Menikah sekali seumur hidup adalah mimpi Adel. Namun, gadis berhijab yang memiliki nama lengkap Dandelion Az-Zahra itu harus menerima kenyataan bahwa pernikahannya dengan orang yang pernah ia sukai di masa putih abu itu bukanlah pernikahan impiannya. Karena, Sakha Rafardhan, menikahinya hanya sebatas rasa bakti kepada sang ayah di akhir hayatnya yang ingin melihat putra semata wayangnya menikah. Sementara sang kekasih yang akan ia nikahi justru hilang bak di telan bumi tanpa meninggalkan pesan apapun kepadanya.
" Jangan berharap lebih dari pernikahan ini. Aku terpaksa menikahimu karena Lisa tiba-tiba hilang tanpa kabar. Jika aku telah menemukannya kembali, maka di saat itu pula pernikahan ini berakhir". Sakha
" Sampai waktunya tiba, izinkan aku tetap melaksanakan tugasku sebagai istrimu. Karena apapun alasanmu menikahi ku, aku tetaplah istrimu." Adel
Bagaimana perjalanan mahligai rumah tangga mereka di saat akhirnya Sakha bisa menemukan Lisa?
Benarkah tidak ada cinta untuk Adel?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DBW 17 Pertemuan
Di Batas Waktu (17)
Kalau dia minta rujuk demi anak?", Tia ikut kepo
" Aku akan mempertimbangkan segala sesuatunya ", jawab Adel tegas. " Anak memang butuh orang tua yang lengkap. Namun, bukan hanya fisiknya tapi juga hatinya. Percuma kami memiliki Sakha tapi hatinya tidak dengan kami. Ini bukan keluarga yang aku inginkan ".
Adel memang harus memastikan semuanya jika memutuskan untuk rujuk. Anak memang jadi pertimbangan tapi, bukan hal utama. Apalagi kalau hati Sakha masih untuk Lisa
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
Langit cerah saat Adel memutuskan kembali ke kota J . Kini, Adel sedang berada di bis dalam perjalanan. Syifa dan Tia memang memaksanya untuk mau mereka antar. Tapi, Adel tidak mau merepotkan siapapun. Apalagi membuat kedua sahabatnya harus izin dari tempat mereka bekerja.
Dari balik kaca bis, Adel memandang ke luar. Melihat mobil yang lalu lalang. Sampai rasa lelah menghinggapinya, ia pun mulai memejamkan mata.
Beberapa jam berlalu, akhirnya Adel sampai di toko. Fitri dan yang lainnya menyambut sang pemilik toko dengan antusias. Melepas rindu dengan giliran memeluk Adel. Semua pegawai di toko memang perempuan, jadi Adel tidak merasa canggung.
" Kak Adel, padahal cuma pergi semingguan tapi, rasanya kangen banget", seru Fitri heboh.
" Kamu bisa aja", Adel tersenyum sambil duduk di kursi yang memang tersedia di toko.
" Oh iya, barang-barang untuk di kamar atas sudah sampai?", tanya Adel. Ia teringat perabotan yang ia beli untuk di antar ke toko.
" Sudah kak, kemarin sore udah sampai, udah kita beresin juga. Kalau kakak gak suka posisinya, nanti bisa kita bantu rubah", jelas yang lainnya ikut menyahuti.
" Kenapa repot-repot? Kakak bisa sendiri", Adel merasa tak enak hati.
" Aish,, kak Adel kayak ke siapa aja", sela Fitri
" Iya. Bumil gak boleh capek-capek. Awal-awal kehamilan kan masih rentan, kak. ", timpal yang lain.
Adel tersenyum. Ia bahagia, merasakan kekeluargaan dari orang-orang yang tidak punya hubungan darah apapun dengannya.
" Kak, udah cek kandungan belum? Keponakan kami ini udah berusia berapa minggu?!", Fitri antusias.
" Insya Allah besok. Sekarang mau istirahat dulu. Perjalanan yang biasanya biasa aja, sekarang malah terasa melelahkan ", Adel menyadari kondisinya memang lebih mudah lelah.
"Namanya juga lagi hamil, kak. Gak kayak sebelumnya ", Adel tersenyum membenarkan.
***
Pagi ini, sesuai rencana Adel akan memeriksakan kehamilannya. Ia begitu antusias dan tak sabar ingin tahu kondisi janinnya. Mudah-mudahan kondisinya baik apapun yang terjadi kedepannya.
Di antar Andini, ia menuju ke Rumah Sakit Ibu dan Anak terdekat. Selang tiga puluh menit berlalu, akhirnya Adel sampai. Suasananya tidak terlalu ramai.
Setelah mendaftar, Adel duduk di kursi tunggu menunggu giliran untuk di periksa. Beberapa menit berlalu, ia pun di panggil dan segera masuk ke ruang pemeriksaan.
Kini, Adel sedang duduk berhadapan dengan Dokter Mila yang akan memeriksa Adel.
Dokter Mila bertanya beberapa hal sebelum akhirnya menyuruh Adel menimbang berat badan dan langsung berbaring di ranjang di bantu seorang suster.
Dokter mulai memeriksa tekanan darah, kemudian perut Adel di olesi gel yang terasa dingin. Setelah itu, dokter meletakkan transducer di permukaan kulit perut Adel dan menggerak-gerakkannya sampai muncul gambar di layar monitor.
" Usia kandungannya 7 Minggu. Ukuran janinnya juga masih kecil. Baru sekitar 1-2 cm atau sebesar buah ceri", jelas dokter Mila.
Dugh.. dugh.. dugh..
Dokter Mila lalu memperdengarkan suara detak jantung janin yang membuat Adel merasa terharu. Di rahimnya benar-benar sedang ada janin yang tumbuh.
" ini detak jantungnya. Secara keseluruhan semuanya bagus".
Suster membersihkan sisa gel di perut Adel. Lalu membantunya bangun dan turun dari ranjang.
" Pada usia kehamilan di trimester pertama ini, masih rentan keguguran. Jadi, di upayakan untuk selalu memperhatikan asupan makanan serta menghindari stress yang berlebihan. Karena itu tidak baik untuk kesehatan ibu dan janin yang dikandung". Jelas dokter Mila sesaat setelah Adel duduk.
"Baik, dok", jawab Adel.
Adel pun berkonsultasi mengenai banyak hal terkait kehamilannya. Apalagi ini kehamilan pertamanya dimana ia masih awam sama sekali. Setelah di rasa cukup, Adel pun meninggalkan ruangan dokter.
***
Di Cafe, Sakha sedang mengistirahatkan tubuhnya. Baru saja ia selesai bertemu temannya yang mengajak kerjasama membuka cafe serupa di luar kota. Hingga ponselnya berbunyi.
Kalau tidak sibuk, aku tunggu di toko. Pesan chat Adel.
Tanpa menghiraukan rasa lelahnya, Sakha segera berlari menuju parkiran dan segera melajukan mobilnya. Rasa rindu membuatnya ingin cepat menemui Adel. Hingga akhirnya ia sampai dan melihat Adel duduk di kursi di dekat jendela.
" Assalamu'alaikum" Sakha membuyarkan lamunan Adel.
" Wa'alaikumsalam ", jawab Adel melihat sekilas ke arah Sakha.
Sakha melihat Adel, berharap Adel melakukan hal yang biasa ia lakukan. Mengambil tangannya dan menciumnya. Namun, Adel hanya tetap duduk di kursinya dan itu membuat Sakha sedikit kecewa.
" Secara agama, kita sudah bukan suami istri lagi kalau kamu lupa", ucap Adel seolah paham apa yang di harapkan Sakha.
Sakha mencoba tersenyum mengakui kebodohannya. Ia lupa Adel yang sekarang bukan Adel yang ia kenal saat SMA. Bisa ia genggam atau peluk tanpa ada ikatan. Adel yang sekarang hanya mau di sentuh oleh mahramnya.
" Apa kabar?", tanya Sakha mengusir kecanggungan yang tiba-tiba ia rasakan.
" Alhamdulillah aku baik", jawab Adel.
" Kalau anak kita?"
Adel merasa bergetar. Hatinya menghangat mendengar Sakha mengatakan anak kita.
" Alhamdulillah dia juga baik.", Adel mengeluarkan buku berwarna pink dan diletakkan di atas meja.
Sakha mengambil buku itu dan membukanya. Melihat isi bukunya hingga menemukan selembar foto USG berwarna hitam putih.
" Dokter bilang usia kandunganku sudah 7 Minggu. Ukuran janin baru 1-2 cm, atau baru sebesar buah ceri dan secara keseluruhan kondisinya bagus", Adel menjelaskan seperti penjelasan dokter Mila saat Sakha memperhatikan hasil USG.
" Apa kau tidak berniat memberitahu ku jika aku tidak bertanya?" tiba-tiba Sakha merasa penasaran.
" Sekalipun kau tidak bertanya, aku akan tetap memberitahumu"
" Aku pikir kau akan menyembunyikannya karena kecewa padaku "
"Aku tak seegois itu. Dia berhak tahu siapa ayahnya begitu pun dengan mu yang berhak tahu ada dia di antara kita", diam sejenak. "Sekalipun hubungan kita berakhir, kau dan anak ini tetap memiliki hubungan ", tambah Adel.
" Tidak bisakah kita kembali demi anak kita?", Sakha sangat berharap.
Adel menghela nafas. Dia memang berharap Sakha mengajaknya rujuk. Siapa juga yang ingin menjanda di usia muda dengan usia pernikahan yang baru seumur jagung. Lalu harus menjadi singgel parent. Tapi, Adel berharap bukan anak yang jadi alasan. Karena pernikahan bukan hanya masalah anak.
" Jika alasanmu rujuk dan mempertahankan pernikahan ini hanya demi anak, lebih baik kau tidak usah memaksakan diri untuk rujuk." Jawab Adel akhirnya.