IG elis.kurniasih.5
Hanin Aqila seorang wanita sederhana yang baru mengenal cinta. Namun siapa sangka kekasih yang ia pacari selama setahun ini adalah pria beristri. Hanin tak pernah tahu itu. Istri dari kekasihnya pun bukan sembarang orang, wanita itu adalah adik dari pria yang bernama Kenan Aditama, pemilik bisnis properti dan eksport terbesar se ASIA.
Cap pelakor dan wanita penggoda melekat di diri Hanin. Hidupnya pun harus berurusan dengan keluarga Aditama yang terkenal angkuh dan sombong.
"Aku akan menikahi wanita penggoda itu, agar dia tak lagi menggoda suami adikku." Ucap Kenan dingin, sambil melihat keluar jendela.
Walau Kenan belum menikah, tapi ia sudah memiliki kekasih yang ia pacari selama lima tahun.
Bagaimanakah hidup Hanin selanjutnya? Akankah Kenan mampu mempertahankan pernikahan sang adik? Atau justru Kenan malah benar-benar menyukai wanita yang di sebut sebagai wanita penggoda itu?
Simak yuk guys
Terima kasih 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana licik
Di Malaysia, Hanin praktis menjadi pengangguran di negara orang. ia hanya menghabiskan waktu di rumah dan menjaga kedua keponakannya yang lucu. Satu bulan di negara ini, tak juga membuat Hanin melupakan apa yang telah Kenan lakukan terhadapnya. Ia pun tidak bisa mendapatkan pekerjaan di sini karena tak memiliki visa kerja. Saat ia tiba di bandara KL dan berhadapan dengan petugas, pasport Hanin dituliskan sebagai pelancong. Ketika di tanya petugaspun, Hanin mengangguk.
“Kak, jadi aku tidak bisa bekerja di sini?” tanya Hanin pada Nida.
“Ngga, Han. Kamu harus mendapatkan surat izin kerja menjadi TKI,” jawab Nida.
“Ih, ribet amat sih.”
“Ya emang gitu peraturannya.” Nida menyuapi Ehsan buah.
“Emang Kak Emran ngga bisa bantu?” tanya Hanin lagi.
Nida menggeleng. “Kak Emran juga tidak bisa membantu karena kamu tidak memiliki izin kerja. Lagi pula nanti kamu bisa kena sangsi karena di kira pekerja ilegal. Hukum di sini itu ketat, Nin.”
“Hmm ....” Hanin merengek sambil menjatuhkan dirinya di sofa.
Tiba-tiba teleponnya berdering. Ia pun langsung mengambil ponselnya dan tertera di sana nama sahabatnya Irma.
“Irma ....”
“Hanin ....”
Keduanya berteriak antusias. Irma menelepon dalam panggilan video call melalui aplikasi chat.
“Lu masih di KL?” tanya Irma.
“Iya, nih, masih di rumah Kak Nida. Nih orangnya.” Hanin menunjukkan kamera ponselnya ke wajah sang kakak.
“Hai Kak Nida.” Sapa Irma pda Nida yangs edang bersama putra bungsunya. Nida pun melambaikan tangan seraya tersenyum ke arah kamera.
“Itu anak Kak Nida?” tanya Irma berbasa basi dan Nida pun mengangguk.
Sesaat mereka berbincang sebentar.
“Tumben lu nelepon,” kata Hanin.
“Iyuh, gue nelepon di bilang tumben. Ngga kangen apa?” cibir Irma.
“Iya kangen.” Hanin tertawa.
“Eh, ada lowongan nih di tempat gue. Mau ngga?” tanya Irma.
“Mau lah, gue di sini masih pengangguran.”
“Kebetulan bagian valiudasi di tempat gue ada yang resign. Lu bisa pajak ‘kan?”
Hanin mengangguk. “Tapi nga gape-gape banget sih.”
“Ngga apa kale. Nanti kan di ajarin juga sama senior di sana.”
“Irma.. lu emang dewa penyelamat gue,” ucap Hanin gembira.
“Ya udah cepet kirim cv lu sekarang ke email gue. Oke.”
“Siap, bu mil,” jawab Hanin ceria.
Lalu, keduanya mengakhiri komunikasi itu.
Irma memang bagian HRD di kantor itu, membuat Hanin yakin akan langsung di terima di sana.
“Emang Irma kerja di mana?” tanya Nida, setelah Hanin meletakkan ponselnya.
“Di bandung.”
“Terus kamu nge kos?” tanya Nida lagi.
“Ya iya, Kak.”
“Ya udah, yang penting bisa jaga diri,” ucap Nida.
“Ya iyalah kakakku sayang.” Hanin memeluk sang kakak, karena hari ini ia sangat senang.
Kemudian, Nida mengajak Hanin dan kedua anaknya ke sebuah mall besar di pusat KL. Di mall itu pun dapat terlihat dua menara kembar khas dari negeri itu. Nida yang memang pandai menyetir sejak SMA pun, selalu bepergian sendiri. Sementara Ehsan sedang bekerja.
“Wah, udah hafal banget jalanan sini ya, Kak,” ucap Hanin yang duduk di samping sang kakak.
“Ya, iyalah. Udah dua tahun.”
“Nikah itu gimana sih, Kak? Menyenangkan ya?” tanya Hanin sembari memposisikan dirinya menghadap Nida.
“Ya, ada kalanya menyenangkan dan ada juga tidak. Tapi lebih banyak menyenangkannya. Yang penting kalian saling mencintai, jadi apa yang kita lakukan enak aja buat di jalanin.”
“Hmm ....” Hanin memalingkan wajahnya ke arah jendela. Ia kembali mengingat Gunawan, padahal ia sudah banyak beranga-angan tentang pernikahan terhadap pria itu. namun semuanya kandas.
“Hei, udah jangan sedih! masih banyak kok pria lain yang lebih baik dari Gunawan,” kata Nida membuyarkan lamunan Hanin.
Hanin sudah menceritakan semua tentang Gunawan yang sudah memiliki istri, bahkan saat ini sang istri tengah mengandung. Namun, Hanin belum menceritakan tentang Kenan. Yang Nida tahu, Hanin datang ke sini untuk menenangkan pikirannya yang syok karena telah di bohongi dan berpacaran dengan pria yang sudah menikah.
Sesampainya di KLCC, Hanin mengajak Putri ke sebuah toko mainan, sementara Nida berbelanja di lantai atas bersama Ehsan. Saat Hanin menaiki eskalator untuk menemui Nida di sebuah toko di lantai tiga. Hanin berpapasan dengan pria bertubuh tegap. Pria itu tengah menuruni eskalator. Dari kejauhan pria itu menyungging senyum. Namun, bukan senyum ramah.
Dada Hanin berdegup kencang, seketika rasanya ingin keluar dari tempatnya. Ia tak menyangka ternyata pria yang terakhir ia pukul pusakanya dengan lutut di bandara Soekarno Hatta, ada di sini.
Hanin tetap berusaha tenang, sambil memeluk putri dari samping. Sementara Ehsan berada bersama Nida di atas. Tangan Hanin masih setia di atas pegangan eskalator itu. Semakin lama, keduanya semakin mendekat karena eskalator yang berbeda jalan itu terus bergerak. Hingga saat mereka berpapasan dekat, Kenan mengecup lengan Hanin yang berada di atas pegangan eskalator.
Sontak Hanin membulatkan matanya ke arah Kenan dan terus berputar ke belakang. Kenan pun melakukan hal yang sama sembari menyeringai licik.
“Dasar orang gila. Senengnya ngelecehin orang.” Kesal Hanin sambil menggosok lengannya yang tadi di kecup oleh Kenan. Saat ini, Hanin memang mengenakan kaos polos lengan pendek berwarna biru langit dengan rok jeans selutut berwarna biru dongker.
Hati Hanin masih sangat kesal, walau kejadian tadi telah berlalu satu jam yang lalu. Nida mengajak Hanin ke restoran untuk makan siang.
“Nin, kamu harus coba makanan di sini. Enak banget. Kalo makan makanan seefood di sini, inget sama masakan mama. Rempah-rempahnya Indonesia banget,” kata Nida.
Kami pun mencari tempat duduk, lalu memesan makanan.
“Katanya yang punya juga orang Indonesia. Masih muda lagi,” ucap Nida lagi.
“Tau banget sih, Kak.”
“Iya lah, soalnya kaki tangan pemilik resto ini, teman Kak Nida. Kamu ingat Danu ‘kan?”
Hanin mengangguk.
“Nanti kita juga makannya gratis. Nih kakak punya voucher nya.” Nida menunjukkan lima lembar voucher dengan nilai satu lembarnya sebesar lima puluh ringgit.
“Hmm .... pantes sering makan di sini. orang dapet gratisan.”
Nida pun tertawa.
“Kalian bisa makan di sini sepuasnya dan tanpa voucher.” Tiba-tiba suara bariton yang sangat Hanin kenal, duduk di hadapannya.
“Ini pak Kenan, Nid. Pemilik resto ini. Beliau sedang berkunjung langsung ke beberapa usahanya di sini.” Danu, kaki tangan Kenan yang merupakan teman Nida yang memperkenalkan Emran pada Nida, hingga mereka menikah.
“Oh iya.” Nida bersalaman, tapi tidak dengan Hanin.
“Saya Kenan,” ucap Kenan saat bersalaman dengan Nida.
“Saya Nida istri Emran. Emran sering menceritakan anda dan usaha-usaha anda di sini.”
Emran yang bekerja di pemerintahan, memang sering membantu memuluskan dokumen usaha Kenan di sini, melalui Danu, kaki tangannya. Emran juga pernah bertemu Kenan sekali dan terkadang membicarakan pria itu pada sang istri.
Nida menyenggol lengan Hanin untuk melakukan hal yang sama seperti dirinya. Kemudian, mau tidak mau Hanin pun bersalaman. Ia mengulurkan tangan ke arah Kenan dengan malas. Namun. Kenan hanya tersenyum senang.
Untung saja, waktu itu Kenan berhasil membujuk Vanesa untuk tidak ikut bersamanya ke tempat ini. Karena. Jika Vanesa ikut, pasti wanita itu akan merusak misinya.
“Apa kabar Hanin?” tanya Kenan seolah pria itu sudah kenal Hanin sangat dekat.
Hanin membulatkan matanya.
“Jadi kalian kenal?” tanya Nida.
Kenan mengangguk. “Bukan hanya kenal, tapi dekat. Sayangnya, Hanin malah memilih pria beristri.”
Kenan melirik ke arah Hanin yang langsung dibalas dengan tatapan tajam oleh Hanin. Sedangkan Nida mengerutkan keningnya.
“Nanti malam, boleh saya main ke rumah anda?” tanya Kenan pada Nida.
“Oh, tentu saja,” jawab Nida.
“Kebetulan, sudah lama sekali saya tidak bertemu Mr. Emran.”
Nida mengangguk. Sementara Hanin terus menatap Kenan, tersirat ada suatu rencana licik di wajah Kenan untuknya. Namun, Hanin tidak tahu apa?
ternyata dunia novel benar2 sempit, sesempit pikiran Gun Gun 🤭
ingat umur daaaad...!!!!
ternyata mami Rasti sama dgn Hanin kehidupan masa lalu nya..🥺
CEO tp g ada otak nya,,mesti nya kamu tuh cari dlu kebenaran nya Ken sebelum menghukum Hanin..kamu tuh kaya CEO bodoh g bisa berprilaku bijak..benar2 arogan..😠