"Assalamualaikum, ini pak Ahmad. Bapak, anak anda sedang tidak baik-baik saja. Bila anda mau bertemu langsung, dengan anak anda... Serahkan kepada saya 1M secepatnya, jangan banyak alasan. Ketemu di depan gedung Serbaguna"
"Apa! Apa maksud mu! Siapa kau!! "
....
Ahmad Friko, pengusaha sukses setelah ia mengadopsi anak panti asuhan, yang diberi nama Rara, pak Ahmad bekerja dengan serius sampai terkadang lupa dengan kewajibannya untuk mengurus anak. Hingga saat ia bangkrut, ia mendapat pesan dari seseorang bahwa anaknya sedang di sekap, ditawan dan dimintai uang satu milliar, yang jumlahnya tak biasa. Apa yang akan dilakukan Ahmad setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bu Alisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16-Putriku, di tawan preman satu milliar
Selamat membaca kawan-kawan 😏
"Brrr... "
Eve memegang kedua lengan, melihat interior mewah seorang wanita paruh baya yang menyelamatkan nya dari kesendirian. Eve merasa memiliki balas budi pada wanita itu, apalagi sekarang ia ditawari secangkir teh susu hangat dan cookies kue kering. "Ini maafkan ibuk ya kalau cuma seadanya... "
Eve menggeleng kecil, tak tahu harus berkata apa. Tangan remaja itu gemetaran sendiri saat mengangkat cangkir ke atas, demi ia hirup lalu di isap pelan. "Terimakasih."
" Sama-sama, ini handuk juga buat mengeringkan rambut kamu biar gak lepek"
"Maaf Bu, saya benar-benar merepotkan... "
Kata Eve menundukkan kepala, remaja itu menurunkan tangannya demi mendapatkan handuk pemberian ibuk itu. Lalu dia keringkan sendiri, sang wanita yang penasaran akan kehidupan remaja itu mulai memberikan pertanyaan.
"Memang sudah berapa lama kamu tinggal disitu dek? "
"Apa sudah selama ini kamu tinggal disana? Sama siapa? "
Eve mengangguk sedikit, mungkin pertanyaan ini harus ia jawab tapi bila menyangkut apakah setelah mendengar ceritanya wanita ini akan melaporkan kepada polisi atas kekerasan sang kakak, Eve masih belum rela, karena hanya orang itu satu-satunya sisa keluarganya. Eve juga masih belum tau dimana keberadaan keluarnya yang lain.
"Saya... "
"Tinggal bersama... "
"Tak apa ceritalah kepada ibuk, anggap saja aku keluarga mu juga ya dek, jadi jangan sungkan atau malu, jangan takut.. "
Bujuk wanita itu yang lemah lembut padanya, suatu perlakuan yang jarang Eve dapatkan di manapun dirinya berada. Merasa disentuh hangat seperti ini saja sebenarnya Eve sangat senang, tetapi bagaimana dia bisa mengatakan sebenarnya kalau ada rasa bimbang dalam hati?
"Tok! Tok! "
"Buk!! Dokternya dateng!!! "
Ucap si anak nya wanita ini, di ruang tamu, keduanya menoleh kebelakang yang sekarang mereka berdua ada di dalam. Si ibuk berdiri, akan menyambut dokter kenalannya untuk merawat Eve, remaja kasihan yang dia temukan tak sengaja saat dia masuk ke dalam kolong kosong yang lama tak di masuki orang.
"Kamu tunggu di sini dulu ya... " ucap si wanita baik hati itu, Eve mengangguk menimpali. Dan menunggu wanita itu membawa masuk sang dokter ke dalam rumah, Eve merasa bersalah karena mendapat bantuan yang tak sepele.
Dokter wanita itu masuk ke dalam bersama si ibuk, si dokter terlihat muda dan cantik dalam kemasnya yang berhijab putih. "Apa ini yang harus ku periksa Bu Fitri? "
"Ya itu dia... Tolong ya... "
"Dia aku temukan dalam keadaan babak belur mungkin karena seseorang atau ada orang yang meninggalkannya disana, dia juga masih sekolah... "
Ucap si ibuk, yang sering dipanggil Fitri juga memberikan set baju santai anaknya yang masih SMP tapi pas dan cocok untuk tubuh kurus Eve. "Halo... Nama kamu siapa? " tanya si dokter, mulai mengeluarkan peralatan medis nya dari dalam tas.
Eve meneguk ludah sedikit gugup, "Sa-saya Eve dok... "
"Kamu kelas berapa? Dari seragam kamu, pasti anak SMA ya? SMA dimana? "
"Ya...A-aku kelas 10...SMA BungKaraya... "
"Owh... SMA itu ya... Pasti kamu anak pintar kan, soalnya di sekolah itu terkenal anak-anak yang pintar dan anak-anak yang hebat.. "
Ucap kata dokter menjadi doktrin semangat untuk Eve, walau remaja itu tahu bahwa itu hanya sekadar ucapan dokter itu saja. Eve hanya mengangguk, berpura-pura senang. "Terimakasih dok... "
"Baik... "
"Dari berapa lama luka kamu sayang? "
"Em... Ke-marin? "
Ucap Eve sedikit ketakutan, dokter itu langsung membelak mata kaget. Anak semuda Eve mendapat luka baru ini lalu terlihat baik-baik saja? Bagaimana bisa dokter itu tak kaget, apalagi sedikit dari dokter itu dengar dari bu Fitri bahwa anak ini ditemukan di kolong sempit saat hujan hampir turun deras.
"Tidak apa? Bagaimana sekarang? Masih ada yang sakit? "
Eve diam saja. Tak menjawab, Dokter itu merasa di acuhkan. "Kalau begitu, bagaimana sudah makan? "
Eve menggeleng, lalu membiarkan sang dokter mengobatinya yang pertama di basahkan dengan air lalu diberi antibiotik, hingga beberapa yang lain Eve tak terlalu tahu karena dia juga bukan anak IPA.
"Sakit... " seru Eve saat kapas mengobati lehernya yang merah karena cekikan kakaknya, membuat Dokter sedikit mundur merasa bersalah. "Ma-maafkan aku ya... Biar aku hati-hati... " ucap dokter itu melanjutkan, Eve meneguk ludah kecil, kata-katanya serasa tercekat ke dalam.
'Maafkan aku dok, seharusnya aku yang diam tidak boleh bersuara... Aku begini karena memang anak lemah, '
"Bagaimana sudah? " tanya bu Fitri, anak remajanya juga penasaran dengan keadaan Eve itu. Setelah beberapa menit Eve di beri perban bahkan di perut dan dadanya yang untungnya tidak menimbulkan patah tulang, kini gadis itu di suruh istirahat, tidak boleh bergerak ke mana-mana.
"Kamu istirahat saja ya sayang, jangan bangun atau jangan pergi keluar ke mana-mana. "
"Bu Fitri saya sarankan dia untuk tidur di rumah ibu dulu, sebelum situasi ini dilaporkan ke polisi karena adik Eve harus mendapat kesembuhan yang maksimal... "
"Bu Fitri ini resep obat yang harus ibu beli ya, kebaikan anda menolong adek Eve begitu besar, semoga bu Fitri mendapat banyak amal pahala jariyah bersama sekeluarga, amin... "
Bu Fitri ikut mengusap wajah, "Amin... Terimakasih dokter telah datang ke rumah saya, "
"Tidak apa... Baik saya pamit pergi ya bu, "
"Silakan... Silakan... "
"Buk, mbak Eve gak apa kan? "
"Iya... Dia cuma butuh tidur, cepat siapkan kasur di kamar kosong itu lalu bersihkan dulu .. "
Anaknya mengangguk menurut, anak perempuannya menaruh handphone di sebelah TV demi mengerjakan tugas yang diperintahkan ibu nya. Eve menggeleng kecil, wajah pucat pasi nya merasa kehilangan harapan hidup.
"Bu... Tidak perlu, saya pulang saja ke rumah, ini sudah cukup... "
"Tidak dek! Apa yang kamu katakan?? "
"Ingat apa kata dokter, istirahat disini lebih baik, menjaga lukamu dulu. Kalau udah sembuh boleh pulang. "
"Tapi... Kalau begitu saya merepotkan ibu... " ucap Eve sampai mengangkat kepala. Ibu Fitri menggeleng tak apa, selama dirinya bisa membantu, pasti Fitri ingin sekali melihat kesembuhan anak seperti Eve yang nampak kasihan ini. Wajar bila orang merawat Eve, dia saja ditemukan di dalam keadaan sekarat dan sendirian.
"Buk kamarnya sudah aku bersihin!! " ucap anaknya dari kejauhan, bu Fitri langsung menuntun Eve untuk masuk ke dalam kamar yang lumayan ada beberapa kosong tak ditempati, remaja itu yang di tuntun dengan kaki terpincang-pincang meneguk ludah beberapa kali. Mengeratkan tangan ke punggung bu Fitri sebagai pegangan, "Bu... "
"Tak apa, kamu harus banyak istirahat. Pasti berat sekali, setelah pulih jangan diam saja nak, kalau ada orang seperti ibuk di luar sana minta bantuan saja, tidak perlu gengsi untuk melaporkan masalah kamu atau merasa takut, "
"Pasti banyak orang yang mau membantu kamu dek, jangan lagi berdiam diri saja ya? "
"Hidup kamu masih panjang, juga masih muda. Cita-cita kamu pasti ingin di gapai
kan? "
Eve mengangguk kecil, tersenyum akhirnya. "Um." angguk remaja itu tak bisa mengelak, gadis itu pun dibawa ke dalam kamar kosong nya bu Fitri, yang kadang kalau bukan hari raya kamar itu kosong.
****
Di dalam kamar bu Fitri, Eve dibaringkan disana. Anaknya bu Fitri yang masih SMP sering di panggil Anjani itu hanya menatap Eve sama khawatirnya, mereka adalah orang baik, 'Aku tak pantas menerima semua ini... Kenapa aku bisa ditemukan mereka? '
"Kalau kakak membantuku keluar, aku juga akan membantu kakak... "
"Tapi apa ya maksud ucapan anak kecil itu? " ucap nya pelan di dengar mereka berdua, "Maksud kamu apa dek? " tanya Bu Fitri yang mendengarnya bertanya, Eve menggeleng cepat saat ia mengambil duduk lukanya langsung menimbulkan rasa sakit, rasanya nyut-nyut seketika. Eve tak tahan merintih kesakitan, "Aduh... Jangan tiba-tiba duduk dong mbak... "
"Berbaring lagi, jangan dipaksa kalau gak bisa.. "
"Ah.. Iya terimakasih... " jawab Eve, ia memilih membaringkan kepala kembali ke ranjang empuk di belakangnya, ini adalah pertama kali dirinya disambut seperti ini, kebanyakan tetangga yang melihat dirinya tinggal di belakang rumah mereka hanya acuh, atau terkadang tak mengenal remaja itu. Apakah ini yang namanya keajaiban?
"Buk, ayo kita keluar... Biarkan mbak Eve istirahat... "
"Nanti kalau mbak Eve bangun, langsung panggil Anjani aja. Nanti aku bakal bawakan mbak makanan, "
Eve terbatuk-batuk, bibir pucat nya berusaha berbicara tapi seakan rasanya dipendam kedalam bersama semua rasa ketidakpastian yang membuat lehernya sensitif, dan tercekit. "Te-ri... makasih... "
"Sama-sama... " jawab Anjani mengambil HP nya kembali, lalu keluar bersama sang ibu yang perlahan memberikan senyum terakhir sebelum menutup pintu. Bu Fitri, apakah tetangga nya? Eve merasa selama dirinya hidup, dan ia hampir ingin putus sekolah karena terus mendapat penindasan di manapun dirinya berada, berusaha mendapatkan uang walau sepeser uang 200 perak sudah tak berharga dimata orang lain.
Bagi Eve, dirinya yang hanya bekerja di belakang tak pernah kesampaian bekerja di bagian kasir selalu mendapat cemohan bahkan sentakan dari kepala bos yang memarahinya karena alasan dia tak becus membersihkan piring.
Hal yang paling menyusahkan adalah saat dimana sang kakak, Rio bajingan itu mengambil uang darinya seenak jidatnya. Ia yang pulang malam-malam, belum membersihkan badan, belum makan seharian, dan belum juga mempersiapkan pelajaran untuk besok, kehadiran adiknya tak pernah disambut. Rio selalu membawa wanita asal-asalan dan becocok tanam di depannya tanpa rasa bersalah, malam itu Eve yang hanya mendapat uang 100k yang baginya untuk membayar token listrik saja belum mampu.
Dengan jahat, abang Rio mengambil uang 100k itu sebagai tambahan uangnya tuk diberikan ke wanita itu keesokan paginya. Ia tak bisa sarapan karena pria itu juga, sial... sial... sial!!! Eve memegang erat selimut dibawahnya dan menutup kedua mata dengan lengan kecilnya, perempuan itu tak bisa menyembunyikan kesedihannya akan hidup yang tak begitu adil ini.
Andai saja dirinya lah yang mati atau mereka bukan lah adik kakak yang hampir mirip persis, apakah hidup Eve masih tetap sama.
"Kak bantu aku... "
"Keluarkan aku kak... "
"Tolong... "
"Sakit... "
Eve meneguk ludah kecil, dirinya membuka kedua mata cepat sembari melihat kesekitar. Keadaan kamar begitu gelap, karena kata saran dokter dirinya tak boleh terkena cahaya matahari, dia diperuntukkan untuk istirahat dulu di pagi mendung ini. Tetapi dari tadi remaja itu tak bisa menutup matanya, sekian lama yang ia terpikirkan adalah apa yang terjadi pada mimpinya tadi dan soal kakak nya yang di rumah.
"Tidak Eve, itu cuma mimpi doang. Mimpi cuma bunga tidur, itu gak nyata... " katanya menutup kedua telinga sendiri, tak bisa terhindar dari banyaknya lirihan anak kecil yang terus meraung padanya yang lemah tanpa banyak kekuatan.
"Tidak usah takut dek untuk bercerita"
"Minta bantuan saja, tidak perlu gengsi untuk melaporkan masalah kamu atau merasa takut, "
"Maaf Bu... Mungkin, aku tidak bisa... "
"Aku sangat lemah... "
"Hich"
Pikirnya, membenamkan diri dalam kedua lengan, menggigit bibir keras seolah menjadi pelampiasannya setelah ini. Kedua mata anak itu membuka pelan, menyiratkan kelemahan dan kelelahan yang sama persis mirip anak kecil itu.
Bersambung...