NovelToon NovelToon
Anjani Istri Yang Diremehkan

Anjani Istri Yang Diremehkan

Status: tamat
Genre:Poligami / Janda / Selingkuh / Tamat
Popularitas:1.7M
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Uang miliaran di rekening. Tanah luas. Tiga ratus pintu kontrakan.

Anjani punya segalanya—kecuali harga diri di mata suaminya dan keluarganya.

Hari ulang tahunnya dilupakan. Status WhatsApp menyakitkan menyambutnya: suaminya disuapi wanita lain. Dan adik iparnya dengan bangga menyebut perempuan itu "calon kakak ipar".

Cukup.

"Aku akan tunjukkan siapa aku sebenarnya. Bukan demi mereka. Tapi demi harga diriku sendiri."

Dan saat semua rahasia terbongkar, siapa yang akan menyesal?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 26

Riki terbangun di kamarnya. Cahaya matahari mulai menerobos dari celah gorden. Di sampingnya, Lusi masih tertidur pulas, wajahnya tertutup setengah oleh selimut.

“Huh... dulu Anjani selalu membanggakanku,” gumam Riki pelan. “Tapi sekarang? Lusi masih saja tidur. Semalam aku lihat dia main ponsel sampai dini hari. Tidur pas subuh.”

Riki bangkit dari ranjang, berjalan malas menuju kamar mandi. Saat membuka kran, air dingin menyambutnya.

“Tidak ada air hangat,” gumamnya lagi.

Sambil berdiri di bawah shower, pikirannya melayang.

“Kenapa dulu aku malah menyia-nyiakan Anjani? Tapi ini demi karierku... wajar aku pilih Lusi. Anak pejabat, koneksi banyak, karier pasti lebih mudah. Beda sama aku dan Anjani, dari kalangan menengah ke bawah.”

Lama ia terpaku di kamar mandi. Hampir setengah jam hanya berdiri, melamun.

Keluar dari kamar mandi, ia mengeringkan rambut dengan handuk. Matanya melirik kasur.

“Masih tidur. Kopi juga nggak ada,” gumamnya kesal.

Padahal dulu pas keluar kamar mandi ada kopi dan goreng pisang tapi sekarang semua itu hilang, hilang bersama Anjani.

Ia menghampiri Lusi, lalu menepuk pelan pundaknya.

“Si... Lusi... bangun. Shalat subuh, Lus.”

“Hmm...” Lusi hanya menggumam, tak bergerak.

“Lusi, bangun. Kamu nggak shalat subuh?”

“Apaan sih... emang aku nenek-nenek? Nanti aja, kalau udah tua baru shalat subuh,” ucap Lusi sambil menarik selimut menutupi wajahnya.

Riki terbelalak mendengar hal itu, apa mungkin begini kebiasaan anak pejabat seperti ini.

“Lusi... bangun dong. Bikinin aku kopi, kek. Kamu itu sekarang istriku. Harusnya nurut sama aku.”

“Brisik ah. Aku mau tidur. Aku bukan pembantu kamu. Bikin sendiri kopi sana... atau suruh ibumu aja,” balas Lusi tajam tanpa membuka mata.

Riki terdiam. Rahangnya mengeras. Ia berdiri di sisi ranjang, memandangi istrinya yang masih tenggelam dalam selimut tebal.

Tidak ada rasa hormat. Tidak ada kepedulian. Hanya ego dan kemalasan.

Dan untuk sesaat... ia kembali melihat bayangan Anjani—perempuan yang selalu bangun sebelum subuh, membuatkan kopi panas, dan menyambutnya dengan senyum.

Riki keluar kamar. Di dapur, ibunya, Mirna, sedang berjibaku dengan cucian piring. Keringat mengalir di pelipisnya, sesekali diusap dengan tangan basah.

“Dulu waktu ada Anjani, Ibu hampir nggak pernah nyentuh dapur, cuci baju, atau bersih-bersih,” gumam Riki dalam hati. “Kapan aku bisa bahagiain Ibu kalau begini terus.”

Riki mendekat.

“Bu, si Nina sama Nani ke mana? Kok nggak bantuin?”

Mirna terus menggosok piring. “Semalam mereka pergi. Katanya ada tugas kuliah, ngerjainnya di rumah temannya.”

“Lah, acaranya kan selesai jam sepuluh malam. Ibu izinin mereka keluar jam segitu?”

“Sudahlah, Ki... mungkin tugasnya mendadak,” jawab Mirna pelan.

Riki mengerutkan dahi. “Aku tahu pasti Ibu dimarahin Bapak kan, karena larang mereka keluar?”

Mirna terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang.

“Sudahlah, Ki. Ibu buatin kopi dulu ya.”

“Ibu... Lusi tuh tidur terus. Nggak bantu apa-apa. Subuh aja nggak bangun.”

“Jangan samakan Lusi sama Anjani,” potong Mirna. “Lusi itu anak pejabat. Mana mungkin dia ngerjain kerjaan rumah.”

“Justru itu, Bu. Malah makin enak hidupnya.”

Mirna menatap Riki sebentar. “Nanti kalau kamu tinggal di Surabaya, kamu harus siapin ART. Perlakukan Lusi dengan baik. Supaya kamu dapat rekomendasi dari keluarganya.”

Riki terdiam. Perutnya perih menahan kesal.

“Dalam bisnis, koneksi itu penting, Ki,” lanjut Mirna. “Ibu tahu kamu nggak suka, tapi ini cara naik kelas. Kamu tahan aja dulu.”

Riki menunduk. Pikirannya campur aduk. Di satu sisi ingin menuruti ibunya. Di sisi lain, bayangan Anjani terus menghantui.

.....

“Ki, kamu nggak kerja hari ini?” tanya Mirna sambil menyodorkan secangkir kopi ke Riki yang duduk di meja makan.

“Hari ini sidang pertamaku sama Anjani, Bu. Sore mungkin aku langsung ke Surabaya,” jawab Riki sambil menyeruput kopi panas itu.

“Oh... hari ini, ya? Mending nggak usah datang aja, Ki. Biar cepat selesai. Kamu juga udah punya istri sekarang,” kata Mirna mencoba menyarankan.

“Gak bisa, Bu. Aku harus datang,” sahut suara berat dari belakang.

Adi, ayah Riki, muncul dari kamar dengan sarung dan baju koko kusut. Ia menyerahkan ponselnya ke Mirna dan Riki.

“Nih, baca sendiri,” ucap Adi.

Di layar, terpampang artikel dari portal berita nasional. Judulnya: Anjani, Petani Muda Inspiratif: Dari Desa ke Forum Nasional. Foto Anjani tampak sedang berbicara di depan mahasiswa dan pejabat kementerian.

Riki menghela napas panjang. Sorot matanya kosong.

“Alah, Pak... biasa aja itu. Yang bikin keputusan tetap pejabat. Kayak bapaknya Lusi,” komentar Mirna, walau hatinya terasa nyesek. Ia yang paling keras mendesak Anjani pergi dulu.

“Bu, kita harus realistis. Riki punya hak atas harta Anjani. Sawah, kebun, kontrakan, bahkan hak paten pupuk. Itu semua nggak main-main,” kata Adi mantap.

“Dari mana Bapak tahu?” tanya Mirna curiga.

“Baca aja berita itu sampai habis. Ada semua rinciannya,” jawab Adi singkat.

Mirna melotot ke layar. “Gila... Selama ini kita dibohongi Anjani. Iya, Ki... kamu harus dapat bagian. Jangan mau rugi!”

“Kalau dia nggak mau gimana?” tanya Riki pelan.

“Jangan setuju cerai. Tahan aja. Seret prosesnya. Biar dia yang lelah duluan,” ujar Adi.

Tiba-tiba Lusi muncul dari kamar dengan gaun tidur tipis. Dalaman transparan. Adi yang melihatnya langsung menelan ludah.

“Bu, buatin aku kopi, dong,” ucap Lusi malas, matanya masih belekan.

“Lusi! Jangan nyuruh-nyuruh Ibu!” bentak Riki.

“Riki! Jangan bentak istri kamu!” Lusi membalas galak.

“Tapi Bu, lihat sendiri...”

“Sudah, Ibu bikinkan,” potong Mirna buru-buru.

Riki berdiri dan keluar dari meja makan, wajahnya tegang.

Kini tinggal Adi dan Lusi di ruang makan. Mereka duduk bersebelahan.

Kaki Adi diam-diam menyentuh paha Lusi. Lusi tidak menghindar, malah tersenyum dan mendekat.

“Gimana malam pertamanya?” bisik Adi, bibirnya nyaris menyentuh telinga Lusi.

“Payah. Aku belum apa-apa, dia udah tumbang,” balas Lusi malas.

“Ehmm...” suara deheman dari arah pintu.

Adi dan Lusi terkejut. Riki berdiri di sana dengan tatapan tajam.

“Sedang apa kalian?” tanya Riki curiga.

“Ini, Pak... eh, maksudku... tadi Bapak tanya kenapa HP-nya banyak iklan. Aku bantu hapusinnya,” jawab Lusi cepat, senyum tipis menutup kepanikan.

"Ini kopinya, Lusi," ucap Mirna sambil meletakkan cangkir di meja. Perhatian pun langsung tertuju padanya.

"Terima kasih, Bu," jawab Lusi dengan santai.

"Mas, antar aku ke salon, dong. Aku harus perawatan dulu sebelum ke Surabaya. Harus tampil cantik," ucap Lusi manja kepada Riki.

"Tidak bisa. Aku harus menghadiri sidang perceraianku dengan Anjani," jawab Riki datar. Ia masih menyimpan rasa curiga terhadap kedekatan ayahnya dan Lusi.

"Ngapain kamu hadir? Anjani juga udah mati," celetuk Lusi tiba-tiba.

Semua terdiam. Lusi refleks menutup mulutnya.

"Apa? Mati?!" seru Mirna dan Riki bersamaan.

"Darimana kamu tahu, Lusi?" tanya Riki dengan mata membelalak. Suaranya mulai bergetar.

"Tidak mungkin... ini, lihat sendiri beritanya," kata Adi sambil menyodorkan ponselnya.

"Iya, itu ada berita kematian Anjani," sahut Lusi, mencoba membenarkan ucapannya.

"Bukan! Bukan berita kematian, tapi berita prestasi!" sanggah Adi sambil menunjuk layar.

Lusi mengambil ponsel itu dan membaca. Di sana terpampang Anjani sedang memberi ceramah dalam acara nasional.

"Itu berita dua minggu lalu," ucap Lusi, mulai gelisah.

"Lalu darimana kamu tahu Anjani meninggal?" tanya Riki, kali ini dengan mata berkaca-kaca.

"Aku... aku dengar dari temannya ayahku. Katanya kematiannya sengaja disembunyikan karena bisa mengganggu proyek nasional," jawab Lusi gugup, membuat alasan sekenanya.

"Tidak... tidak mungkin," ucap Riki pelan. Air mata mulai menetes di pipinya.

Mirna menatap Lusi tajam. “Kalau Anjani benar meninggal, pasti pengadilan akan mengirim pemberitahuan. Sebaiknya kamu tetap datang ke persidangan, Ki. Di sana kamu bisa tahu kebenarannya.”

Lusi tampak goyah. Ia mulai ragu dengan omongannya sendiri.

"Ya udah... kita datang aja ke pengadilan," ucap Lusi akhirnya.

Riki menatap Lusi dalam diam, hatinya berkecamuk antara kesedihan dan kecurigaan. Sesuatu terasa sangat tidak beres.

1
esti kusuma
judulnya sepele, isinya wow
Ari Peny
kok diko punya data dr intelijen kamu hrs curiga anjani
Ari Peny
pasti ni diko ada rahasia
shari ayi
selamat berjuang rizki dan raka 💪💪💪💪💪💪💪💪💪💪
Hainun Hanafiah
kok kaya kisah nyata yaa..
Rika Hassan Aulia
terimakasih Thor cerita yg keren happy ending bikin seneng... coba kl sad ending g bisa tidur 👍
Ari Peny
yaaa anjani kok kalah
Memyr 67
𝖻𝖾𝗋𝗁𝖺𝗋𝖺𝗉, 𝗌𝖾𝗍𝖾𝗅𝖺𝗁 𝖺𝗒𝖺𝗁𝗇𝗒𝖺 𝗅𝗎𝗌𝗂 𝖽𝗂𝗍𝖺𝗇𝗀𝗄𝖺𝗉, 𝗋𝗂𝗄i, 𝗒𝗀 𝗃𝖺𝖽𝗂 𝗌𝗎𝖺𝗆𝗂𝗇𝗒𝖺 𝖽𝗂𝗍𝖺𝗇𝗀𝗄𝖺𝗉. 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌 𝗅𝗎𝗌𝗂 𝗆𝖾𝗇𝖾𝗋𝗎𝗌𝗄𝖺𝗇 𝗉𝗋𝗈𝖿𝖾𝗌𝗂 𝗃𝖺𝖽𝗂 𝗃𝖺𝗅𝖺𝗇𝗀 𝖽𝖺𝗇 𝖻𝖾𝗋𝗍𝖾𝗆𝗎 𝗌𝗂 𝗄𝖾𝗆𝖻𝖺𝗋 𝗇𝗂𝗇𝖺 𝗇𝖺𝗇𝗂, 𝗌𝖾𝗆𝗎𝖺𝗇𝗒𝖺 𝗍𝖾𝗋𝗉𝖾𝗋𝗈𝗌𝗈𝗄 𝗓𝗂𝗇𝖺, 𝗆𝖾𝗇𝗂𝗇𝗀𝗀𝖺𝗅𝗄𝖺𝗇 𝗂𝖻𝗎𝗇𝗒𝖺 𝗋𝗂𝗄𝗂 𝗌𝖾𝗇𝖽𝗂𝗋𝗂, 𝗇𝗀𝗀𝖺𝗄 𝗃𝖾𝗅𝖺𝗌.
Dedeh Dian
sungguh sangat bagus ceritanya.... makasih author
Dedeh Dian
terimakasih author...sangat sangat bagus ceritanya... terinspirasi..untuk menjadi lebih kuat.💪
Ladya
Cih nulis pake chatGPT aja bangga 😏
SOPYAN KAMALGrab: hahaha.... terimakasih KA udah mampir
total 1 replies
Memyr 67
𝗀𝖺𝗒𝖺 𝗁𝗂𝖽𝗎𝗉 𝗅𝗎𝗌𝗂? 𝗅𝗎𝗌𝗂 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀, 𝗆𝖺𝗎𝗇𝗒𝖺 𝗆𝗈𝗋𝗈𝗍𝗂𝗇 𝗋𝗂𝗄𝗂, 𝗇𝗀𝗀𝖺𝗄 𝗍𝖺𝗎 𝗄𝖺𝗅𝖺𝗎 𝗒𝗀 𝖽𝗂𝖽𝖺𝗉𝖺𝗍 𝗋𝗂𝗄𝗂 𝗂𝗍𝗎 𝖻𝖺𝗇𝗍𝗎𝖺𝗇 𝖽𝖺𝗋𝗂 𝗄𝖾𝗅𝗎𝖺𝗋𝗀𝖺 𝗂𝗌𝗍𝗋𝗂𝗇𝗒𝖺. 𝗍𝖺𝗉𝗂 𝖼𝗈𝖼𝗈𝗄, 𝖽𝖾𝗇𝗀𝖺𝗇 𝗄𝖾𝗅𝗎𝖺𝗋𝗀𝖺 𝗋𝗂𝗄𝗂 𝗍𝗎 𝗅𝗎𝗌𝗂. 𝗄𝖾𝗅𝗎𝖺𝗋𝗀𝖺 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀.
Memyr 67
𝗂𝗇𝗂 𝗌𝖺𝗆𝗉𝖺𝗂 𝗄𝖺𝗉𝖺𝗇, 𝗄𝖾𝗌𝖺𝖻𝖺𝗋𝖺𝗇𝗇𝗒𝖺 𝖺𝗇𝗃𝖺𝗇𝗂?
Alang Sari
kereen bab ini
Lina Gunawan
realita politik dn birokrasi di negeri antah berantah
Yusni
cerira yg menaruk....sesuatu yg jrg sekali ada di novel..semua dikemas dlm saty cerita walau ada jg yg typo ...semoga semakin keren lagi kedepannya
Lina Gunawan
suka bngt sm alur ceritanya, kereen thor/Good//Good/
Dessy Lisberita
anjani sekarang berkuasa dari kakenya
Alma Zhienot
nah kn Jamal lagiiiiii. awas aza kmu Jani kalo sampe mecat jamal
Alma Zhienot
brp kali idup kmu d selamatin sama Jamal hei janiiiiiiii.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!