Seorang anak terlahir tanpa bakat sama sekali di dunia yang keras, di mana kekuatan dan kemampuan ilmu kanuragan menjadi tolak ukurnya.
Siapa sangka takdir berbicara lain, dia menemukan sebuah kitab kuno dan bertemu dengan gurunya ketika terjatuh ke dalam sebuah jurang yang dalam dan terkenal angker di saat dia meninggalkan desanya yang sedang terjadi perampokan dan membuat kedua orang tuanya terbunuh.
Sebelum Moksa, sang guru memberinya tugas untuk mengumpulkan 4 pusaka dan juga mencari Pedang Api yang merupakan pusaka terkuat di belahan bumi manapun. Dialah sang terpilih yang akan menjadi penerus Pendekar Dewa Api selanjutnya untuk memberikan kedamaian di bumi Mampukah Ranubaya membalaskan dendamnya dan juga memenuhi tugas yang diberikan gurunya? apakah ranu baya sanggup menghadapi nya semua. ikuti kisah ranu baya hanya ada di LEGENDA PENDEKAR DEWA API
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 29
Ranu mendengar suara berisik seperti orang sedang berlatih ilmu kanuragan yang berada di balik sebuah dinding bata setinggi 4 meteran, "Mungkin ini tempat yang ditunjukkan prajurit tadi," ucapnya dalam hati.
Dia meneruskan ayunan langkah kakinya dan menemukan sebuah pintu yang terbuat dari kayu jati. Kayu itu dibentuk sedemikian rupa hingga menjadi sebuah pintu yang besar dan kokoh
Dengan perlahan, Ranu membuka pintu besar tersebut agar tidak menganggu para prajurit yang sedang berlatih. Dia lalu masuk dan melihat dari jauh para prajurit yang sedang berlatih tersebut. Tatapan matanya kemudian tertuju kepada belasan wanita muda yang memakai pakaian hitam-hitam dengan pedang tergantung di punggung masing-masing.
Ranu melanjutkan langkahnya agar lebih dekat lagi kepada belasan wanita muda berseragam hitam itu. Dia memilih duduk di sebuah bangku panjang yang terdapat di dekat para wanita muda tersebut berlatih.
Dia tidak tertarik dengan paras para wanita muda yang berbaju hitam tersebut. Namun tertarik dengan gerakan dan formasi yang mereka tunjukkan. Dengan seksama, dia mempelajari gerakan-gerakan yang ditunjukkan para pendekar wanita itu dan mencari titik kelemahannya dimana.
"Kau siapa? Apa kau mencuri lihat gerakan kami!?" terdengar suara lelaki di belakang Ranu.
Ranu terkejut dengan teguran lelaki tersebut.
Dia kemudian menoleh dan melihat lelaki setengah baya memakai pakaian selayaknya pejabat kerajaan. Di sampingnya, berdiri lelaki yang memakai pakaian hitam seperti yang dipakai para gadis. Ditaksir dari gurat wajahnya, lelaki tersebut paling tidak berusia 60 Tahun.
"Aku hanya ingin melihat gadis-gadis cantik ini saja, Paman," jawab Ranu berbohong. Dia tidak mungkin bilang sedang mengamati gerakan mereka.
"Kau siapa!?"
Ranu kembali dibuat bingung mencari jawaban untuk pertanyaan yang baru saja mereka dengar. Jika dia bilang kalau dia adalah tamu Raja Suryaputra, mereka tidak akan percaya dengan penampilan lusuhnya.
"Kau pasti penyusup! Atau kau pemuda mata keranjang yang mencuri-curi kesempatan melihat murid-muridku?" lelaki yang berpakaian hitam ikut menimpali.
Ranu semakin terpojok dengan pertanyaan dan tuduhan tersebut, "Aku ingin bisa ikut berlatih ilmu kanuragan, Paman."
"Lalu kau siapa? Dari tadi kau tidak menjawab pertanyaanku!"
"Namaku Ranu, Paman. Paduka mengijinkanku tinggal di istana untuk beberapa hari." Ranu terpaksa mengaku dari pada dituduh macam-macam.
"Prajurit, apakah benar pemuda ini diberi ijin oleh paduka raja tinggal di istana?"
"Benar, Tuan Senopati." jawab prajurit yang tadi mengikuti Ranu.
Lelaki setengah baya yang ternyata adalah seorang senopati tersebut menganggukkan kepalanya.
"Kalau kau ingin berlatih ilmu kanuragan, kenapa tidak melihat di sana saja? Kenapa harus di sini?" Senopati tersebut menunjuk para prajurit yang sedang berlatih.
"Karena gerakan mereka lebih indah dilihat, Tuan Senopati."
"Ternyata benar, kau adalah seorang pemuda mata keranjang! Kau harus diberi pelajaran!"bentak lelaki yang berpakaian hitam. Lelaki tersebut tidak peduli meski Raja Suryaputra yang mengijinkan Ranu tinggal di istana. Sebab baginya, melihat para muridnya berlatih adalah sebuah pelanggaran karena bisa mencuri gerakan formasi yang diajarkannya.
"Muridku, beri pemuda mata keranjang ini pelajaran!" lanjutnya.
"Baik, Guru!"
Seorang gadis berpakaian hitam kemudian mendekati Ranu dan memberikan tendangan mengarah ke perut pemuda tersebut. Dengan gerakan sedikit menyamping, Ranu menghindari tendangan itu dengan mudah.
Merasa pemuda tanggung itu kebetulan bisa menghindari serangannya karena refleks semata, gadis tersebut kemudian melakukan serangan berikutnya.
Dua kali tendangan dilayangkannya menuju perut dan kepala Ranu. Namun lagi-lagi serangannya menerpa ruang kosong saja.
Tidak terima karena tiga serangannya bisa dihindari dengan mudah, gadis itu kali ini menyerang dengan segenap kemampuannya. Ranu yang tidak berniat bertarung, hanya menghindar dan menghindar saja tanpa menyerang sama sekali.
Namun yang dilakukan Ranu diartikan lain oleh guru yang melatih gadis tersebut. Dia merasa Ranu sedang unjuk kebolehan di depannya, dan itu sama saja menghina dirinya.
Si guru pun menyuruh belasan murid gadisnya untuk menyerang Ranu bersama-sama.
"Serang bocah sombong itu!"
Ranu sedikit bengong dengan perintah yang diberikan guru para gadis muda tersebut. Dia tidak menyangka jika harus bertarung sungguhan dengan belasan gadis yang dilihatnya tadi.
"Ini hanya salah paham! Aku tidak akan bertarung dengan kalian!" teriak Ranu.
"Jangan pedulikan ucapannya! Serang dan hajar dia!"
Sebenarnya, Ranu tidak merasa kesulitan menghindari serangan para gadis muda tersebut. Sebab mau bagaimanapun juga, kecepatan pendekar aliran hitam yang sudah dilawannya jauh di atas para gadis itu.
Merasa semakin terhina karena serangan muridnya tidak ada yang mengenai sasaran, Lelaki tua setengah baya tersebut kembali berteriak, "Bentuk formasi Pedang Hujan,"
Ranu kemudian meloncat mundur, "Pak tua, aku tidak ingin bertarung. Aku juga tidak berniat melawan murid-muridmu. Jangan paksa aku melakukan kekerasan!"
"Sombong! kau belum tahu bagaimana kekuatan formasi Pedang Hujan. Serang dan hajar dia!"
"Jangan salahkan aku jika melakukan kekerasan, Pak tua!" Ranu kembali berteriak.
Ranu kembali dikepung belasan gadis muda berpakaian hitamt. Gerakan mereka begitu rapi dan tertata. Namun, Ranu yang sudah mempelajari kelemahan formasi tersebut kemudian tersenyum simpul.
Empat serangan pertama berhasil di hindari.
Memasuki serangan ke lima, Ranu bergerak cepat memotong pergerakan mereka dan menjatuhkan tiga orang gadis dalam satu gebrakan. Ranu tidak memukul atau menendang mereka di daerah yang vital atau bisa menimbulkan luka dalam. Dia hanya menendang kaki mereka bertiga, sehingga keseimbangan mereka menjadi terganggu dan kemudian terjatuh.Senopati yang melihat gerakan Ranu menjadi kagum, dia tidak menyangka jika formasi pedang hujan yang sudah dilatih berbulan-bulan oleh para gadis muda tersebut, bisa dipatahkan dengan mudah oleh pemuda yang menurutnya seperti pemuda bodoh.
Setelah tiga orang gadis yang mengeroyoknya terjatuh dan kesakitan sambil memegangi kaki masing-masing, Ranu bergerak kembali untuk menghindari serangan yang mengincar lehernya. Dia merunduk dan memberikan tendangan gunting yang langsung menjatuhkan dua gadis sekaligus.
"Aku bisa mematahkan formasi ini dengan mudah jika aku mau. Apa kau tidak kasihan dengan murid-muridmu ini jika mereka cedera!?" teriak Ranu kepada lelaki yang berpakaian hitam.
"Kenapa tidak kau saja yang melawanku, Pak tua?" lanjutnya.Merasa direndahkan Ranu, guru dari para gadis itupun berteriak keras, "Berhenti menyerang! Biar aku yang memberi pelajaran kepada bocah sombong itu!"
"Nah, begitu kan bagus, Pak tua. Aku tidak tega jika kulit mereka yang halus itu lecet." Ranu tersenyum tipis memberi cibiran.
Lelaki berpakaian hitam itupun maju hingga di depan Ranu, "Kalian minggirlah! biar aku yang memberinya pelajaran," ucapnya dengan sombong.
"Sebentar, Pak Tua! Aku takut untuk membuatmu malu. Bagaimana kalau kita bertarung di ruang tertutup saja, biar tidak ada yang tahu?"
"Bedebah! Kau kira bisa mengalahkan aku, Bocah sombong?"
"Sepertinya begitu," jawab Ranu dengan entengnya.
"Kau memang minta dihajar, Bocah!"
Tidak bisa menahan emosinya karena merasa diremehkan, lelaki setengah baya tersebutpun melakukan serangan dengan cepat dan bertubi-tubi ke setiap bagian tubuh Ranu.
Pemuda tanggung itu dengan sigap dan ringan menghindari setiap serangan yang menghujam ke tubuhnya.
"Gadis-gadis, dengarkanlah! Pelajaran pertama, kuasai emosimu dan jangan sampai emosi yang menguasaimu," Ranu berbicara sambil menghindari serangan yang mengarah kepadanya.
"Jika kalian menyerang dengan menggunakan emosi, lawan akan bisa dengan mudah membaca gerakan kalian dan memberi serangan balik. Seperti ini contohnya!"
Ranu menghindari pukulan yang mengancam kepalanya. Dia berkelit ke samping lalu memberikan pukulan menuju rusuk kanan lelaki tersebut. Namun sebelum pukulannya sampai, dia menarik pukulan tersebut karena itu hanya tipuan dan kakinya sudah melayang menuju perut lawan dengan cepat.
Buugh!
Lelaki setengah baya tersebut langsung terjengkang ke belakang 3 langkah. Tanpa sadar, gadis-gadis itu bertepuk tangan melihat peragaan yang diberikan Ranu.
Semuanya lupa jika yang baru saja dijatuhkan Ranu adalah pelatih mereka.
Lelaki bangkit dengan muka merah padam.
Emosinya semakin tinggi karena sudah dibuat malu bocah yang masih ingusan.
"Pelajaran kedua..." Belum sempat Ranu menyelesaikan ucapannya, sebuah pedang sudah mengancam lehernya. Dengan cepat dia menarik tubuhnya sedikit ke bawah dan bilah pedang tersebut melintas sedikit di atas kepalanya. Beberapa helai rambutnya pun ikut terpotong karena dia sedikit terlambat menurunkan tubuhnya tadi.
"Gunakan kelemahan lawan sebagai kekuatanmu!" Ranu melanjutkan ucapannya, kemudian meloncat ke salah satu gadis dan menarik pedang yang tergantung di punggung gadis tersebut.
Saking cepatnya gerakan Ranu sehingga gadis tersebut hanya melongo melihat pedangnya diambil begitu saja.
Ranu dengan pedang di tangannya mulai memberikan serangan. Jika dari tadi dia hanya menghindar saja, sekarang dia balik memberi tekanan. Lelaki tersebut tidak menyangka jika pemuda yang diremehkannya itu mempunyai ilmu kanuragan yang lumayan mumpuni.
Dalam beberapa gerakan menipu, Ranu bisa memukulkan gagang pedangnya ke punggung lelaki tersebut beberapa kali.
***
maaf ya reader author kemarin gak update karena author gak enak badan.jangan lupa dukung author ya fi vote biar author jadi tambah bersemangat....Terimakasih