Teror pemburu kepala semakin merajalela! Beberapa warga kembali ditemukan meninggal dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, ternyata semuanya berkaitan dengan masalalu yang kelam.
Max, selaku detektif yang bertugas, berusaha menguak segala tabir kebenaran. Bahkan, orang tercintanya turut menjadi korban.
Bersama dengan para tim terpercaya, Max berusaha meringkus pelaku. Semua penuh akan misteri, penuh akan teka-teki.
Dapatkah Max dan para anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku? Atau ... mereka justru malah akan menjadi korban selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TPK28
Max dan Clara langsung berlari keluar dari kantor mereka. Pikiran Max penuh dengan nama Bella. Dia benar-benar khawatir karena Bella terjun langsung di lapangan untuk meringkus pelaku.
Beberapa mobil pun melaju, menuju ke pinggiran kota. Mereka tiba di sekitaran lokasi dengan jarak tempuh selama 30 puluh menit.
Begitu keluar dari mobil, Max menarik napas panjang. Lalu menatap barisan tim gabungan. “Kita harus bergerak cepat, sebelum semuanya terlambat!”
Mereka berpencar, menyisir area sekitar demi menemukan gedung tua itu. Max menyalakan lampu ponselnya, menerangi setiap area gelap yang mungkin menjadi tempat Bella menyodorkan dirinya untuk disekap. Tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Bella di sana. Namun, Max dan tim nya tidak menyerah, tetap terus mencari. Sampai akhirnya, salah satu dari petugas meniup peluit.
"Ketemu!" jerit petugas itu.
Max berbalik badan, ia berlari kencang. Sudah tak sabar rasanya untuk melihat wajah yang membunuh sang adik tercinta.
Tim gabungan pun turut mendekat ke arah gudang tua. Mereka terkejut saat melihat pelaku yang sudah babak belur, terutama Max. Jelas, ia mengenali dengan sangat baik identitas pria itu.
Rahang Max menegang, kedua tangannya yang bergetar sudah mengepal erat. Dengan wajah bengisnya, Max berlari kencang. Tubuhnya melayang, kakinya terjulur panjang.
BUGH!
Satu tendangan menghantam dada Liam hingga pria itu terjengkang, sanking kuatnya, psikopat itu sampai tersedak dan mengeluarkan darah segar dari mulutnya.
"Beraninya kau membunuh adikku!" Max meninju wajah Liam. "Bajingan! Apa salah Anna, ‘hah?!"
BUGH!
BUGH!
BUGH!
BUGH!
Max memukulnya berkali-kali. Tak ada satu orang pun di sana yang ingin melerai. Mereka membiarkan Max mengeluarkan amarahnya yang sudah pasti membuncah. Lagi pula, Liam pantas menerima itu, bahkan lebih. Begitu pikir mereka.
Liam semakin tidak jelas bentuknya, wajahnya bonyok di segala sisi. Max berhenti memukul pria itu.
Sekali lagi, Max bertanya, "kenapa ... kenapa kau membunuh Anna, Liam?!"
Sebisa mungkin Max bersikap tenang demi mendengar jawaban dari pria yang mulai membuka bibirnya. Namun ....
"HAHAHAHA!" Hanya tawa membahana yang Liam berikan. Ia tak peduli dengan rahangnya yang terasa semakin ngilu. Ia memperhatikan wajah Max yang terlihat merah padam.
Amarah Max kembali meledak-ledak. "BAJINGAN GILA ...!" jerit Max murka.
BUGH!
BUGH!
BUGH!
Sementara Max kembali melampiaskan amarahnya, Clara dan Bella memilih masuk ke dalam gudang tua itu lagi.
Dengan berbalut sarung tangan lateks, mereka kembali menggeledah apapun yang ada di ruangan tersebut. Pisau medis, gergaji mesin, handycam, flashdisk, dan juga beberapa jurnal tua turut mereka amankan.
Clara mendekati ranjang tempat para korban dieksekusi. Ia meremas rambutnya, frustrasi. “Ini bener-bener gila!”
---
Max, Clara dan Bella kembali ke mobil, Liam turut berada di mobil yang sama. Setelah memeriksa barang-barang yang mereka bawa, mobil pun mulai melaju. Tim gabungan menyusul teratur di belakang mobil mereka.
Max juga memastikan ponselnya terisi penuh, berjaga-jaga kalau dia perlu menghubungi seseorang.
“Apakah bajingan itu mati?” Max mengintip wajah Liam dari spion depan.
“Dia masih bernapas dengan sangat baik,” sahut Bella santai.
Max menatap jalan di depannya dengan tatapan kosong. Lampu-lampu jalan di sekitar tempat itu redup, menciptakan suasana yang mencekam. “Baguslah. Dia nggak boleh mampus sekarang!”
"Rileks, Max. Ini hampir selesai," saran Bella.
BUM!
Tepat setelah Bella berkata demikian, mobil salah satu tim gabungan yang berada di bagian paling belakang, melambung tinggi. Ledakan besar telah terjadi.
Beberapa mobil di belakang mobil Max saling menubruk. Mereka berhenti mendadak dan langsung keluar dari mobil, berharap tim mereka masih ada yang bisa diselamatkan.
Melihat hal itu, manik Max membulat. "JANGAAAAN!" jeritnya keras. "KEMBALI KE MOBIL! ITU JEB-"
Namun, teriakan itu sudah terlambat. Dua jeep hitam melaju di jalanan, lalu ....
RTATATATATATA!
RTATATATATATA!
Suara tembakan beruntun dari sebuah senapan memecah sunyi nya malam. Tim gabungan yang keluar dari mobil, rata tertembak.
Air mata Max dan Clara mengalir deras ketika melihat anggota mereka dibantai habis-habisan.
"Max! Cepat pergi dari sini! Mereka mengincar Liam dan juga kita!" Suara lantang Bella seolah menyadarkan Max yang tadinya masih terhanyut dengan rasa bersalahnya.
Max kembali memimpin jalan, mobilnya melaju kencang. Berharap para algojo itu tidak ada yang berhasil mengikuti mereka.
Tapi, harapan mereka untuk lolos dengan mudah, terpaksa pupus ketika sebuah mobil hitam menghadang cepat ke depan mobil mereka.
Suara ban dari masing-masing mobil yang berhenti berdecit nyaring. Pintu mobil terbuka, dan beberapa pria bersenjata keluar.
“TABRAK MAX! KASIH GEPENG!” titah Bella dengan wajah sangar.
Kaki Max menginjak pedal gas mobilnya. Mobil melaju kencang. Beberapa pria yang sudah menodongkan senapan, buru-buru mengambil langkah seribu.
BRAKKK!
Mobil Max menabrak jeep hitam yang menghadang hingga bergeser jauh. Mobil itu kembali melaju.
RTATATATATATATA!
Tembakan itu tak mengenai apapun, sang algojo hanya bisa menghentakkan kaki ke aspal dengan geram.
Namun, sedetik kemudian, salah satu algojo tiba-tiba tumbang. Pelipis nya bolong dan mengeluarkan darah. Jelas itu luka tembak, yang berasal dari sebuah sniper.
Para algojo segera bersembunyi, saling waspada sambil mencari-cari di mana musuh berada. Namun, gelapnya malam membuat mereka semakin kesulitan.
Sementara itu, di tanah lapang yang berjarak 1.500 meter. Seorang pria dengan sorot mata tajam dan dingin, fokus membidik kepala para algojo dengan senjata apinya. Sniper Patrun .50 BMG (12,7 x 99 mm NATO) 12,7 x 108 mm (Rusia): Jarak efektif maksimal 1.500–2.000 meter. Senjata api runduk itu kembali meletus, menembus kepala para algojo satu persatu.
"Nggak sia-sia aku beli senjata ini diam-diam dari Bella. Thankyou, Abirama, ternyata les privat dari mu cukup berguna." Ucap Edwin, ia menatap Abirama yang rela menjadi supir dirinya, demi melihat penjahat utama sampai dengan selamat di kantor polisi.
Sahabatnya itu memang tengah tergila-gila dengan beberapa kasus pembunuhan berantai. Ia selalu mengikuti kasus-kasus beku yang booming.
"Kau harus sungkem dengan ku," kata Abirama sombong. "Panggil aku ketua mulai sekarang," pria pemilik senyuman manis itu mulai cengengesan.
*
*
*
Thor buat cerita agent agent gitu dunk Thor dgn ruang rahasia dll 🫰
Terima kasih banyak Kak, atas karya luar biasanya ini 🙏🥰🥰