Bukan Mantan

Anggun selalu berharap untuk tidak bertemu dengan orang- orang di masa lalunya, tapi seperti katanya dia harus selalu siap dengan kemungkinan- kemungkinan yang terjadi, sebab tidak ada yang tahu jalan Tuhan.

Anggun menghela nafasnya dalam- dalam sepertinya dia belum menyadari kehadiran Anggun, atau bahkan orang di depan sana lupa dengannya, jika iya bukankah itu bagus.

"Saya Ibra Taraka." Ya, Anggun tak salah mengenali, meski banyak yang berubah dari diri sahabat Nizar itu, tapi Anggun masih ingat betul wajah- wajah yang kerap menjahilinya saat dia berusaha menarik perhatian Nizar, "Kalian cukup panggil saya Ibra, saya hanya akan memperkenalkan diri, karena jelas kalian sudah tahu tujuan saya datang kesini, jadi salam kenal untuk semuanya," ucapnya menyudahi perkenalannya.

Anggun yang awalnya sudah mulai tenang sebab Ibra tak menyadari kehadirannya terlebih posisi Anggun yang duduk di belakang, sehingga dia tak perlu takut Ibra melihatnya, kini berubah kembali tegang saat atasannya memintanya menyerahkan laporan tadi, saat itulah matanya dan mata Ibra bersirobok hingga Anggun bisa melihat reaksi Ibra yang terkejut saat melihatnya.

Lain Ibra, lain pula dengan Anggun, wanita itu nampak biasa saja seolah tak mengenalnya dan dengan tenang memberikan laporan yang di minta Ibra pada atasannya yang langsung di berikan pada Ibra.

Ibra berdehem lalu bergumam "Terimakasih." Dan di jawab Anggukan dari Anggun.

"Sama- sama Pak." Atasan Anggun yang menjawab, sedangkan Anggun kembali ke kursinya dengan tenang, kini giliran dahi Ibra yang mengerut dalam, dia tidak salah lihat kan, benar itu Anggun, apakah dia lupa padanya, karena Anggun terlihat biasa saja, mungkin saja kan mengingat sudah lama mereka tidak bertemu.

Anggun menghela nafasnya saat rapat sekaligus perkenalan direktur baru selesai, dia baru saja mendudukan dirinya saat atasannya menghampirinya. "Anggun, kamu di minta Pak Ibra buat bawa laporan mulai dari tiga bulan lalu." Anggun mengerutkan keningnya.

"Sekarang bu?" atasan Anggun mengangguk "Bukannya harusnya Bu Mira yang bawa, ya? Kok saya?" memang hausnya Mira sebagai supervisor nya yang berurusan langsung dengan direktur, kenapa dia yang justru ada di bawah pengarahan Mira, dan berstatus karyawan biasa.

"Ya, gak tahu ... " Mira berdecak "Sudah sana bawa ini," katanya sambil memberikan berkas kepada Anggun.

Anggun menyadari Ibra mungkin sengaja memintanya agar bisa bicara dengannya, tapi Anggun sudah mempersiapkan dirinya, sejak dia melihat Ibra tadi, jadi dengan tenang Anggun bangkit dan menuju ruangan Ibra.

Memasuki lift untuk naik ke lantai dimana ruangan direktur berada, hingga Anggun kini berdiri tepat di depan pintu direkturnya, Ibra.

Mengetuk pintu, Anggun segera masuk saat terdengar seruan "Masuk!" dari dalam, hingga kini Anggun berdiri di hadapan Ibra.

Ibra mendongak dan tertegun saat menemukan Anggun, "Permisi pak, saya bawakan laporan tiga bulan lalu." Anggun meletakan berkas di depan Ibra lalu mengangguk dan meminta izin untuk kembali ke ruangannya. "Kalau begitu saya permisi pak," ucapnya setelah menunduk sopan.

Baru saja akan membuka pintu gerakan Anggun terhenti saat Ibra bersuara. "Lo lupa gue Nggun?" tanyanya dengan heran. Melihat Anggun yang terlihat biasa saja membuat Ibra mengira Anggun benar- benar lupa padanya.

Anggun memejamkan matanya mendengar suara non formal dari Ibra. Anggun menghela nafasnya lalu berbalik.

"Gue yakin lo gak lupa sama gue, cuma lo berusaha menghindar." Ibra berdiri dari duduknya "Tapi gue kagum sama sikap tenang lo."

"Meski gitu, gue cuma mau ngucapin ... "Apa kabar Nggun?" setelah kejadian tempo hari saat Ibra tahu apa yang dilakukan Nizar pada Anggun, Ibra merubah sudut pandangnya pada Anggun.

Apalagi setelah mengetahui Anggun yang kini berdiri di depannya, 180 derajat berbeda dari Anggun yang dulu.

"Aku baik," ucap Anggun sambil membalik tubuhnya "Bukan lupa, hanya lebih ke sikap profesional saja, tidak mungkin kan aku bersikap sok kenal sama kamu, dan terlebih dulu kita gak seakrab itu sampai aku harus menghindar."

Menyadari bahasa Anggun yang lembut dan berkata dengan bahasa 'Aku- kamu' membuat Ibra salah tingkah.

"Itu ... Gue ... maksudnya aku cuma mau nyapa aja sih," ucap Ibra ikut mengganti kata 'gue' dengan kata 'aku' dan Anggun mengangguk, Ibra benar- benar heran kenapa Anggun bisa sangat tenang, tapi kenapa memangnya, terlebih Anggun tak tahu kalau dia mengetahui masalahnya dengan Nizar. Jadi Ibra menghela nafasnya lalu mengulurkan tangannya.

"Seneng ketemu kamu lagi Anggun, dan Aku harap kita bisa kerja sama dengan baik." Anggun menyambut uluran tangan Ibra dan mengangguk.

"Sama- sama." Ibra menunduk melihat jemari Anggun yang menggenggam tangannya dan saat menyadari ada sebuah cincin yang tersemat di jari manis Anggun, Ibra tak bisa tak bertanya.

"Kamu udah nikah Nggun?"