnya. Tidak ada pilihan lain selain kabur. Dia berlari melewati gang kecil yang ada di sebelah tempat latihan itu karena mereka sudah menutup akses Wulan menuju jalan raya.
"Kenapa gue malah lari ke sini, harusnya gue masuk ke dalam. Di dalam masih ada Kak Ares dan Vero. Bodoh!" Wulan menyesal karena tidak berpikir panjang. Dia berusaha mencari jalan menuju sebuah perkampungan.
"Jangan lari! Berhenti!" Mereka terus mengejar Wulan. Hingga akhirnya Wulan terpojok di dekat rumah kosong.
"Lo ceweknya Dipta kan?"
"Bukan!" jawab Wulan.
"Jangan mengelak lagi! Dimana Dipta? Dia suruhan polisi kan?"
Sesuai tebakannya, Dipta adalah seorang mata-mata. Wulan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia berusaha mencari celah untuk kabur dari mereka.
...***...
"Siapa yang kejar Wulan?" tanya Antares lagi.
"Gue gak bisa jelaskan sekarang." Dipta menghubungi seseorang sambil berlari melewati gang kecil di sebelah klub itu.
"Tunggu!" Antares segera berlari mengejar Dipta.
"Ares, mau kemana?" teriak Alvero. Dia juga mengejar Antares yang berlari di gang kecil itu.
Akhirnya mereka menemukan Wulan yang sedang dikepung enam orang pria itu.
"Gue ada si sini!" teriak Dipta dengan lantang. Dia sudah membawa kayu besar dan bersiap menghajar mereka semua.
"Ini dia penyusup yang bekerja sama dengan polisi. Lo anaknya intel kan sampai berani laporin kita."
Dipta semakin mendekat. Dia tidak takut jika harus menghadapi mereka seorang diri. "Kalau iya, memang kenapa? Lepaskan Wulan! Dia bukan cewek gue!"
Beberapa saat kemudian, Antares dan Alvero datang. Mereka berdua melihat Wulan yang terpojok.
"Jadi kalian kembali berkawan. Kalian musuhan memang hanya sandiwara agar kita percaya kalau Dipta ingin bergabung dengan geng kita tapi ternyata dia hanya seorang intel! Kita habisi saja mereka bertiga sekarang."
Mereka berenam segera menyerang Dipta, Alvero, dan Antares.
Saat ada celah, Wulan segera berlari dari tempat itu.
"Hei, jangan kabur lo!" Salah satu dari mereka membawa kayu besar dan mengejar Wulan.
"Wulan!" Antares segera berlari mengejar Wulan. Dia segera melindungi punggung Wulan saat kayu itu melayang ke arah Wulan.
Hantaman kayu yang cukup besar itu sangat keras di bahu Antares. "Arrgghhh!!!" Antares terjatuh di punggung Wulan karena bahunya sangat sakit.
"Kak Ares!" Wulan panik melihat wajah kesakitan Antares. Dia memutar tubuhnya dan menahan Antares. "Kak Maaf ...."
"Shits! Lo terus aja berbuat ulah!" Dipta memukuli mereka hingga akhirnya polisi datang menangkap mereka semua.
"Papa lama sekali!" teriak Dipta pada papanya yang datang bersama anggota polisi lainnya.
"Setelah kamu telepon, Papa langsung menuju lokasi. Butuh sedikit waktu Dipta."
Dipta membuang napas kasar. Lalu dia membantu Antares yang terlihat sangat kesakitan.
"Ares, biar gue telpon nyokap lo!" Alvero segera menghubungi orang tua Antares.
"Kak Ares, kenapa melindungiku?" tanya Wulan. Dia duduk di samping Antares yang sedang ditahan tubuhnya oleh Dipta.
Antares membuang napas kasar. Dia kini menatap Wulan. "Kamu pikir aku benci sama kamu? Hem? Nggak! Selama ini aku memang diam saja sama kamu, karena aku masih butuh waktu untuk menerima kenyataan ini. Sebelum lahir kita berada dalam satu rahim yang sama, jelas aku sayang sama kamu. Aku gak peduli sama kamu, bukan berarti aku gak jaga kamu. Aku terus awasi kamu dari jauh karena kamu cewek yang kuat."
"Kak Ares ...." Wulan memeluk pinggang Antares dan menangis di dadanya. "Kak Ares, sejak dulu aku sangat iri melihat kedekatan Kak Ares dan Ara. Saat aku tahu Kak Ares jadi saudara kembarku, aku sangat bahagia karena selama ini aku gak pernah akur dengan Kak Riki. Aku ingin merasakan kasih sayang seorang kakak."
"Iya, aku yang salah. Perasaanku buat kamu dan Ara itu beda. Aku yang terlalu bucin sama Ara." Antares berusaha menggerakkan tangannya yang sebelah kiri tapi sangat sakit. Rasa sakit itu menjalar dari bahu sampai lengannya.
"Kayaknya tulang bahu lo retak," kata Dipta. Dia bisa menganalisa hanya dari kayu besar yang digunakan untuk memukul Antares.
"Retak?" Seketika Wulan melepas pelukannya. Dia kini menatap Antares yang terus meringis kesakitan. Jika hal itu terjadi, bagaimana dengan karir renang Antares?
Ares pasti bisa meraih hatinya Ara