"Ah...ini di kantor! Bagaimana jika ada yang tau! Kalau istrimu---" Suara laknat seorang karyawati bernama Soraya.
"Stt! Tidak akan ada yang tau. Istriku cuma sampah yang bahkan tidak perlu diingat." Bisik Heru yang telah tidak berpakaian.
Binara Mahendra, atau biasa dipanggil Bima, melihat segalanya. Mengintip dari celah pintu. Jemari tangannya mengepal.
Namun perlahan wajahnya tersenyum. Mengetahui perselingkuhan dari suami mantan kekasihnya.
"Sampah mu, adalah harta bagiku..." Gumam Bima menyeringai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menangkap Kelinci
Dira terdiam tidak mengerti sama sekali dengan kata-kata Viola. Merayu mantan pacarnya?
"Aku belum resmi bercerai. Selain itu Bima mungkin menyukai wanita lain. Aku tidak dapat melakukannya." Jawab Dira pelan.
"Bagaimana jika kita makan siang bersama?" Tanya Viola, tiba-tiba bersikap baik padanya. Ingin mengetahui lebih banyak tentang wanita ini.
***
Hanya rumah makan sederhana, yang terletak di dekat butik. Pino sendiri masih mengikuti les yang diadakan oleh taman kanak-kanak.
"Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa kamu ingin meminjam uang. Aku hanya mendengar ceritamu sekilas." Ucap Viola baru saja usai menikmati makan siangnya.
"A...aku mempunyai suami yang mapan. Dia selalu terlihat tampan saat menggunakan setelan jas. Aku senang saat dia menghabiskan bekal makan siang. Dia..." Air mata Dira mengalir, benar-benar tertunduk dalam tangisannya. Tidak ada tempat baginya untuk bicara, termasuk keluarganya sendiri.
"Kamu mencintainya?" Tanya Viola.
Dira mengangguk, berusaha tersenyum menatap ke arah Viola."Bohong jika aku tidak mencintainya kan?"
"Lalu kenapa bercerai?" Kembali Viola bertanya, ekspresi wajahnya biasa. Namun tangan wanita paruh baya itu gemetar. Bagaikan emak-emak yang siap memukul kuntilanak, siluman buaya dan makhluk sejenisnya menggunakan sapu.
"Dari dulu memang sama. Aku hanya ingin menjalani rumah tangga yang baik. Terkadang aku mengomel, dia juga ikut mengomel. Setelahnya kami kembali tersenyum seperti semula. Walaupun dia tidak bisa bertanggung jawab, namun suami istri harus saling melengkapi bukan?" Dira menghentikan kata-katanya sejenak. Menghela napas berusaha menghentikan air matanya yang bagaikan tidak dapat dihentikan. Dadanya terasa begitu berat, bagaikan memiliki beban.
"Aku merindukannya. Walaupun dia sudah menemukan kebahagiaan di pelukan wanita lain. Aku naif bukan?" Tanya Dira.
"Apa mereka ke rumah?" Tanya Viola, menebak-nebak apa yang terjadi sebenarnya.
Dira menghapus air matanya sendiri, kemudian tersenyum, seolah-olah mengatakan lelucon."Aku harus berpisah, ini demi kebaikan Pino. Aku tidak ingin Pino menyaksikan ayahnya melakukan dengan wanita lain di sofa."
"Dira kamu boleh menangis. Jangan pernah berpura-pura tegar, didepan orang yang menyayangimu." Viola menepuk pundak Dira pelan.
"Aaanngg...!" Tangisan yang terdengar begitu kencang. Tidak peduli menarik perhatian orang-orang di rumah makan. Viola perlahan memeluknya, menepuk punggung Dira pelan kemudian berucap.
"Kamu sudah berusaha keras. Kamu perempuan hebat."
Dua kalimat yang membuat Dira merasa lebih nyaman mengeluarkan isi hatinya. Berusaha keras? Tidak ada yang pernah memujinya apapun yang dilakukan olehnya.
"Viola... kenapa semuanya jadi begini?" Pertanyaan yang bahkan tidak dapat dijawab oleh Viola.
Terkadang ada orang yang tidak puas, bahkan setelah mendapatkan tahta tertinggi. Memiliki emas maupun berlian, ingin memiliki lebih, dengan membuang yang lama. Dira bagaikan benda usang yang dibuang... mungkin itulah yang lebih tepat.
***
Sebuah tangisan yang pada akhirnya mereda, Dira tersenyum merasa lebih baik setelah menunjukan luka yang disimpan olehnya.
"Apa kamu masih mencintainya?" Tanya Viola.
Dira menggeleng."Butuh waktu untuk melepaskan. Tapi, aku sudah dapat menerima kenyataan. Tentang uang mahar yang harus dikembalikan mungkin aku akan mengajukan pinjaman online. Terimakasih sudah mendengar, ceritaku yang tidak beraturan. Aku merasa lebih lega."
"Aku akan membantumu! Untuk apa melakukan pinjaman online." Viola tersenyum.
"Kita baru saling mengenal." Dira memilin jemari tangannya.
Viola tertawa, wanita paruh baya penuh senyuman itu memegang jemari tangan Dira."Kamu lemah! Tapi aku menyukaimu. Kamu mengingatkanku dengan masa terburuk di hidupku."
"Masa buruk?" Tanya Dira tidak mengerti.
"Setiap manusia memiliki masa dimana mereka ingin mati bukan? Aku pernah mengalaminya. Saat SMU aku sedikit nakal..." Viola berbisik.
"Hah?" Dira terlihat tidak percaya. Bagaimana bisa wanita disiplin super galak ini dulunya nakal.
"Kedua orang tuaku bercerai. Karena itu aku melampiaskan semuanya dengan merokok dan menikmati minuman keras, hanya berharap mereka memberikan perhatian padaku. Yah...pada akhirnya aku memang mendapatkan perhatian." Ucap Viola meminum es teh.
"Mereka pasti mencintaimu." Dira tersenyum.
"Aku hamil di luar nikah. Pacarku tidak mau bertanggung jawab. Pada akhirnya melahirkan prematur, anakku meninggal, aku bahkan tidak tau wajahnya..." Viola masih tetap tersenyum, mengingat anaknya mungkin telah lama tinggal di Surga.
"Setelahnya, aku yakin Viola akan---" Kalimat Dira disela.
"Masa bodoh! Aku tinggal dan bersekolah di Paris. Memutuskan untuk mengejar karier, karena satu-satunya di dunia ini yang pasti adalah uang. Puluhan tahun mencari uang, aku sudah mempunyai segalanya sekarang. Aku tidak memerlukan keluarga sialan lagi!" Viola menghela napas, usianya kini sudah lebih dari 50 tahun.
Dirinya pulang ke negara ini, entah untuk apa... mungkin ingin mengetahui makam anaknya dimana. Mungkin ingin menghabiskan masa tuanya untuk mencabut rumput di makam anak yang bahkan tidak diketahui jenis k*laminnya.
Namun, kesepian membuatnya bersedia menerima tawaran Bima. Sebuah tawaran untuk menjadi guru seorang wanita yang bahkan terlihat dekil.
"Kalau anaknya Viola masih hidup, mungkin sekarang di sekolah menengah pertama ya?" Dira sembarangan menebak.
"Kalau anakku masih hidup, mungkin akan seusia denganmu!" Viola mengacak-acak rambut Dira.
"Hah? Aku kira usiamu 35!" Ucap Dira tidak percaya. Pasalnya bentuk tubuh dan fitur wajah Viola bagaikan tidak mencerminkan usianya.
"Tahun ini usiaku 52. Apa aku kelihatan awet muda?" Tanya Viola mengedipkan sebelah matanya.
"Sangat...aku iri." Dira menghela napas kasar, bagaimana Tuhan dapat begitu tidak adil. Dirinya dianugerahi kulit kusam.
"Mau tau rahasia awet muda dan cantik mewangi?" Tanya Viola, menbuat Dira tertarik.
"Apa?" Tanya Dira antusias.
"Perawatan lah..." Gelak tawa Viola terdengar. Hal yang hanya membuat Dira menatap jenuh.
Namun terasa begitu menyenangkan, begitu hangat, seperti memiliki seorang...ibu?
***
Hari menjelang sore kala itu, dengan kecepatan tinggi Bima berlari. Pulang tepat waktu adalah tujuannya.
Hingga kembali lagi, harus turun satu lift dengan Romeo dan Juliet. Bima menghela napas kasar, enggan berdebat kali ini.
"Pak Bima sebaiknya berhenti menyimpan perasaan pada Soraya. Karena secepatnya kami akan menikah. Aku harap kamu berhenti mempersulit pekerjaanku. Karena itu tidak profesional sama sekali." Ucap Heru tegas.
"Apa? Menikah? Kamu mau menjadikan Soraya istri kedua?" Tanya Bima, menarik kerah pakaian Heru. Tidak terima jika Dira yang begitu baik diduakan.
"Pak Bima! Hentikan! Seperti Heru yang akan bercerai dengan istrinya. Aku juga akan mengatakan dengan jelas pada pak Bima. Aku memilih Heru!" Tegas Soraya.
"Hah? I...ini tidak bohong kan? Kamu akan bercerai?" Tanya Bima menelan ludahnya. Bagaikan telah lama iri melihat kelinci peliharaan serigala. Kini kelinci itu dilepaskan, apa yang harus dilakukan Bima, sebagai seekor singa bermartabat?
"Benar! Aku akan bercerai. Menjadikan Soraya satu-satunya istriku." Heru menepis tangan Bima yang memegang kerah pakaiannya."Karena itu jangan coba-coba..."
"Ekhem..." Bima terbatuk, mengatur suaranya."Kapan kamu akan sah bercerai?"
"Rencananya setelah istriku mengembalikan maharnya." Jawab Heru arogan. Masih beranggapan atasannya ini mengincar Soraya.
"Berapa maharnya? Aku hanya ingin tau. Maaf jika tidak sopan." Tiba-tiba saja raut wajah Bima berubah ramah.
"100 juta. Kenapa terlalu banyak bertanya---" Kalimat Heru terhenti, kala menyadari Bima berlari keluar tepat setelah pintu lift terbuka. Bahkan sempat hampir terjatuh karena lantai yang licin.
Tujuannya? Tentu saja brankas di rumahnya. Sudah pasti menyimpan banyak uang cash dan emas batangan.
gedek banget sama tu anak
,😡
👍🌹❤️🙏