Lala mengalami kecelakaan yang membuat jiwanya terjebak di dalam raga seorang antagonis di dalam novel dark romance, ia menjadi Clara Shamora yang akan mati di tangan seorang mafia kejam yang mencintai protagonis wanita secara diam-diam.
Untuk menghindari nasib yang sama dengan Clara di dalam novel, Lala bertekad untuk tidak mengganggu sang protagonis wanita. Namun, ternyata ia salah langkah dan membuatnya diincar oleh malaikat mautnya sendiri—Sean Verren Dominic.
“Sekalinya milik Grey, maka hanya Grey yang bisa memilikinya.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MTMH18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian dua puluh sembilan
Hari yang ditunggu-tunggu oleh Sean, akhirnya tiba juga. Malam ini, Sean akan menunjukkan kepada semua orang, kalau permata cantik yang disia-siakan oleh keluarga Lexander akan menjadi miliknya.
Pria itu juga tidak sabar melihat wajah-wajah penyesalan yang akan ditunjukkan oleh anggota keluarga Lexander. Pasti sangat menghibur.
“Kak Sean,” suara lembut itu membuatnya menoleh.
Mata biru Sean tampak terkejut saat melihat penampilan gadis kecilnya yang sangat cantik, pria itu sedikit tidak rela memperlihatkan kecantikan Clara di hadapan banyak orang.
“Kau sangat cantik, Sayang,” bisiknya dengan suara berat.
Clara tersenyum tipis, ia membalas tatapan lekat Sean. “Kakak juga tampan, aku jadi tidak rela para perempuan melihat ketampanan Kak Sean,” balasnya dengan nada yang terdengar lucu di telinga pria itu.
“Bukan hanya kau yang merasa begitu, tapi aku juga,” Sean menarik dagu gadis kecilnya dan mengecup bibir tipis itu.
“Kak Sean, ini pertama kalinya aku muncul di hadapan orang-orang penting dan rasanya sangat gugup,” bisik Clara saat pria itu menyudahi kegiatannya.
“Tidak perlu takut, karena aku akan selalu bersamamu. Semua orang tidak akan berani kepadamu, karena kau akan menjadi Nyonya Dominic,” ujar Sean sambil menggenggam tangan dingin gadis kecilnya.
“Beri aku waktu sepuluh menit untuk menenangkan diri, setelah itu kita keluar,” kata Clara.
“Baiklah, aku akan menemanimu sampai perasaanmu menjadi lebih tenang,” Sean memeluknya untuk memberikan ketenangan.
Gadis itu tersenyum mendengar kalimat manis yang dibisikkan Sean. Clara sangat tahu bagaimana ekspresi pria itu saat mengucapkan kata-kata yang membuat perutnya menggelitik, tentu saja dengan ekspresi datarnya.
Clara sebenarnya tidak mengerti kenapa bisa ada manusia yang memiliki minim ekspresi seperti Sean, sehingga gadis itu cukup sulit untuk menebak bagaimana perasaan Sean. Meskipun tatapan mata pria itu kadang tidak bisa berbohong.
“Nanti Kak Sean harus berada di sisiku, karena aku tidak memiliki siapapun, selain Kak Sean.”
Sean menyeringai mendengar permintaan gadis kecilnya, “Tentu saja, aku tidak akan pernah melepaskan tanganmu dari genggamanku.”
...***...
“Bibi, kalau ada apa-apa dengan Joan, cepat hubungi kami!” Kata Jessica kepada kepala pelayan yang ditugaskan untuk menjaga Joan selama mereka pergi ke pesta pertunangan Sean.
Jessica terpaksa ikut, karena di dalam undangan semua anggota keluarga Lexander harus datang. Steven sediri sebenarnya malas untuk datang, sebab ia masih tidak terima kalau Sean memutuskan kerjasama mereka secara sepihak.
“Gabriel, hadiahnya sudah kau urus?” Tanya Jessica kepada putra sulungnya.
“Sudah, Mom. Hadiahnya sudah ada di dalam mobil,” jawab Gabriel yang berusaha keras menyembunyikan kegelisahannya.
“Kita berangkat sekarang!” Kata Steven yang menggandeng istrinya.
Mereka berangkat dari rumah sakit, karena Jessica sejak tadi pagi sudah berada di rumah sakit untuk menemani Joan yang keadaannya mulai menunjukkan perkembangan yang cukup baik.
Sebelum mereka pergi, mereka tidak sadar kalau jemari Joan sempat bergerak dan kelopak mata lelaki itu juga bergerak pelan.
“Clara—” suara Joan terdengar samar.
“Sepertinya aku mendengar suara barusan,” ucap kepala pelayan yang kini berjalan menghampiri Joan.
Sang kepala pelayan terkejut saat mata hijau itu kembali terbuka, ia segera menekan nurse call yang berada di dekat hospital bed.
“Tuan Muda, sebentar lagi dokter akan datang,” ucap kepala pelayan yang sedang menahan tangisannya.
Joan sudah koma hampir satu bulan, dan malam ini akhirnya keajaiban itu datang.
Dokter datang bersama beberapa perawat, sedangkan Joan masih melihat langit-langit rumah sakit. Hanya satu nama yang muncul di kepalanya, yaitu nama sang adik.
Joan menggerakkan bibirnya, hendak mengucapkan sesuatu. Sehingga dokter sedikit menunduk untuk bisa mendengar apa yang hendak Joan katakan.
“Clara,” nama itu yang keluar dari bibir pucat tersebut.
“Katakan kepada keluarganya, suruh orang yang bernama Clara datang ke sini!” Kata dokter kepada salah satu perawat.
“Baik, Dok.”
Perawat tersebut keluar untuk menemui kepala pelayan yang tadi disuruh keluar, agar proses pemeriksaan berjalan dengan baik.
“Anda keluarga dari pasien atas nama Joan?” Tanyanya.
“Saya kepala pelayan, apa terjadi sesuatu dengan Tuan Muda?” Tanya kepala pelayan yang terlihat khawatir.
“Pasien terus menyebut nama Clara, sepertinya dia mencari Clara. Anda bisa meminta Clara untuk datang ke sini?”
Kepala pelayan terdiam, sebab ia sendiri tidak tahu ke mana perginya sang nona muda.
“Saya akan menghubungi Tuan Steven dulu,” jawabnya.
“Baiklah, kalau bisa secepatnya Clara datang ke sini, biar keadaan pasien semakin membaik.”
Kepala pelayan hanya mengangguk, ia sendiri tidak yakin kalau Clara akan datang menemui Joan.
...***...
“Siapa Dad?” Tanya Jessica saat mendengar suara ponsel suaminya.
“Bibi,” jawab Steven, sebelum mengangkat panggilan dari kepala pelayan.
“Apa? Joan sudah sadar dan dia mencari Clara?” Suara Steven cukup keras, sehingga Jessica dan Gabriel mendengarnya.
“Kau jaga Joan dulu, kami sudah hampir sampai di hotel. Kami akan pulang satu jam lagi!” Steven menatap ponselnya yang sudah mati.
Hotel ternama yang menjadi tempat acara berlangsung, sudah terlihat. Sean memang memilih melangsungkan pertunangannya di hotel, karena Mansion miliknya tidak boleh didatangi oleh orang asing.
“Dad, apa Joan baik-baik saja?”
Steven menoleh ke samping, menatap istrinya yang terlihat khawatir.
“Iya, keadaannya cukup baik. Kita hanya perlu membawa Clara pulang, sehingga Joan akan cepat sehat,” jawab Steven.
Gabriel hanya diam, pria itu tidak tahu harus bagaimana. Joan sangat membutuhkan Clara untuk sembuh, tetapi saat ini Clara akan bertunangan dengan Sean.
“Tapi di mana Clara? Kita sudah mencari Clara ke mana-mana, bahkan pihak kampus juga tidak membiarkan kita untuk menemui Clara,” Jessica menahan tangisannya, ia benar-benar menyesal sudah mengatakan kalimat jahat kepada putri kandungnya.
“Mungkin sebentar lagi kita bisa menemukan Clara,” ucap Gabriel yang kini menatap lurus hotel di depannya.
Steven menganggukkan kepalanya, pria paruh baya itu mengira kalau Gabriel hanya ingin menenangkan sang mommy.
Mobil mereka berhenti di depan lobi hotel, Gabriel keluar lebih dulu sambil menunjukkan undangan yang dibawanya. Lalu mereka diantar ke Ballroom yang sudah dipenuhi oleh banyak sekali tamu-tamu penting.
Acaranya sebentar lagi akan dimulai, sehingga semua tamu tidak mengalihkan ke arah pintu tempat Sean akan keluar bersama pasangannya.
Gabriel juga sama, ia menatap lekat pintu cokelat yang sangat tinggi itu. Saat pintunya terbuka, tanpa sadar Gabriel menahan napasnya.
“Siapa perempuan beruntung itu?” Beberapa pertanyaan terdengar di telinga Gabriel.
“Mommy juga penasaran,” Jessica menatap ke arah yang sama dengan orang-orang, kecuali Steven yang sama sekali tidak tertarik.
“Akhirnya mereka keluar juga,” Jessica menegakkan punggungnya, sebelum…
“Clara?” Wanita itu sangat terkejut saat melihat wajah dari gadis yang digandeng Sean.
Steven reflek menoleh ke arah yang sama dengan sang istri, pria itu sampai berdiri dari duduknya.
“Clara…”
Bersambung.
tak culik istrimu q umpetin ke kantong Doraemon....pusing2 deh lu nyarinya.....
Ceritanya makin seru