Seri Kelanjutan dari Novel PENGUASA BENUA TERATAI BIRU. Bagi yang ingin menyimak cerita ini dari awal, silakan mampir di penguasa Benua Teratai Biru 1, dan Benua Teratai 2.
Dunia Kultivator adalah jalan menuju keabadian yang merupakan jalan para dewa. Penuh dengan persaingan, pertentangan dan penindasan.
Kisah ini menceritakan sosok Qing Ruo, pemuda yang memiliki takdir langit sebagai seorang penguasa. Sosok yang awalnya di anggap lemah, di hina dan hidup dalam penindasan.
Bagaimana kisahnya. Simak perjalanannya menjadi seorang penguasa.
Penulis serampangan.
Yudhistira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhistira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Kereta Besi Hitam.
Di tempat lain.
Qing Ruo yang sedang dibawa oleh Na Mu dan Bing Wu menuju penjara Api gunung langit, duduk di sudut ruangan kereta besi hitam, berpura-pura ketakutan, sambil memeriksa kehadiran sosok jenderal semi abadi tingkat lima yang pernah mengawasinya.
" Semoga dia tidak datang," Qing Ruo membatin, sedangkan Na Mu dan Bing Wu serta kedua prajurit itu terus menghinanya.
" Luo Zhao, apakah sekarang kamu menyesal? Tapi semuanya sudah terlambat..." ucap seorang prajurit mengejek.
" Jenderal, melihatnya wajah yang ketakutan seperti ini benar-benar membangkitkan kemarahanku!" seorang prajurit lainya berbicara kasar.
" Karena masih ada kesempatan, hajar saja. Lagipula dengan masa seratus tahun, dia mungkin sudah tidak bernyawa," ucap Bing Wu.
" Komandan benar," ucap prajurit tersebut bergerak dan hendak menampar Qing Ruo. Namun belum sempat tangan itu mengenai wajah, tiba-tiba kilatan cahaya muncul.
" Akh..." prajurit itu meraung kesakitan, menatap tangan kanannya yang telah terpotong, dengan darah segar menyembur dari potongannya.
" Ba-bagaimana bisa dia melakukannya...?" ucap salah satu prajurit menatap Qing Ruo heran, namun Na Mu dan Bing Wu hanya tersenyum kecil, dan menganggap hal itu biasa saja.
" Kamu boleh memukul atau melukaiku, tetapi tidak dengan menampar wajahku..." dengan tatapan dingin, sambil melelehkan rantai perak yang mengikat tangan dan kakinya.
" Duduk!" ucap Na Mu kesal saat Qing Ruo mulai berani berkata-kata.
" Duduk? Aku terlalu lelah, aku-"
" Baj***n! Jangan mebuatku kesal!" ucap Na Mu dingin menatap Qing Ruo yang semakin berani padanya, sambil menatap prajurit yang berusaha menyembuhkan tanganya yang telah terpotong sebelumnya.
" Baj***gan? Aku rasa kata itu tepat diberikan pada kalian," jawab Qing Ruo yang telah berhasil melepaskan diri dari ikatan rantai perak, memprovikasi kedua komandan itu.
" Apakah kamu ingin melawan kami!" teriak Na Mu berdiri, membentak Qing Ruo yang hanya tersenyum santai.
" Saudara tenanglah. Biarkan saja dia bertingkah. Dengan begitu, kita memiliki alasan untuk menghajarnya," ucap Bing Wu membuat Na Mu yang sudah begitu emosi duduk kembali pada kursinya.
" Melawan? lalu yang aku lakukan ini disebut dengan apa?" Qing Ruo memprovokasi sambil menendang prajurit yang sedang menyembuhkan tangannya.
" Baj***n kamu benar-benar sudah bosan hidup, mati!" teriak prajurit lainnya mencari perhatian Na Mu dan Bing Wu bergerak ke arah Qing Ruo.
" Plak...plak..." suara tamparan keras, melempar sosok prajurit itu hingga menghantam dinding besi dengan wajah lebam dan gigi yang telah terlepas dari tempatnya.
" Sudah lemah, bertindak gegabah, bahkan berani menggertak..." ucap Qing Ruo santai.
" Swhus..." tiba-tiba bergerak mendekati prajurit yang sedang berusaha menyembuhkan tangannya itu sekali lagi.
" Saudara Luo Zhao, aku-" belum sempat prajurit itu menuntaskan kalimatnya, Qing Ruo sudah melepaskan pukulan dan menghajarnya dengan brutal.
" Kamu benar-benar berurusan dengan orang yang salah. Sebelumnya kamu telah memukulku, kini giliranku..." memukul wajah prajurit itu bertubi-tubi, bahkan membuat Na Mu dan Bing Wu tidak lagi mengenali wajah prajurit itu.
" Komandan... tolong aku..." teriak prajurit itu memohon pada Na Mu dan Bing Wu yang duduk di kursinya, bahkan tidak bergeming, menatap Qing Ruo yang sedang menghajar prajurit yang ada di hadapannya dengan santai.
" Bersenang-senanglah. Giliranmu akan tiba," ucap Bing Wu dengan seringai dingin.
" Saudara Bing Wu, Aku bahkan sudah tidak sabar. Tapi bagaimana bisa Luo Zhao yang hanya di tingkat menengah dapat mengalahkan pendekar dewa surga tingkat akhir dengan mudah. Apakah Dia benar di tingkat dewa surga? Atau dia dengan sengaja menipu kita..." Na Mu berbicara pada Bing Wu sambil menatap Qing Ruo dengan santai.
" Saudara Na Mu, bukankah hal seperti itu sudah biasa. Menurutku itu semakin menarik..."
" Maksud saudara Bing Wu?"
" Saudara Na Mu, tingkat kultivasi tidak selalu menjadi dasar untuk menentukan seseorang kuat atau tidak. Ada faktor lain, seperti kekuatan darah, teknik yang di pelajari, senjata, bahkan pengalaman bertarung..."
" Saudara benar, apalagi Luo Zhao ini dari klan Luo, dan kita tahu reputasi mereka. Walaupun terus di tindas oleh Luo Liang, mereka masih memiliki tarinnga. " ucap Na Mu.
Pada saat mereka sedang berbincang-bincang tiba-tiba Na Mu menyadari keanehan.
" Saudara Bing Wu, Lihat! bagaimana bisa prajurit yang ada di depan bahkan tidak menyadari kekacauan yang terjadi." ucap Na Mu.
" Benar," ucap Bing Wu, langsung berdiri, dan memeriksa tempat itu.
" Saudara, ruangan ini telah disegel dengan mantra formasi tingkat tinggi. Itu berarti kita berada di dalam medan perang dewanya..."
" Luo Zhao, apakah kamu benar-benar ingin melawan kami dan jenderal Baoyang Ran!" Na Mu menggertak.
Tanpa menjawab, Qing Ruo langsung mematahkan kedua tangan dan kaki kedua prajurit yang kini bahkan tidak mampu lagi berteriak.
" Saudara Na Mu, ini..." menunjuk tanda segel yang ada pintu besi kereta.
" Oh tidak, ini adalah segel dewa Kuno..." ucap Na Mu, langsung mengeluarkan pedangnya dan menjaga jarak.
" Luo Zhao, siapa kamu sebenarnya?" tanya Bing Wu dengan tatapan tajam, mencoba mengukur kekuatan Qing Ruo yang sebenarnya.
" Oh, apakah itu penting?"
" Baj***n ini, sedikit saja merasa lebih tinggi lalu begitu sombong. Kami berdua tidak pernah takut padamu..." ucap Bing Wu sambil mengeluarkan senjatanya.
" Apakah kalian mengenal tanda itu? Walaupun kalian tahu, tapi sudah terlambat. Karena aku tidak peduli siapapun kalian. Yang ingin aku lakukan saat ini adalah menghajar kalian.." ucap Qing Ruo santai.
" Tidak tahu diri. Walaupun kamu memiliki dua darah dewa, bukan berarti kamu bisa bersikap sombong. Mati!" teriak Na Mu murka.
" Swhus...swhus... " kedua sosok itu bergerak menyerang Qing Ruo.
" Dhuar... dhuar....." ledakan keras bergema, mengguncang tempat itu.
" Akhh..." teriaknya Na Mu dan Bing Wu bersamaan, dengan tangannya yang telah hancur. Menatap Qing Ruo yang menghampirinya dengan ketakutan.
" Semi Abdi tingkat dua. Bagaimana bisa kamu menyembunyikannya...." ucap Na Mu terbata-bata, menatap Qing Ruo dengan penuh kebencian.
" Bangun!" ucap Qing Ruo memintanya untuk berdiri.
" Tch... Walaupun aku harus mati, aku tidak akan-"
" Krark..." Qing Ruo langsung mematahkan kedua kakinya, membuat Bing Wu yang berada di sisinya langsung berdiri.
" Karena saat ini aku sedang bermurah hati, maka aku akan melepaskanmu..." ucap Qing Ruo sambil mencengkram wajahnya.
" Argh..." Na Mu berteriak kesakitan, saat tubuhnya tiba-tiba dililit rantai petir. Membuat Bing Wu dan kedua prajurit yang berada di sudut ruangan kini benar-benar membasahi diri.
" Kesialan apa ini. Mengapa aku harus berada di dalam kandang singa..." Bing Wu membatin, merutuk diri, mencoba untuk keluar dari tempat itu. Namun saat dirinya menyentuh pintu kereta, tanda cakram emas muncul dan menyerangnya.
" Dhuar...'" tubuhnya terlempar, menghatam dinding besi, dan melukainya dengan parah.
" Akh..." rintihnya kesakitan.