(Warisan Mutiara Hitam Season 2)
Setelah mengguncang Sekte Pedang Awan dan memenggal Jian Chen, Chen Kai mendapati bahwa kemenangannya hanyalah awal dari mimpi buruk baru. Sebuah surat berdarah mengungkap kebenaran yang meruntuhkan identitasnya: ia bukan anak Klan Chen, melainkan putra dari buronan legendaris berjuluk "Sang Pengkhianat Naga".
Kini, Klan Jian dari Ibu Kota memburunya bukan demi dendam semata, melainkan demi "Darah Naga" di nadinya—kunci hidup untuk membuka segel terlarang di Utara.
Demi melindungi adiknya dan mencari jati diri, Chen Kai menanggalkan gelar Juara dan mengasingkan diri ke Perbatasan Utara yang buas. Di tanah tanpa hukum yang dikuasai Reruntuhan Kuno, Sekte Iblis, dan Binatang Purba ini, Chen Kai harus bertahan hidup sebagai pemburu bayangan. Di tengah badai salju abadi, ia harus mengungkap misteri ayahnya sebelum darahnya ditumpahkan untuk membangkitkan malapetaka kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persiapan Sang Naga
Malam turun di Kota Sungai Awan. Kabut tebal yang biasanya menyelimuti sungai di bawah tebing kini merayap naik, menyelimuti menara-menara kota dalam selimut putih yang dingin.
Di dalam kamar VIP mewah di Paviliun Seratus Harta Karun, Chen Kai duduk bersila. Di hadapannya, Manajer Sun sedang menghitung tumpukan cincin penyimpanan dan artefak dengan keringat dingin mengucur di dahinya.
"Tuan Muda..." Manajer Sun meletakkan sempoanya dengan tangan gemetar. "Saya sudah menghitung total aset kita. Dari rampasan Hutan Batu, sisa harta Komandan Elang Besi, dan simpanan pribadi saya..."
"Berapa?" tanya Chen Kai tanpa membuka matanya.
"Sekitar seratus lima puluh ribu (150.000) Batu Roh," jawab Sun. "Itu jumlah yang luar biasa untuk kultivator biasa. Tapi..."
"Tapi untuk melawan Klan Jian di pelelangan terbuka, itu tidak cukup," potong Chen Kai.
"Tepat," Manajer Sun menghela napas berat. "Jian Yun datang dengan membawa mandat Klan. Saya dengar dia membawa setidaknya tiga ratus ribu Batu Roh. Dan jika dia kehabisan uang, dia bisa menggunakan reputasi klan untuk menekan pesaing agar mundur."
Chen Kai membuka matanya. Pupil vertikalnya bersinar ungu gelap di kegelapan kamar.
"Reputasi tidak bisa membeli segalanya di kota netral, Sun. Di sini, uang adalah raja. Jika 150.000 tidak cukup, maka kita buat menjadi 500.000."
Manajer Sun terbelalak. "Setengah juta?! Dalam tiga hari?! Tuan Muda, bahkan jika kita merampok bank kota, kita tidak akan mendapatkan sebanyak itu!"
Chen Kai berdiri. Dia berjalan menuju jendela, menatap ke arah gedung-gedung tinggi kota yang berkelap-kelip.
"Aku tidak perlu merampok," kata Chen Kai. Dia mengangkat tangan kanannya.
FWOOSH.
Api Naga Inti Bumi—api ungu gelap dengan urat emas magma—muncul di telapak tangannya. Suhu ruangan itu melonjak seketika, membuat Manajer Sun mundur beberapa langkah karena panas yang menekan.
"Aku punya warisan Alkemis Gu Yun," kata Chen Kai. "Dan aku punya api ini. Sun, siapkan bahan-bahan untuk 'Pil Pembersih Sumsum Sembilan Naga'."
Mata Manajer Sun hampir melompat keluar. "Pil Pembersih Sumsum Sembilan Naga?! Itu resep kuno yang hilang! Itu Pil Peringkat Roh Tingkat Menengah yang bisa meningkatkan bakat tulang seseorang secara permanen! Jika itu muncul di lelang..."
"Itu akan membuat para tuan muda dari sekte-sekte besar gila," Chen Kai menyeringai tipis. "Dan uang mereka akan masuk ke kantongku."
Keesokan harinya, rumor mulai menyebar di Kota Sungai Awan.
Seorang "Alkemis Misterius" telah mendaftarkan tiga butir pil langka ke Paviliun Seratus Harta Karun untuk dilelang di slot terakhir. Kabarnya, Manajer Jin sendiri yang menerima pil itu dan tangannya gemetar saat memegangnya.
Sementara itu, di sebuah penginapan mewah "Taman Langit", Jian Yun sedang menikmati anggur sambil mendengarkan laporan bawahannya.
"Tuan Muda," lapor seorang pelayan tua bungkuk. "Kami sudah memperingatkan semua keluarga kecil di kota. Tidak ada yang berani menawar Kotak Giok Teratai Beku itu. Mereka semua tahu itu target Klan Jian."
Jian Yun, pemuda tampan dengan jubah sutra putih yang selalu terlihat bersih, tersenyum malas. Dia memutar gelas anggurnya.
"Bagus. Bagaimana dengan orang-orang dari Paviliun Seratus Harta Karun? Siapa yang mendaftarkan barang rongsokan itu?"
"Sekte Darah, Tuan. Mereka menjualnya lewat perantara."
"Sekte Darah..." Jian Yun mendengus jijik. "Tikus-tikus itu. Kalau bukan karena ayah melarangku membuat keributan sebelum 'Rencana Besar', aku sudah memusnahkan mereka. Biarkan mereka menikmati uangku sebentar. Nanti aku akan mengambilnya kembali dari mayat mereka."
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka. Seorang pengawal masuk dengan wajah sedikit panik.
"Tuan Muda! Ada kabar dari Paviliun Lelang! Daftar barang baru saja diperbarui. Ada tiga butir 'Pil Pembersih Sumsum Sembilan Naga' yang baru masuk!"
Jian Yun, yang tadinya santai, langsung duduk tegak. Gelas anggurnya pecah di tangannya.
"Pil Pembersih Sumsum? Kau yakin?!"
"Yakin, Tuan! Paviliun sudah memverifikasinya! Kemurnian... Sempurna!"
Napas Jian Yun memburu. Dia sudah berada di Puncak Pembangunan Fondasi selama dua tahun, terjebak karena bakat tulangnya yang sedikit kurang murni untuk menembus ke Alam Inti Emas dengan sempurna. Pil itu... adalah kunci yang dia cari!
"Siapa penjualnya?!" tuntut Jian Yun.
"Tidak diketahui. Dia menggunakan nama samaran 'Tuan Naga'."
"Tuan Naga..." mata Jian Yun berkilat tajam. "Persetan dengan Kotak Giok itu. Prioritas berubah. Aku harus mendapatkan pil itu! Siapkan dana tambahan! Jual beberapa aset kita di kota ini jika perlu!"
Di ruang alkimia bawah tanah Paviliun Seratus Harta Karun.
Chen Kai duduk dengan wajah pucat di depan tungku yang masih berasap. Di tangannya, ada tiga butir pil berwarna emas yang dikelilingi oleh kabut naga samar.
Membuat pil ini menguras hampir seluruh Qi dan kekuatan jiwanya. Api Naga Inti Bumi sangat kuat, tapi juga sangat boros energi.
"Tiga butir," gumam Chen Kai, menyimpan pil itu ke dalam botol giok. "Ini seharusnya cukup untuk memancing ikan-ikan besar."
"Kau memancing hiu," koreksi Kaisar Yao. "Dengan pil ini, Jian Yun pasti akan memecah konsentrasinya. Dia akan menghabiskan uangnya untuk pil ini, dan itu akan memberimu celah untuk memenangkan Kotak Giok itu."
"Itu rencananya," Chen Kai berdiri, meminum sebotol 'Air Roh' untuk memulihkan tenaga. "Manajer Sun, masukkan ini ke daftar lelang. Dan pastikan identitasku tetap rahasia."
Manajer Sun menerima botol itu dengan hati-hati seolah-olah itu bom yang mudah meledak. "Tenang saja, Tuan Muda. Manajer Jin sudah disuap dengan satu pil (kualitas 90%). Dia akan menutup mulutnya rapat-rapat."
Chen Kai mengangguk. Dia mengenakan kembali jubah hitam dan topengnya.
"Sekarang, saatnya melihat panggung sandiwara ini dari dekat."
Chen Kai keluar dari ruang bawah tanah, menyelinap ke jalanan kota yang ramai. Dia ingin melihat sendiri sosok Jian Yun—kakak dari musuh bebuyutannya.
Dia menemukan keramaian di alun-alun kota.
Jian Yun sedang berjalan dikawal oleh sepuluh pengawal elit. Auranya yang mendominasi membuat orang-orang menyingkir ketakutan.
Tiba-tiba, seorang anak kecil yang sedang mengejar bola tidak sengaja berlari ke jalur Jian Yun.
"Minggir, bocah kotor!" salah satu pengawal menendang anak itu.
Anak itu terlempar, menangis kesakitan.
Jian Yun berhenti. Dia menatap anak itu, lalu menatap sepatunya yang sedikit terkena debu akibat tendangan pengawalnya tadi.
"Kau membuat debu," kata Jian Yun dingin pada pengawalnya.
"Maaf, Tuan Muda! Saya..."
"Dan kau," Jian Yun menatap anak kecil yang menangis itu. "Suaramu mengganggu."
Jian Yun menjentikkan jarinya.
Sebuah jarum Qi tak terlihat melesat ke arah tenggorokan anak itu.
WUSH!
Jarum itu tidak mengenai sasaran.
Sebuah kerikil kecil, dilempar dengan kecepatan dan akurasi mengerikan dari kerumunan, menabrak jarum Qi itu di udara dan menghancurkannya.
TAK!
Jian Yun menyipitkan mata. Dia menoleh ke arah kerumunan.
"Siapa?" tanyanya pelan, tapi suaranya membuat suhu di alun-alun turun drastis.
Kerumunan membelah karena takut.
Tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya bayangan sebuah gang sempit yang kosong.
Chen Kai, bersembunyi di balik bayangan atap gedung di kejauhan, menatap Jian Yun dengan tatapan membunuh. Tangannya masih memegang sisa kerikil.
"Jian Chen hanya sombong," batin Chen Kai. "Tapi Jian Yun... dia kejam murni. Dia membunuh semut hanya karena bosan."
"Sabar," kata Yao. "Dua hari lagi. Di panggung lelang. Kita akan buat dia membayar... dengan uang dan darahnya."
Chen Kai berbalik dan menghilang ke dalam kegelapan malam, meninggalkan Jian Yun yang marah di tengah alun-alun.
Perang dingin sebelum lelang telah dimulai.