Sudah sepantasnya kalau seorang istri menuntut nafkah pada suaminya. Namun bagaimana jika si suami sendiri yang tidak ada keinginan untuk menunaikan kewajibannya dalam menafkahi keluarga? Inilah yang dialami Hanum Pratiwi, istri dari Faisal Damiri selama 5 tahun terakhir.
Hanum memiliki seorang putra bernama Krisna Permana, yang saat ini masih kuliah di Jurusan Informatika. Tentu saja Hanum masih memerlukan biaya yang cukup banyak untuk biaya pendidikan putranya, ditambah juga untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Hanum harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan seringkali meminjam kepada saudara dan teman-temannya. Beruntung sang anak bersedia membantu menitipkan kue di kantin, yang bisa dijadikan sumber income keluarga. Namun pendapatannya yang tak seberapa itu, hanya cukup untuk transport dan uang saku sang anak, kalaupun ada lebih untuk membeli beras.
Bagaimana Hanum bertahan dalam 5 tahun ini? Apakah kesulitan ini mengharuskannya menyerah? Lalu bagaimana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Kedatangan Bu Henny
Akhirnya pukul 8:00 pagi ini Hanum dengan diantar Faras berangkat ke Puskesmas naik motor. Sepanjang jalan Hanum terus berdoa semoga hanya demam dan sakit kepala biasa, jangan sampai ada penyakit serius. Hanum tidak siap mendengar kabar yang tidak baik ditengah banyaknya masalah yang dihadapi, karena itu berarti menambah masalah baru. Tak ada pembicaraan diantara keduanya, hanya hembusan angin dari lalu lalang kendaraan di jalan. Hanya perlu 15 menit untuk sampai di Puskesmas, dan tujuannya adalah Dokter Umum. Karena Hanum tidak memiliki BPJS sehingga dia bisa masuk ke pasien umum jadi lebih cepat dilayani dan antriannya tidak banyak.
"Bu Hanum silahkan masuk" panggil perawat di depan ruang periksa yang bertuliskan Dr. Ayu Puspita.
Hanum pun segera masuk dan duduk di depan dokter Ayu.
"Apa nih yang jadi keluhan Bu Hanum?" tanya dokter Ayu dengan ramah.
"Saya demam sudah masuk 5 hari, tapi suhu tubuh saya juga sering naik turun begitu. Terus yang sangat mengganggu ini kepala terasa sakit seperti ditusuk-tusuk. Kalau sudah sakit, sampai keluar air mata dan tidak bisa bangun" jawab Hanum menjelaskan dengan detil yang dirasakannya
"Berarti sakit ya kepalanya, bukan pusing. Mari kita periksa dulu, silahkan naik ke tempat tidur!"
Hanum naik ke ranjang periksa dan merebahkan badannya. Dokter Ayu memulai pemeriksaan dengan teliti, dari mengecek tensi darah, denyut nadi, tarikan nafas serta warna kulit tangan. Setelah dirasa cukup, dia meminta Hanum untuk kembali duduk di depannya.
"Tensi darahnya agak rendah, dan kalau melihat dari ciri-ciri yang Ibu sampaikan ada kecenderungan HB nya juga rendah. Tapi untuk memastikannya bisa melalui cek darah. Apa Ibu mau sekalian cek darah sekarang?" Dokter Ayu terlihat membuat banyak catatan di kartu pasien.
"Boleh Dok, biar sekalian selesai hari ini" Hanum pun menyetujui tindakan yang disarankan Dokter Ayu.
"Suster minta dibantu untuk test darahnya, tapi nunggu 2-3 jam ya Bu untuk hasilnya. Mau ditunggu atau kembali lagi besok?" tanya Dokter Ayu sambil menyiapkan formulir rujukan test darah.
"Saya coba tunggu saja Dok, besok belum tentu ada yang mengantar ke sini."
"Baiklah, silahkan ditunggu Bu Hanum. kita akan bahas nanti setelah hasil cek darah keluar ya.!"
Setelah menunggu hampir 3 jam, akhirnya Hanum kembali dipanggil oleh Dr. Ayu
"Alhamdulillah sudah keluar hasil testnya nih Bu. Seperti perkiraan yang saya sampaikan sebelumnya, kalau ada kecenderungan HB nya rendah." Hanum masih diam menyimak penjelasan Dr. Ayu
"Dari hasil test darah tadi kadar HB, eh Ibu sudah tahu kan HB itu apa?" tanya Dr. Ayu sebelum melanjutkan penjelasannya
"sedikit faham sih Dok. Kalau tidak salah Hb atau hemoglobin adalah sel darah merah bertugas mengikat oksigen dalam darah dan membawanya ke seluruh tubuh." jawab Hanum
"Betul sekali Bu Hanum. Tingkat HB normal untuk wanita dewasa adalah berkisar 12–16 g/dL. Nah ini hasil test HB nya hanya 11, tidak terlalu rendah juga kok. Ibu jangan takut, kalau saya analisa sih ini akibat dari gejala anemia yang Ibu alami. Sekarang tinggal memperbaiki konsumsi makanan yang mengandung zat besi tinggi saja, selain vitamin yang akan saya berikan. Terus kalau bisa untuk beberapa waktu ke depan Ibu rajin konsumsi Sango..on atau Tonik....yer supaya lebih cepat peningkatannya" penjelasan panjang dari Dr. Ayu hanya dibalas dengan anggukan oleh Hanum.
Setelah menerima lembar resep obat, Hanum langsung pamit dan berterimakasih kepada Dr. Ayu serta suster yang mendampinginya. Dia menuju ke bagian obat dan kasir yang jaraknya tidak terlalu jauh.
"Semuanya Rp 250 ribu Bu, sudah sekalian cek darah" kata petugas kasir yang melayaninya.
Hanum lekas mengeluarkan 3 lembar uang berwarna merah yang diterimanya kemarin, dan sekaligus pamit setelah menerima kembaliannya.
Begitu keluar, matanya langsung mencari keberadaan Faras. Ternyata dia sedang asyik ngobrol dengan penjaga parkir, untungnya tempat parkir di Puskemas itu sudah beratap.
"Hayu pulang Faras, sudah mau masuk waktu Dzuhur." ajak Hanum yang tampak sudah lelah
"Ayo Bu. Sudah beres semua kan? Obatnya sudah dapat juga?" tanya Faras sambil mengeluarkan motor dari barisan.
"Alhamdulillah sudah tuntas."
"Mari Pak, terima kasih sudah menemani ngobrol" pamit Faras pada petugas parkir dan tak lupa membayar karcisnya.
"Hati-hati Nak, semoga Ibunya cepat sehat kembali"
"Aamiin"
Karena cuaca yang agak panas, Faras sengaja mempercepat laju kendaraannya. Dia sungguh khawatir melihat wajah pucat dan kelelahan sang Ibu. Hanya perlu 10 menit untuk tiba di rumah, dan mereka melihat pintu rumah yang terbuka serta mobil putih terparkir di depannya. Hanum menghela nafas dan memegang pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut.
"Siapa yang datang Bu?" tanya Faras pelan
"Paling Bu Henny, mau nagih uang kontrakan"
"Assalamualaikum. Eh ada tamu. Sudah lama Bu?" sapa Hanum sambil duduk di sofa sebrang Bu Henny.
"Wa'alaykumsalam. Belum, paling baru 5 menitan lah. Katanya Bu Hanum lagi sakit ya? Sakit apa Bu?" tanya Bu Henny ramah. Karena memang dasarnya dia orang baik,hanya kalau untuk urusan bisnis memang tegas
"Qadarullah Bu, saya sakitnya gejala anemia. Insya Allah sembuh dalam waktu cepat Bu. Maaf nih nggak dijamu tamunya"
"Nggak apa-apa, saya juga nggak lama. Ini mau nanyain uang sewa, karena sekarang kan sudah tanggal 7, berarti sudah mundur 7 hari dari yang seharusnya. Kira-kira saya bisa terima uangnya kapan ya Bu? Tadi Bapak juga nggak bisa ngasih kepastian. Saya nggak bisa kalau begini, karena ini kan bisnis"
"Sebelumnya kami mohon maaf atas keterlambatannya Bu, memang kebetulan saat ini pemasukan kami juga sedang menurun. Jualan baju saya nggak berjalan seperti sebelumnya. Boleh saya minta kelonggaran waktu 3 hari lagi?"
"Tapi 3 hari lagi ini nggak molor kan? Sudah fix ya tanggal 10 dananya masuk?"
"Insya Allah Bu, karena yang mau transfer ke saya bilangnya tanggal 9 gitu. Tapi kalau masuknya lebih cepat, pasti saya langsung bayarkan ke Ibu"
"Baik kalau gitu, saya tunggu ya Bu. Kabari saja kalau sudah ada"
"Pasti Bu. Terima kasih Ibu sudah berkunjung, maafkan saya nggak di rumah"
Bu Henny langsung berpamitan, dan tak lama mobil yang mengantarnya pun meluncur meninggalkan rumah. Hanum yang mengantar sampai teras pun sudah balik lagi ke rumah, badan dan fikirannya yang terasa lelah membuat ia hanya bisa diam dan meneteskan air mata. Adzan Dzuhur membuatnya tersadar, bahwa semua ini qadarullah, takdir Allah yang harus dihadapinya, bukti kasih sayang Allah untuk mereka sekeluarga. Cepat-cepat dia masuk ke kamar mandi, mengguyur tubuhnya untuk mengatasi hawa panas yang membuat tak nyaman.
Rupanya Faras juga sedang menunggu antrian ke kamar mandi, karena tadi dia sengaja menyimak obrolan Ibunya dan Bu Henny.
"Bu, kita dzuhur jamaah ya, nggak sempat lagi jamaah di Mesjid" ajak Faras sebelum masuk.
Hanum hanya mengangguk, kemudian mengganti pakaiannya karena takut menebarkan virus. Setelahnya dia menyiapkan peralatan sholat, menggelar dua sajadah. Kenapa hanya dua? Karena Faisal dari semenjak Bu Henny pamit, langsung masuk kamar dan nggak ngajak ngobrol apapun.
...🌾🌾🌾🌾🌾...
Memanfaatkan waktu setelah sholat Isya adalah kesenangan tersendiri bagi Hanum. Dia duduk menyendiri di bangku teras, memandang kerlip bintang yang tetap terlihat terang di langit kelam. Menengok ke tanah kosong di samping rumahnya, tampak banyak kunang-kunang beterbangan, kerlap kerlipnya juga menjadi indah. Sungguh Maha Indah ciptaan Allah...
"Bu, Faras mau ngobrol dulu ya untuk masalah yang kontrakan" ajak Faras sambil duduk di sebelah Hanum, dengan segelas teh hangat di tangannya.
"Apa yang mau diobrolkan?" tanya Hanum tanpa mengalihkan pandangannya dari langit malam
"Faras, sudah ngecek fasilitas SPinjam punya Faras, dapat limit Rp 3 juta. Bagaimana kalau Faras ambil untuk bayar kontrakan bulan ini dan bulan depan. bayarnya nanti dicicil saja 10 kali cicilan." tawar Faras hati-hati. Hanum tertegun dengan tawaran Faras itu, namun hati kecilnya bangga karena perhatian Faras yang begitu besar.
"Kalau kamu ambil Rp 3 juta, juga pasti terimanya nggak sampai segitu. Ya mungkin sekitar Rp2,8 juta."
"Ya nggak apa-apa, berarti bulan depan tinggal nambah kekurangannya Rp 200 ribu lagi. Bismillah bisa dari hasil jualan kue."
"Terus kalau ambil cicilan 10 kali, beberapa besar bayaran tiap bulannya?"
"Rp 370 ribuan, tepatnya sih Rp368 ribu"
"Ya sudah coba diajukan saja, semoga diapprove. Ibu juga sudah menghubungi Om Imam, katanya baru ada 2 harian lagi, tapi itu juga belum pasti. Kita lihat saja mana yang duluan" ujar Hanum sambil menatap Faras.
"Ya sudah besok Faras coba ajukan pinjamannya. Jangan lupa Bu nyiapin cireng isinya untuk tester food beso."
"Siap. Bahan-bahannya sudah siap kok, karena Ibu keburu tepar saja makanya jadi tertunda."
"Ya sudah, ayo kita masuk. Waktunya untuk beristirahat dan menyiapkan hari esok lebih baik lagi"
Keduanya pun masuk bersiap untuk istirahat. Tak lupa Hanum memastikan jendela dan pintu sudah terkunci benar. Lampu ruang tamu pun sudah dimatikan, ruang tengah berganti lampu tidur.
"Ya Allah, akhirnya hamba harus tergelincir dengan pinjaman riba ini, karena tidak ada lagi cara yang bisa hamba tempuh. Maafkan hamba yang lemah ini ya Allah, dan jangan biarkan hamba terjerat dengan pinjaman riba lebih banyak lagi." doa Hanum dalam hati. Dia jadi teringat dengan banyaknya kasus ibu rumah tangga terjerat pinjol, mungkin awalnya juga seperti dirinya, karena tidak ada nafkah dari pasangannya atau karena memang single parent yang penghasilannya pas-pasan.