Nai, seorang wanita yang menjadi janda diusia yang masih muda dan memiliki dua orang anak yang berusia enam tahun dan tiga tahun.
Suami tercinta meninggalkannya demi wanita lain. Tudingan dan hinaan dari para tetangga acap kali ia dengar karena kemiskinan yang ia alami.
Akankah Naii dapat bangkit dari segala keterpurukannya?
Ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masuk
Naii mendapatkan giliran antrian untuk Aliyah. Ia memeriksakan kondisi puteri kecilnya dan dan meminta keterangan hasil visum untuk dijadikan bukti penganiayaan yang dilakukan oleh wanita sialan tersebut.
Setelah mendapatkan serangkaian pemeriksaan. Naii mendapatkan catatan dari hasil visum jika ada luka memar dan dibagian kulit kepala dan ini cukup untuk membuat bukti laporan atas penganiayaan yang dilakukan oleh Selly.
"Terimakasih, dok," ucap Naii, lalu membawa surat bukti hasil visum tersebut.
"Sama-sama, Bu," jawab dokter wanita itu dengan ramah.
Naii menggendong Aliyah. Ia masih tampak trauma dan meringis kesakitan meskipun sudah diberi obat pereda nyeri.
Tangan kurusnya membelai punggung sang bocah yang kini mendekapnya dengan erat bak koala yang menempel dipohon.
Berulang kali Naii mengecup pipi Aliyah untuk memberikan rasa nyaman dan mengembalikan keceriaannya. "Liyah jangan takut lagi, ya. Ada ibu disini," bisiknya lembut, memberikan kekuatan pada sang bocah.
Aliyah semakin mengeratkan dekapannya, ia tak lagi tersedu menangis, tetapi lebih banyak diam.
Naii menghentikan angkot yang sedang meluntas dan menuju ke kantor polisi. Ia bersiap melaporkan Selly yang sudah berani menyentuh puterinya.
"Enak saja kau menyentuh puteriku, sedangkan aku saja ibunya tak pernah memukulnya," guman Naii lirih.
Sekian menit kemudian, ia tiba disimpang kantor polisi. Ia menghentikan angkot dan turun dengan cepat setelah membayar ongkosnya.
Aliyah masih tetap dalam dekapannya. Tubuh kurus Naii harus tetap kokoh untuk menggendong sang buah hati.
Dengan langkah yang sedikit lamban karena menggendong puterinya, ia memasuki kantor polisi dan menuju ruang pengaduan.
Ia disambut oleh seorang polisi yang sedang bertugas saat itu. Naii menceritakan kronologi kejadiannya dan menyertakan bukti visum yang didapatnya dari sang dokter.
Setelah mencatat semua pengaduan dari Naii, petugas mempersilahkan Naii untuk kembali dan membawa surat pengaduan. Ia beranjak dari tempatnya, dan berharap mendapatkan keadilan dari apa yang sedang dialaminya. Tak lupa ia menyertakan unggahan seseorang yang berseliweran di akun media sosial yang memperlihatkan perbuatan Selly saat pertama kali menjambak rambut Aliyah.
Mengamati semua bukti-bukti yang ada, kepolisian bergerak cepat untuk menangkap pelaku yang saat ini menjadi viral karena ulahnya, dan tentunya pihak kepolisian tidak ingin dikatakan lemah karena terlalu lamban bergerak untuk mengusut pelaku.
Hari beranjak malam. Suara dentuman musik yang sangat hingar bingar dan volume penuh, sehingga memekakkan telinga. Suara nyanyian dari para pemandu karaoke terdengar begitu sangat bergema dan menambah kebingaran malam.
Seorang wanita yang sedang duduk dipangkuan seorang pria yang membayarnya untuk memandu lagu dan melayani tamnya.
Sesaat suasana menjadi kacau saat sekelompok orang berpakaian serba hitam datang meringsek ke dalam tempat karaoke. Mereka memeriksa setiap tamu dan para pekerja yang ada didalam ruangan. Ada beberapa yang kedapatan membawa narkoba dan juga sajam.
Mereka digiring ke dalam mobil patroli. Kemudian polisi memasuki ruang karaoke yang terlihat pribadi. Saat penggrebekan, wanita yang masih dalam pangkuan sedang dalam kondisi mabuk itu tak lain adalah Selly.
Mereka menggelandangnya ke mobil polisi meski dengan sedikit perlawanan.
Setelah digiring ke kantor polisi, mereka dites urine untuk memastikan apakah ada kadar narkoba didalam urine mereka. Ternyata Selly dinyatakan postif menggunakan narkoba dan juga ada kadar alkohol juga didalam air seninya.
Setelah dilakukan pendataan, ternyata Selly adalah orang dicari mereka atas pengaduan Naii siang tadi.
Dengan semua bukti yang ada, maka.Selly dimasukkan ke dalam sel tahanan polsek dan akan diintrogasi esom pagi setelah ia sadar dari mabuknya.
Sementara itu, Naii menidurkan Aliyah dalam pelukannya. Sepertinya gadis mungil itu masih sangat trauma akan apa yang menimpanya. Bahkan ia tak menyentuh es krim kesukaannya saat mereka membelinya ditoko sembako sepulang dari kantor polisi. Es krim itu telah mencair dan tak lagi dapat dinikma-tinya.
Setelah Aliyah tertidur, ia meracik beberapa bahan yang akan ia masak esok. Ia merasakan tubuhnya sangat lelah, tetapi ia harus kuat, sebab kedua anaknya hanya dapat mengandalkannya.
Hampir pukul sepuluh malam, ia selesai membuat beberapa adoanan yang diperlukan dan bergegas melakukan ibadah shalat Isya, hingga tanpa sadar ia tertidur diatas sajadah setelah doa terakhirnya. Rasa kantuk yang tak dapat lagi ia tahan membuatnya tidur dengan sangat lelap.
Ditempat lain, Hardi menggerutu karena Selly tak mengirimkan makanan malam ini. Ia tak berselera memakan makanan yang disediakan dari dalam jeruji besi.
"Sialan si Selly! Kenapa ia tak menemuiku!" umpatnya dengan kesal. Bahkan mulutnya terasa masam karena tak dapat merasakan nikotin seharian.
Ia terlihat mondar-mandir. Perutnya sangat lapar dan ia belum menyentuh makanannya. Tetapi karena tak tahan lagi menahan rasa perih dilambungnya, akhirnya ia memakannya dengan terpaksa.
"Ini semua karena Naii sialaan!" makinya dengan kesal.
"Awas saja jika aku keluar dari penjara, akan kubalas perbuatannya. Ku pastikan ia akan menyesalinya karena telah membuatku mendekam ditempat ini,"
Hardi menghabiskan makanannya dengan cepat. kemudian ia menuju sudut ruangan. Tidak ada tikar yang menjadi alas tidurnya. Ia harus meringkuk merasakan dinginnya lantai penjara.
"Naaaaii, dasar breengsek, Kau!" makinya sekali lagi sebelum ia tertidur dalam kegelisahan.
Saat matanya baru saja akan terpejam, sebuah tangan menepuk pundaknya dengan keras. Ia tersentak kaget untuk melihat siapa yang ada dibelakangnya.
Sosok berperawakan tinggi sedang menatapnya tak suka. "Eh, anak baru! Enak saja mau tidur. Pijatin saya dulu!" hardiknya dengan kasar.
Hardi bangkit dan menantangnya. "Eh, siapa Kau berani-beraninya memerintahku!"
Sosok tinggi kekar yang berada didepannya menyeringai dengan sinis, kemudian...
Buuuuugh....
Sebuah tinju mendarat dipipi Hardi dengan sempurna.
Aaaaaaarrgh....
Hardi terhuyung kebelakang sembari memegangi pipinya yang bengkak dan darah mengalir dari sudut bibirnya.
Ia terpojok dinding. Pria itu kembali menghampirinya dengan tatapan seringai.
Ia sudah mengangkat tangannya, dan akan melayangkan kembali tinjunya.
"A-ampuun, ampun, saya berjanji tidak akan mematuhi keinginanmu," ucap Hardi, sembari mengatupkan kedua tangannya didepan wajah.
"Aku ingin kau bersujud padaku, cepat!" hardik pria itu. Suaranya terdengar menggelegar dan harus dipatuhi. Semua penghuni diruangan itu terbangun saat mendengar teriakan pria bernama Togar tersebut.
Seketika Hardi bersujud dan memohon agar ia diampuni dan kesempatan itu tak disia-siakan oleh Togar untuk menginjak kepalanya.
"Bagus, sekarang kau harus mematuhiku, dan pijat punggungku!" titahnya dengan kasar.
Pria itu kemudian duduk dengan memunggungi Hardi, dan dengan tangan yang tremor, ia memijat pria tersebut.
"Yang kuat mijatnya! Lembek bener keq bancii!" umpatnya dengan sangat kesal.
Hardi tersentak kaget. Selama ini hanya ia yang meninggikan suaranya kepada Naii dan menyiksa sang istri. Tetapi kali ini seseorang telah meninggikan suaranya dan mendaratkan kekerasan dipipinya.