Fabian dipaksa untuk menggantikan anaknya yang lari di hari pernikahannya, menikahi seorang gadis muda belia yang bernama Febi.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka selanjutnya?
Bagaimana reaksi Edwin saat mengetahui pacarnya, menikah dengan ayah kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
Terdapat adengan 19+, mohon bijak dalam membaca!
"Ini nggak gratis, sayang!"
"Sama istri sendiri saja, pelit!" Febi mencebik ke arah Fabian.
"Bayarannya nanti malam, pakai lingeri warna merah!" ucap Fabian sambil mengedipkan matanya.
Mendengar itu semburat merah muda muncul di pipi mulus Febi.
Febi menyenggolkan tangannya ke perut Fabian.
"Om mesum!"
"Biarin mesumnya sama istri sendiri!"
Keduanya masih menikmati waktu kebersamaan mereka. oleh karena itu, Fabian memesan snack untuk menemani mereka mengobrol. Semakin sore pengunjung semakin ramai berdatangan, tempat semakin penuh terisi, merasa sudah cukup lama, Fabian dan Febi memutuskan pulang.
Berbeda saat naik, Febi menikmati waktu turun meski melalui tangga yang sama. Hatinya sungguh bahagia dengan perlakuan dan kejutan yang suaminya berikan kepadanya.
Beberapa kali Febi berhenti, meminta Fabian memoto dirinya, atau berswafoto bersama suaminya.
¤¤FH¤¤
Rumah sepi, mak Ipah sudah pulang ke rumahnya. Fabian memasukan motornya dan langsung mengunci pagar dan pintu, karena malam ini dia tak ada rencana keluar rumah lagi. Ingin menghabiskan malamnya yang panjang dengan istrinya tercinta.
Saat Febi keluar dari kamar mandi, dia melihat suaminya memijat-mijat pinggangnya.
"Om, kenapa?"
"Pegel dikit aja."
"Om sih tadi sok sok an gendong aku, naik tangga pula. Sekarang tengkurap, biar aku pijit punggungnya!"
Fabian langsung tidur tengkurap sesuai permintaan istrinya.
"Om ada minyak gosoknya, nggak?"
"Nggak usah pakai minyak gosok, pijat biasa aja! entar kamu nggak mau dekat-dekat kalo aku bau minyak gosok."
"Iya, bau orang tua," ucap Febi sambil menaiki badan Fabian dan mulai memijat punggung dan pinggang suaminya.
"Kamu berat, makanya sekarang pinggang aku pegel-pegel."
"Om aja yang nggak nyadar usia, tadi maksa gendong aku, kan gini jadinya."
"Usia aku masih muda ya, matang!"
"Matang itu kata lain dari tua."
Mendengar kata tua, Fabian langsung membalikan tubuhnya, Febi yang tak siap dengan pergerakan mendadak suaminya, badannya sedikit terangkat, tapi kembali dengan posisi Febi di atas tubuh Fabian, saling berhadapan
"Siapa yang tua? Mau bukti?"
Febi berniat bangkit, tapi gerakannya kalah cepat dengan cekalan tangan Fabian di lengannya. Fabian menarik tangan Febi agar tubuhnya condong ke hadapannya, Fabian menekan kepala Febi, hingga jarak wajah mereka sangat dekat.
Tak memberi jeda, Fabian langsung memagut bibir Febi lembut. Febi terbuai dengan perlakuan Fabian kepadanya, dan membalas pagutan suaminya.
Mendapat respon, Fabian makin memperdalam pagutannya.
"Sayang, malam ini pakai yang warna merah ya!" bisik Fabian sesaat setelah melepaskan pagutannya.
Febi menutup muka karena malu, dan menenggelamkan kepalanya di dada suaminya. Febi tahu jika gaun malam yang berwarna merah, lebih terbuka dari gaun malam yang dia kenakan kemarin malam.
Fabian sedang mencumbu Febi saat terdengar bunyi bel menggema di dalam rumah. Pengantin baru itu melepaskan diri mereka dengan terpaksa, karena bunyi bel semakin sering.
Fabian bangkit berjalan menuju balkon, menyingkapkan sedikit gorden, untuk melihat tamu yang datang.
Tampak beberapa orang teman Fabian, di bawah sama. Bahkan Fabian melihat ada Indah di sana.
"Siapa, om?" tanya Febi yang penasaran siapa yang bertamu ke rumah suaminya.
"Temen-temen aku." jawab Fabian lesu. Dirinya masih malas untuk bertemu dengan teman-temannya.
"Ya udah, temuin gih!"
"Sayang ikut?"
"Nggak usah. Biar kalian leluasa ngobrol, tanpa canggung dengan kehadiranku."
"Ya udah, kita ke bawah. Sayang tunggu d ruang tengah aja."
Febi membantu merapikan rambut Fabian yang acak-acakan, hasil jambakan tangannya.
Fabian mempersilahkan teman-temannya masuk, semuanya duduk melingkar di sofa ruang tamu. Fabian masuk ke dalam, untuk membuat minuman untuk tamunya, namun ternyata, Febi sudah menyiapkannya di atas baki.
"Berapa orang? cukup nggak?
Fabian menghitung, "Dua gelas lagi, sayang."
Febi segera menyiapkan teh hangat tanpa gula. Walau tanpa gula, tapi Febi menyiapkan gula sachet di atas baki serta beberapa sendok kecil.
Fabian kembali ke ruang tamu dan menyuguhkan gelas satu persatu,
"Silahkan diminum." ucap Fabian.
Suasana menjadi canggung, tak ada gelak tawa seperti dulu saat mereka berkumpul, yang tak pernah kehabisan bahan obrolan.
"Maksud kedatangan kami ke sini, saya mewakili semuanya, mau meminta maaf atas kelancangan sebagian dari kami mencampuri hidup pribadi kamu, Fab."
Setelah hanya sepi yang menyelimuti, Azis, orang yang dituakan di grup pertemanan mereka memulai pembicaraan.
"Saya baru tahu kejadian di rumah sakit, saya sendiri menyayangkan perbuatan Indah pada istri kamu, karenanya, Indah mau meminta maaf secara langsung pada istri kamu."
"Sebentar saya panggilkan dulu Febi nya, bang"
Fabian masuk kembali ke dalam, untuk memanggil Febi. Ternyata, di dapur Febi sedang menyiapkan makanan untuk tamunya Fabian.
"Lagi apa, sayang?"
"Ini motongin proll tape kemarin, buat suguhan."
"Kamu nggak perlu repot-repot."
"Nggak repot, Om. Kata mamah kalau ada tamu, harus dimuliakan, disuguhi makanan dan minuman, biar rezeki kita makin berkah."
Fabian memandang takjub pada istri mudanya, tak mengira meski usianya masih muda, tapi sikapnya sangat dewasa.
"Nanti kalau ketemu, mamah, aku mau bilang terima kasih."
"Kenapa?"
"Sudah menyiapkan istri sempurna seperti kamu buat aku."
"Emang, Om tau bakal nikah sama aku?"
"Ya nggak, makanya aku beruntung bisa nikah sama kamu."
"Udah ah dari pada ngegombal terus, mending cepet anterin ini ke depan."
Febi menyodorkan baki berisi setoples kue kering dan sepiring proll tape ke hadapan suaminya, tapi suaminya tak kunjung menerimanya.
"Indah mau ketemu kamu."
"Indah?"
"Yang tadi di rumah sakit bully kamu."
"Mau ngapain?"
"Mau minta maaf katanya?"
Febi menyipitkan matanya, heran.
"Udah ayo kita kedepan!"
Fabian mendorong pundak Febi.
Semua orang melihat saat Febi memasuki ruang tamu, dengan tenang, Febi meletakan piring dan toples di atas meja.
Febi duduk di samping Fabian.
"Silahkan dicicipi makanannya!"
"Itu semua Febi lho yang buat," sengaja Fabian berkata seperti itu, agar mereka tahu salah satu keistimewaan Febi.
Azis yang pertama mengambil makanan, untuk menghormati tuan rumah, juga agar suasana mencair. Azis mulai menyuapkan makanan yang dia ambil ke mulutnya, dan harus di akui, makanan yang dia makan memang sangat enak, bahkan masakan istrinya pun tak seenak ini.
Yang lain melihat kepala Azis manggut-manggut, seolah dikomando, mereka ikut mengambil makanan dan mengakui jika makanan yang di akui Fabian sebagai masakan istrinya memang enak.
Semuanya menyimpulkan satu hal, pasti karena alasan pandai memasak, Fabian sangat mencintai istrinya, bukankah cinta datangnya bisa dari perut naik ke hati.
Sedang Indah setelah memakan kue kering, makin merutuki perbuatan bodohnya tadi pagi waktu di rumah sakit.
"Ayo Indah, ada yang mau disampaikan pada Fabian dan Febi." Seperti biasa, Azis memulai obrolan.
Indah malu, dia memang salah, jadi dia harus berani untuk meminta maaf.
"Saya,,, saya mau meminta maaf terutama pada Febi, atas kata-kata kasar tadi pagi. Semoga kalian berdua mau memaafkan saya," ucapnya sambil menatap ke arah Febi dan Fabian.
BERSAMBUNG.
Terima kasih tak terhingga untuk yang sudah baca cerita ini, dukung author dengan like, vote, komen dan jangan lupa tambahkan ke rak buku favorit kalian.
Buat yang minta visualisasi tokoh, maaf, belum ada bayangan, siapa yang cocok. Mungkin bisa ngasi masukan.
Mon maaf nggak balas komen satu-satu, tapi saya baca dan like.
Jangan lupa baca juga cerita saya lainnya
♡HARUS MENIKAH LAGI♡
SELAMAT MEMBACA.
penasaran terus
gak enak banget dibaca
semoga bian dan Febi bahagia selalu
kan katanya sejak kecil Fabian kurang kasih sayang mama