NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pengantin Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:314.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Kekhilafan satu malam, membuat Shanum hamil. Ya, ia hamil setelah melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam agama sebelum ia dan kekasihnya menikah. Kekasihnya berhasil merayu hingga membuat Shanum terlena, dan berjanji akan menikahinya.

Namun sayangnya, di saat hari pernikahan tiba. Renaldi tidak datang, yang datang hanyalah Ervan—kakaknya. Yang mengatakan jika adiknya tidak bisa menikahinya dan memberikan uang 100 juta sebagai ganti rugi. Shanum marah dan kecewa!

Yang lebih menyakitkan lagi, ibu Shanum kena serangan jantung! Semakin sakit hati Shanum.

“Aku memang perempuan bodoh! Tapi aku akan tetap menuntut tanggung jawab dari anak majikan ayahku!”



Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35. Teguran

Nampan berisi teh hangat di tangan Bu Iffah bergetar hebat ketika ia mendengar kalimat terakhir dari majikan suaminya. Ia berdiri terpaku di ambang pintu ruang tamu rumah sederhana itu, matanya membelalak, dan wajahnya seketika pucat pasi.

"Ya Allah ...," gumamnya lirih. Tangannya refleks menguatkan pegangan pada nampan ketika hampir saja cangkir teh tumpah. Langkah cepatnya menapak masuk ke ruang tamu.

“Maafkan kami, Tuan,” ucap Bu Iffah dengan suara yang tertahan oleh tangis, lututnya terasa lemas namun ia berusaha tetap berdiri tegak. “Tolong jangan pecat suami saya. Mohon jangan ....”

Papa Wijatnako sudah berdiri, matanya menatap tajam pada wanita paruh baya itu yang kini menunduk penuh penyesalan. “Saya tidak menyangka, Iffah … Saya benar-benar tidak menyangka kalian bisa sekejam ini pada anak kandung kalian sendiri.”

Aiman hanya menunduk di sisi lain, sementara tangannya mengepal erat. Ia tidak bisa membantah, tidak bisa membela diri. Rasa malu dan bersalah mencekik tenggorokannya.

“Kenapa?” tanya Papa Wijatnako pelan namun penuh tekanan. “Karena kalian malu? Karena tetangga bergosip? Karena kalian takut tidak bisa menegakkan kepala karena Shanum pulang dalam keadaan berbeda? Karena dia sudah berzina dengan anak saya?!”

Bu Iffah mulai terisak. “Bukan begitu, Tuan … kami … kami hanya tidak tahu harus berbuat apa. Shanum berubah … dan waktu itu, saya sangat kecewa. Saya marah. Saya tidak bisa menerima dia kembali dalam keadaan seperti itu.”

“Keadaan seperti apa?” sela Papa Wijatnako, suaranya meninggi. “Seperti apa, Iffah? Anak kalian pulang dalam keadaan hancur, terluka, dikhianati, dan tidak punya siapa-siapa. Dan kalian ... justru menutup pintu rumah kalian untuk dia? Mengusirnya, kan!”

Ia menghembuskan napas panjang, menahan emosinya yang semakin memuncak.

“Aiman, kamu tahu ... saya bisa maklumi jika yang mengusirnya orang luar. Tapi kamu?” Mata Papa Wijatnako menyipit menatap lelaki yang pernah ia percaya menjadi sopir sekaligus teman diskusi saat perjalanan panjang. “Kamu itu ayahnya!”

“Tuan …,” Aiman mencoba bersuara, namun hanya keluar seperti bisikan yang tenggelam dalam sesal.

“Sudah. Tidak perlu pembelaan basi. Saya sudah tahu cukup banyak.” Papa Wijatnako berjalan ke arah pintu.

“Tapi … Tuan... pekerjaan ini satu-satunya sumber penghasilan keluarga kami,” pinta Bu Iffah sambil meraih lengan bajunya. “Saya mohon, berikan kami kesempatan. Kami menyesal … sungguh menyesal.”

Papa Wijatnako menoleh perlahan, wajahnya keras. “Lalu kenapa tidak mencari Shanum? Kenapa tidak mencarinya saat kalian tahu dia hilang tak memberi kabar? Tidak kah kalian berpikir dia mungkin sakit, terluka, atau bahkan lebih buruk? Atau kalian berharap dia tidak pernah kembali agar nama baik kalian tetap bersih? Kalian memang orang tua yang tidak punya hati sama menantu saya! Seburuk itukah Shanum di mata kalian. Hanya satu kesalahan kalian usir, kalian buang. Dan sekarang kalian meminta diberikan kesempatan. Sempat kah kalian berpikir dua kali saat mengusir Shanum!?”

Ucapan itu membuat Bu Iffah terduduk lemas di lantai, menangis dalam-dalam sambil memegangi dada. Aiman berjalan pelan mendekatinya, memegang bahunya, namun wanita itu hanya menggeleng dan menjauh, merasa tak layak bahkan disentuh suaminya sendiri saat ini.

Papa Wijatnako menatap mereka berdua dengan getir. Rumah kecil itu tiba-tiba terasa sesak oleh keheningan dan rasa bersalah.

“Kalian tidak perlu tahu di mana Shanum sekarang,” ujar Papa Wijatnako akhirnya. “Karena setelah ini, saya pastikan kalian tidak akan bisa menyakitinya lagi. Dan saya tidak akan menyerahkan cucu saya—jika nanti ada—kepada orang tua yang membuang anaknya hanya karena takut diomongin tetangga! Hidup kalian ini mau-maunya saja dikendalikan sama omongan tetangga, seakan-akan mereka yang membayar gaji padamu, Aiman.””

Suara itu membuat Bu Iffah tersentak. “C-cucu?”

Namun Papa Wijatnako tak menjawab. Ia melangkah pasti keluar dari rumah, menyusuri teras kecil yang kini dipenuhi tatapan para tetangga yang mengintip di balik jendela. Fatur, sopirnya, sigap membukakan pintu mobil. Namun sebelum masuk, Papa Wijatnako sempat menoleh sebentar ke arah rumah Aiman.

“Seharusnya rumah itu jadi tempat pulang, bukan tempat yang menyakitkan. Ingat itu baik-baik.”

Mobil mewah itu melaju meninggalkan gang sempit dengan batu-batu kecil yang berserakan. Suara mesin perlahan hilang, tapi gemanya tertinggal di hati yang hancur di dalam rumah itu.

Bu Iffah masih terduduk di lantai, wajahnya basah oleh air mata. Aiman hanya bisa berdiri terpaku, tak tahu harus berkata apa.

“Aku ... aku juga ibu yang gagal ...,” gumam Bu Iffah, nyaris tak terdengar. “Aku lah yang tegas mengusir anakku sendiri.”

Aiman menatap istrinya dengan perasaan campur aduk. Perasaan itu menyesakkan, menyesali setiap keputusan yang dulu mereka buat atas dasar emosi dan harga diri. Harga diri yang kini telah membuat mereka kehilangan kepercayaan seorang anak.

“Aku akan mencarinya,” ujar Aiman tiba-tiba. Suaranya pelan namun penuh tekad.

Bu Iffah menoleh dengan mata sembab. “Ke mana Ayah mau mencari?”

“Ke mana pun. Aku harus cari Shanum. Aku harus minta maaf ... sebagai ayah, aku tak pantas disebut manusia kalau membiarkan anakku sendirian di luar sana,” ucap Aiman lirih.

Namun, bahkan niat itu pun seperti dilemparkan ke ruang kosong. Mereka tak tahu harus mulai dari mana. Shanum tidak pernah meninggalkan pesan, tidak pernah mengabari, dan kini ... keberadaannya pun menjadi misteri.

Sementara itu, di dalam mobil yang melaju di jalanan besar, Papa Wijatnako menatap layar ponselnya. Video yang dikirim Bik Laras pagi tadi masih tersimpan, tak pernah ia hapus. Dalam diam, ia memutar kembali potongan adegan Shanum yang menangis, berteriak, memberontak saat Ervan mencium paksa bibirnya. Tangannya mengepal.

“Ervan, kamu harus memperbaiki semua ini ... atau Papa yang akan membuatmu melakukannya,” gumamnya lirih.

Fatur melirik tuannya dari kaca spion tengah. “Kita langsung ke kantor, Tuan?”

Papa Wijatnako menggeleng. “Tidak. Antar saya ke rumah sakit. Saya harus pastikan keadaan menantu dan calon cucu saya benar-benar baik-baik saja.”

Fatur mengangguk patuh, dan segera memutar arah. Mereka melaju ke tempat di mana gadis yang kini tengah menjadi pusat dari pusaran konflik itu beristirahat, tanpa tahu bahwa keputusan-keputusan besar sedang digodok di luar sana—yang akan mengubah seluruh hidupnya.

Bersambung .... ✍️

1
K4RL4
akuh padamu papa mertua 😇
Nur
𝑠𝑖𝑎𝑝𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 🤔𝑎𝑝𝑎𝑘𝑎ℎ 𝐸𝑟𝑣𝑎𝑛 🤔🤔
𝑚𝑎𝑘𝑎𝑠𝑖ℎ 𝑚𝑜𝑚𝑚𝑦
𝑙𝑎𝑛𝑗𝑢𝑡💪💪💪💪💪
Nur
𝑠𝑎𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑛𝑔 𝐸𝑟𝑣𝑎𝑛, 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑠𝑒𝑚𝑎𝑛𝑔𝑎𝑡
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
Rabiatul Addawiyah
cieee awalnya jutek sekrang cari2 Shanum
hasatsk
jreng... jreng siapa gerangan yang datang membunyikan bel....
Piet Mayong
pasti itu Evan yg datang
Ma Em
Pak Aiman dan Bu Iffah akhirnya menyesal setelah Shanum pergi , orang tua yg seharusnya bisa melindungi anaknya yg lagi terpuruk Shanum malah diusir biarkan saja kedua orang tua Shanum menyesali segala perbuatannya pada Shanum itung2 kasih pelajaran .
🔵 ve spa
Ervan kah yang datang 🤔
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
apakah yg masuk itu evan
Shee
bagus ceritanya nya, semangat kak
ir
kalo sudah tiada baru terasa, bahwa kehadiran nya sungguh terasa
Mulaini
Jangan-jangan pemilik toko roti atau si Ervan yang datang.
anonim
akhirnya kedua orang tua Shanum menyesali perbuatannya telah mengusir Shanum. Penyesalannya setelah pak Wijatnako ngomong banyak dan memberhentikan Aiman dari pekerjaannya. Sekarang baru merasakan sedih dengan segala penyesalan ketika tidak bisa menemukan Shanum
Herman Lim
sapa Ervan ato sapa ne yg DTG
mama
lnjt up lgi thor, 🥰
Mulaini
Ervan tenang saja Shanum baik² saja dan kamu tinggal ikutin kata² papa mu.
Kimmy Doankz
nyesel kn orang tua shanum,, sepertinya yg datang ervan
Noor hidayati
berlomba lomba cari shanum
Noor hidayati
di iyakan saja shanum,keinginan papa wijatnako,biar ga stres terus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!