Jesslyn tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis dalam satu malam. Demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran finansial, ia dipaksa menikahi Neo, pewaris kaya raya yang kini terbaring tak berdaya dalam kondisi koma. Pernikahan itu bukanlah perayaan cinta, melainkan sebuah kontrak dingin yang hanya menguntungkan pihak keluarga Neo.
Di sebuah rumah mewah yang sunyi, Jesslyn tinggal bersama Neo. Tanpa alat medis modern, hanya ada dirinya yang merawat tubuh kaku pria itu. Setiap hari, ia berbicara kepada Neo yang tak pernah menjawab, berharap suara dan sentuhannya mampu membangunkan jiwa yang terpenjara di dalam tubuh itu. Lambat laun, ia mulai memahami sosok Neo melalui buku harian dan kenangan yang tertinggal di rumah itu.
Namun, misteri menyelimuti alasan Neo koma. Kecelakaan itu bukan kebetulan, dan Jesslyn mulai menemukan fakta yang menakutkan tentang keluarga yang telah mengikat hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hamil
"Ayam, ayam, ayam!!" Jesslyn terkejut begitu keluar dari kamar mandi, melihat Neo bersandar santai di samping pintu dengan senyuman menggoda.
"Menunggumu! Kau terlalu lama," jawab Neo, matanya menyapu tubuh Jesslyn yang hanya berbalut handuk.
"Keluar dari sini sekarang juga!" Jesslyn menunjuk ke arah pintu, wajahnya merah karena marah dan malu.
"Tidak semudah itu," Neo melangkah dengan perlahan.
"Neo, aku serius. Jangan mendekat!" Jesslyn mundur , dia merasa terpojok.
Neo menariknya dengan cepat, membuat Jesslyn tersentak dan jatuh ke pelukannya. "Kau terlalu cantik untuk diabaikan, Jesslyn."
"Lepaskan aku, Neo!" Jesslyn mencoba melawan, tapi Neo lebih kuat.
"Maaf, aku tidak bisa," Neo langsung mencium bibirnya dengan rakus, mengabaikan protesnya.
Jesslyn berusaha mendorongnya, tapi tangannya tak cukup kuat. "Neo, hentikan!"
"Tidak," Neo bergumam di sela ciumannya, suaranya terdengar rendah dan serak.
Jesslyn menggigit bibir bawahnya, matanya berkilat marah. "Kau gila! Apa yang kau pikirkan?"
Neo tersenyum tipis, menatap Jesslyn yang wajahnya memerah. "Aku hanya mengikuti apa yang aku inginkan."
"Dasar pria menjengkelkan!" Jesslyn memalingkan wajahnya dengan kesal.
Neo tertawa kecil, lalu melepas genggamannya sedikit. "Kalau kau mau aku pergi, cukup katakan."
Jesslyn terdiam, matanya berkilat. "Aku benci padamu, kau sangat menyebalkan."
"Kalau begitu, biarkan aku memastikan kau benar-benar benci padaku," Neo mendekat lagi, membuat Jesslyn mundur beberapa langkah.
"Neo, jangan—" Jesslyn terhenti saat Neo kembali mendekapnya erat.
"Aku hanya tidak tahan melihatmu seperti ini," Neo berbisik lembut.
"Kau benar-benar menyebalkan!" akhirnya Jesslyn menyerah, wajahnya penuh emosi.
Neo terkekeh, lalu melepaskan Jesslyn. "Aku tahu kau suka padaku, meski kau menyangkalnya."
Jesslyn mendesah berat. "Keluar dari kamarku, Neo. Sekarang."
Neo tersenyum lebar sebelum melangkah pergi. "Baiklah, Nyonya Hou. Sampai jumpa nanti."
"Frans, apa ada laporan terbaru untukku?" tanya Neo tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang sedang ia baca di meja kerjanya.
"Ada, Tuan," Frans mengangguk. "Nyonya Maria dan Nyonya Veronica lagi-lagi mencoba membuat masalah. Mereka menyebarkan fitnah tentang Anda di kalangan bisnis."
Neo menghentikan bacaannya sejenak, lalu mendongak dengan ekspresi datar. "Fitnah apa kali ini?"
"Katanya, Anda menggunakan cara-cara kotor untuk mempertahankan posisi Anda di perusahaan," Frans menjelaskan. "Mereka juga menyebarkan cerita kalau Anda tidak layak menjadi pemimpin."
Neo tersenyum tipis, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda emosi. "Hm. Itu adalah usaha terakhir dari orang-orang putus asa. Biarkan mereka. Apa reaksi orang-orang?"
"Sebagian tidak percaya, Tuan. Nama Anda terlalu kuat untuk dijatuhkan begitu saja," Frans menjawab dengan tenang. "Tapi ada beberapa yang mulai terpengaruh."
Neo bersandar di kursinya, menatap Frans dengan tatapan datar. "Kita tidak perlu menanggapi. Fokus kita tetap pada pekerjaan. Aku yakin kau tahu apa yang harus dilakukan."
"Tentu, Tuan," Frans mengangguk. "Namun, apa tidak sebaiknya kita langsung menyingkirkan mereka? Itu akan lebih cepat dan bersih."
Neo terkekeh pelan. "Tidak, Frans. Untuk sekarang aku sedang tidak berminat untuk menggunakan kekerasan. Biarkan saja mereka menghancurkan diri sendiri dengan kebodohannya."
"Tapi, Tuan, mereka bisa terus mencoba mengganggu Anda," Frans mencoba berargumen.
"Mereka bisa mencoba, tapi aku tidak akan goyah," kata Neo. "Aku mempercayakan masalah ini padamu, Frans. Tangani dengan caramu, tapi jangan sampai mengotori nama baikku."
"Baik, Tuan. Saya akan memastikan semuanya terkendali,"
Neo kembali membaca dokumennya. "Bagus. Dan Frans..."
"Ya, Tuan?"
"Pastikan mereka tahu siapa yang sebenarnya mereka lawan," Neo menatap Frans dengan senyum penuh arti.
"Dimengerti, Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu." ucapnya dan pergi begitu saja.
BRAKKK....
.
.
Dobrakan pada pintu sedikit menyita perhatiannya. Neo mengangkat wajahnya dan mendapati Jesslyn berjalan cepat ke arahnya.
"Neo, cepat antarkan aku ke rumah sakit," suara Jesslyn memecah keheningan ruangan. "Aku merasa mual, dan aku rasa ada masalah dengan kesehatanku."
"Tapi kau harus tau, Nyonya Hou, jika setiap bantuan itu ada harganya."
Jesslyn mendengus kesal, dia meraih pulpen di meja dan melemparkannya ke arah Neo. Pulpen itu ditangkap dengan mudah olehnya tanpa sedikit pun terganggu. "Berhenti bersikap menyebalkan! Aku serius, Neo. Kalau kau tidak mau, aku bisa pergi sendiri!"
Neo berdiri. "Tunggu, aku hanya bercanda. Baiklah, aku akan mengantarkanmu. Tapi ingat, ini tidak gratis."
Jesslyn mendesah frustrasi. "Neo, berhenti membuatku naik darah. Cepatlah, aku tidak punya waktu untuk meladeni lelucon bodohmu!"
Neo mengambil kunci mobil dari meja. "Ayo, Nyonya. Jangan sampai kau pingsan sebelum sampai di rumah sakit. Aku tidak mau repot menggendongmu."
Jesslyn berjalan lebih dulu keluar ruangan, tanpa repot-repot membalas sindiran Neo. Neo terkekeh kecil dan mengikutinya dengan santai.
Setelah beberapa saat perjalanan dalam mobil yang penuh keheningan, mereka tiba di rumah sakit. Jesslyn langsung dibawa masuk ke ruang periksa oleh perawat, sementara Neo menunggu di luar.
.
.
Neo menunggu dengan gelisah. Meskipun dia tidak mengatakannya, tapi dia sangat-sangat mencemaskan Jesslyn. Dia takut jika sakitnya serius. Pintu terbuka, Neo segera berdiri dan Jesslyn keluar dari ruangan itu dengan ekspresi yang sulit di tebak.
"Bagaimana hasilnya?"
Jesslyn menggigit bibirnya, tidak tahu bagaimana menyampaikan kabar ini. "Dokter ingin berbicara dengan kita. Kau harus masuk bersamaku."
Neo mengangkat alis. "Kenapa begitu serius? Tapi baiklah." Neo mengangguk lalu mengikutinya masuk kembali ke ruang periksa.
Dokter yang menunggu di dalam tersenyum hangat begitu mereka masuk. "Selamat siang. Saya ingin menyampaikan sesuatu yang penting."
"Langsung saja," kata Neo tanpa basa-basi. "Apa yang terjadi dengan istriku?"
Dokter mengangguk pelan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sebenarnya. Nyonya Jesslyn tidak sakit."
Jesslyn mengerutkan kening. "Lalu kenapa aku merasa mual dan lemah akhir-akhir ini?"
Dokter tersenyum lebih lebar. "Itu karena Anda hamil. Selamat, Nyonya."
Jesslyn membeku di tempat, rasanya bagaikan disambar petir di siang bolong. "Apa, hamil?"
Neo terkejut untuk sesaat, lalu senyum tipisnya muncul. "Jadi, kau membawa anakku, Jesslyn?"
Jesslyn berbalik dan menatap Neo dengan ekspresi bingung. "Tunggu, ini tidak masuk akal. Aku tidak siap untuk ini."
Dokter memandang keduanya dengan tenang. "Kehamilan Anda sudah berjalan sekitar empat minggu. Saya akan memberikan panduan dan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan kondisi Anda dan bayi tetap sehat."
"Empat minggu?" Jesslyn mengulang pelan, dia masih tidak percaya dengan apa yang di dengarnya itu. Dia menatap Neo tajam. "Ini salahmu! Semua ini salahmu!"
Neo menyandarkan tubuhnya ke dinding dan menghela napas. "Kau menyalahkanku? Bukankah kita berdua terlibat, Nyonya?"
"Terlibat?" Jesslyn menatapnya dengan marah. "Ini bukan sekadar 'terlibat', Neo! Aku akan menjadi ibu dari anak seorang pria paling menyebalkan di dunia!"
Neo tertawa kecil. "Itu pernyataan yang menarik. Tapi aku tidak mendengar kau menyangkal jika kau menyukaiku, setidaknya sedikit."
Jesslyn memutar mata, lalu menghela napas panjang. "Dokter, tolong beri kami waktu sebentar."
Dokter mengangguk mengerti. "Tentu. Saya akan menyiapkan dokumen panduan untuk Anda." Dia keluar dari ruangan, meninggalkan mereka berdua.
Jesslyn menatap Neo dengan tajam. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Neo berjalan mendekatinya, wajahnya lebih serius kali ini. "Apa maksudmu? Kita akan menjaga bayi ini dengan baik. Aku akan memastikan kau mendapatkan semua yang kau butuhkan."
Jesslyn terdiam, mencoba mencerna kata-kata Neo. "Aku tidak tahu apakah aku siap menjadi ibu, Neo. Ini terlalu cepat."
Neo menyentuh pipinya dengan lembut, memaksa Jesslyn menatapnya. "Kau tidak sendiri. Kita akan melakukannya bersama."
"Neo..." Jesslyn merasa emosinya campur aduk. "Kenapa kau terdengar begitu yakin?"
Neo tersenyum kecil. "Karena aku tidak pernah setengah-setengah dalam apa pun, terutama ketika menyangkutmu, Jesslyn."
Mata Jesslyn berkaca-kaca. "Aku tidak tahu harus berkata apa. Kau begitu menyebalkan, tapi sekarang... aku merasa sedikit lega."
"Baguslah kalau begitu, kalau begitu ayo kita pulang. Aku pastikan, selama kau hamil, kau akan mendapat semua yang dibutuhkan."
----
Bersambung