Kehadiran Damar, pria beranak satu yang jadi tetangga baru di rumah seberang membuat hidup Mirna mulai dipenuhi emosi.
Bagaimana Mirna tidak kesal, dengan statusnya yang belum resmi sebagai duda, Damar berani menunjukkan ketertarikannya pada Mirna. Pria itu bahkan berhasil membuat kedua orang tua Mirna memberikan restu padahal merek paling anti dengan poligami.
Tidak yakin dengan cerita sedih yang disampaikan Damar untuk meluluhkan hati banyk orang, Mirna memutuskan mencari tahu kisah yang sebenarnya termasuk masalah rumahtangga pria itu sebelum menerima perasaan cinta Damar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerita Anita
Selama beberapa menit Mirna menunggu jawaban dari Anita tapi mantan tunangan kakaknya itu masih diam dan kelihatan gelisah. Mirna pun meneguk habis minuman pesanannya lalu beranjak bangun.
“Aku balik ke kantor dulu, mbak.”
“Marsha,” gumam Anita membuat Mirna menautkan kedua alisnya.
“Mbak ngomong apa ?”
Kepala Anita terangkat dan menatap Mirna yang sudah berdiri di hadapannya.
“Marsha. Wanita itu yang menyebabkan hubungan rumah tanggamu dengan Damar sempat retak.”
Entah kenapa jantung Mirna berdebar-debar padahal nama itu sudah didengarnya dari mulut Damar beberapa hari yang lalu dan cerita tentang wanita itu pun sudah pernah disampaikan Damar.
“Siapa Marsha ?” tanya Mirna pura-pura tidak tahu.
“Duduklah dulu supaya lebih enak ngobrolnya.”
Hati Mirna sempat bergumul karena ia yakin versi Anita akan berbeda dengan Damar dan sangat mungkin ceritanya akan membuat rasa percaya Mirna pada suaminya goyah kembali.
“Aku tidak tahu apakah kamu masih ingat dengan wanita bernama Marsha yang pernah kerja di perusahaan Damar dan mereka sempat dekat.”
Mirna menghela nafas dan akhirnya ia memutuskan duduk kembali. Ingatannya seperti puzzle yang jatuh berantakan, potongan-potongannya tersebar dan Mirna perlu mengumpulkannya lagi bukan hanya dari Damar.
Satu fakta yang tidak bisa disangkal adalah hubungannya dengan Damar sebelum kecelakaan memang sedang tidak baik-baik saja dan salah satu penyebabnya adalah wanita yang bernama Marsha itu.
Kemungkinan cerita yang Damar sampaikan juga tidak lengkap jadi ada baiknya Mirna mendengar fakta-fakta yang disampaikan Anita.
“Aku tidak ingat siapa Marsha bahkan seperti apa wajahnya tapi begitu mbak Nita menyebutnya, telingaku seperti familiar dengan nama itu.”
“Mungkin dengan foto ini, ingatanmu tentang Marsha bisa lebih baik lagi.”
Mata Mirna membola, ia tidak bisa lagi menahan rasa kagetnya saat melihat foto yang terpampang di layar handphone Anita.
“Darimana mbak dapatkan foto ini ? Apa ini asli ?”
Benda pipih itu langsung diambil Mirna yang mengutak atik fotonya untuk memperjelas dan memastikan keasliannya.
“Coba kamu lihat siapa yang mengirimkannya padaku.”
Mirna menuruti permintaan Anita dan matanya membola saat melihat namanya sendiri
“Bagaimana bisa ?”
Buru-buru Mirna mengambil handphonenya dari dalam tas tapi tidak ada jejak percakapan seperti yang ada di handphone milik Anita.
“Rangga sempat bilang kalau handphonemu tidak ditemukan di lokasi kecelakaan dan kamera mobilmu juga rusak. Kalau pun ada, kemungkinan polisi akan menyerahkannya pada Damar.”
Debar jantung Mirna makin tidak karuan saat tangannya menggeser layar handphone Anita, melihat 5 foto yang pernah dikirimkannya berikut pesan-pesan yang tertulis di situ.
“Mbak yakin tidak tahu apapun soal foto-foto ini sebelumnya ? Atau malah mbak yang menyuruh Marsha untuk mendekati mas Damar dan sengaja mencari celah untuk membuat foto seperti ini ?”
Mata Anita sempat membola lalu ia pun tertawa pelan. “Maksudmu aku sengaja ingin membuatmu berpisah dengan Damar dengan cara-cara seperti ini ?”
“Apapun mungkin,” sahut Mirna dengan tenang.
Saat ini Mirna tengah berusaha menjaga hati dan pikirannya tetap dingin supaya akal sehatnya tidak kalah dengan emosi. Mirna juga tidak ingin Anita mudah membaca bagaimana perasaannya saat ini.
“Aku tidak menyangkal kalau masih penasaran apa Damar jujur dengan perasaannya. Dulu sebelum aku jadian sama Rangga, dia pernah bilang suka padaku lalu saat tahu Rangga juga menyukaiku, Damar langsung menjaga jarak dan sikapnya seperti memusuhiku. Sikapnya yang dingin membuatku malah jatuh cinta padanya sampai aku rela melupakan harga diriku dan mengabaikan semua laki-laki yang mengejarku padahal beberapa di antara mereka jauh lebih baik dari Damar.”
“Lebih kaya maksud mbak Anita ?” sindir Mirna dengan senyuman sinis.
“Lebih cakep juga, Mir,” sahut Anita sambil tertawa.
“Kalau seperti itu kenapa mbak Nita menerima cinta kak Rangga ? Jadi selama ini mbak Nita pacaran sama kak Rangga tapi cintanya sama mas Damar ?” suara Mirna terdengar agak emosi.
Anita kembali tertawa tapi kali ini terdengar getir dan wajahnya berubah sendu.
“Kamu ingat kita pernah ribut gara-gara masalah ini ? Ujung-ujungnya persahabatan Rangga dan Damar sempat renggang tapi kamu juga yang memperjuangkan supaya mereka baikkan lagi bahkan setelah itu kamu jadian sama Damar.”
“Aku tidak terlalu ingat. Mbak Nita pasti tahu kalau kecelakaan itu membuat semua ingatanku soal mas Damar bahkan Chika seperti dihapus bersih dari ingatanku sampai-sampai aku lupa kalau mas Damar pernah bersahabat dengan kak Rangga.”
“Aku memang wanita egois, Mir. Dalam soal asmara, aku hampi tidak pernah mengalami penolakan dari pria manapun malah aku yang mempermainkan perasaan mereka. Sikap Damar yang semakin dingin dan galak membuatku malah semakin penasaran dan merasa kesal karena hanya dia satu-satunya cowok idola di sekolah yang tidak peduli padaku. Aku semakin marah saat dia memilihmu sebagai kekasihnya, bocah ingusan yang aku yakin bukan seleranya tapi kalian malah lanjut menikah dan kelihatan semakin bahagia.”
“Pantas saja kak Rangga memutuskan hubungan kalian tanpa membicarakannya lebih dulu,” sinis Mirna yang kesal karena merasa kakaknya dipermainkan.
“Aku tahu kalau keputusan Rangga adalah konsekuensi dari perbuatanku sendiri dan di saat berasamaan aku baru sadar kalau perasaanku pada Rangga jauh lebih dalam daripada rasa tidak puasku pada Damar.”
“Kalau begitu untuk apalagi kita bicara ? Apa tujuan mbak Nita yang sebenarnya ingin memberitahu soal Marsha ?”
Anita menggeleng, ekspresi wajah penuh penyesalan dan sedihnya belum berubah hingga membuat Mirna mengernyit, berpikir kalau saat ini Anita bukan sedang bersandiwara.
“Aku ingin minta tolong padamu untuk menjelaskan pada Rangga tentang masalah yang menimpa rumah tanggamu dengan Damar sebelum kecelakaan. Sesuai janjiku saat itu, aku tidak pernah membahas obrolan kita pada Rangga dan aku yakin Damar juga tidak pernah membahas masalah kalian dengan Rangga apalagi memberitahu soal Marsha.”
Mirna menghela nafas dan menatap Anita dengan tatapan yang cukup tajam.
“Tapi mbak Nita tahu siapa otak di balik kecelakaanku, kan ? Kenapa mbak kelihatan berat untuk memberitahuku ? Apa mungkin Firman pelakunya ? Aku ingat dia pernah marah saat kutolak cintanya.”
Anita tidak menjawab bahkan tatapannya fokus ke arah gelas minuman yang sedang diaduknya dengan sedotan.
“Apa Marsha juga bagian dari rencana Firman yang ingin membuatku membenci mas Damar dan berpisah ?”
“Aku benar-benar tidak tahu apa-apa soal Marsha, Mir tapi wanita itu memang temannya Firman bahkan mereka punya hubungan bisnis. Aku sempat bertanya pada Firman soal rencananya menempati Marsha di perusahaan Damar tapi sekalipun kami sepupuan, Firman tidak mau memberitahuku, dia hanya bilang apapun yang ia lakukan pasti akan membuatku bahagia.”
“Dan mbak Nita juga tidak berusaha mencegah Firman yang berniat merusak rumahtanggaku ?”
“Aku tidak yakin kamu akan percaya dengan ceritaku soal apa yang terjadi malam itu sebelum kamu kecelakaan.”
Rasa penasaran Mirna hampir saja tidak bisa dibendung karena sampai detik ini tidak ada yang bisa memberitahunya apa yang terjadi malam itu, sebelum kecelakaan terjadi.
“Biarkan aku yang menentukan setelah mbak Nita cerita.”
Kepala Anita mengangguk dan ia kembali tersenyum tipis.
“Malam itu kamu memang datang menghubungi aku tapi bukan ingin curhat karena habis bertengkar dengan Damar. Kamu memutuskan untuk menemui Marsha di café dekat rumahku. Kamu kesal karena Damar tidak mau jujur menceritakan pertemuan mereka beberapa hari sebelumnya.”
“Apa mbak Nita bisa membuktikannya ?” tantang Mirna.
“Tidak bisa,” Anita menggeleng. “Malam itu kamu sendiri yang membayar staf café untuk menghapus rekaman pertemuanmu dengan Marsha.”