Kisah ini mengisahkan tentang seorang gadis lugu dan seorang pilot playboy yang saling jatuh cinta. Pertemuan pertama mereka terjadi di dalam pesawat, ketika sang pilot memenuhi permintaan sepupunya untuk mengajak seorang gadis lugu, ke kokpit pesawat dan menunjukkan betapa indahnya dunia dari ketinggian, serta meyakinkannya untuk tidak merasa cemas. Tanpa diduga, pertemuan ini justru menjadi awal dari kisah mereka yang dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RUDW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesedihan Clarissa
---
Menunggu dengan Cemas
Keluarga Wilson berkumpul di rumah sakit, menunggu dengan penuh harap agar Clarissa segera sadar. Operasinya memang sudah berhasil dilakukan beberapa jam lalu, tapi sampai sekarang, dia masih belum siuman akibat pengaruh obat bius.
Mirabella tak henti-hentinya menangis di sisi ranjang Clarissa. Untungnya, Jonathan berusaha menenangkannya, begitu juga dengan Catherine dan Jacob. Meski mereka masih syok dengan kondisi Clarissa, mereka tetap menemani dengan penuh perhatian. Begitu mendengar kabar dari Xander, mereka semua langsung bergegas ke rumah sakit. Walaupun Clarissa masih baru di keluarga mereka, kasih sayang yang mereka berikan tak ada bedanya dengan anggota keluarga sendiri—apalagi dia adalah sahabat dekat Mirabella.
Sementara itu, di sofa yang sama, Emily tak henti-hentinya memberondong Xander dengan pertanyaan yang membuat pria itu kebingungan. Bukannya bertanya soal kondisi Clarissa, Emily justru salah paham tentang hubungan Xander dan gadis itu.
"Kenapa kamu nggak bilang kalau calon menantu Mommy sedang sakit?"
"Kenapa nggak ngasih tahu kalau calon menantu kami ada di rumah Uncle Jakob?"
"Mommy nggak mau tahu, begitu dia sembuh, kalian harus segera menikah!"
Xander terdiam, otaknya seakan berhenti bekerja mendengar tuntutan ibunya. Alih-alih menjelaskan, dia malah memperkenalkan Olivia sebagai kekasihnya dan menegaskan bahwa Clarissa hanya kenalan Mirabella.
Emily tentu tak mudah percaya. Apalagi, dia masih ingat betul bahwa dua minggu lalu, dia mendengar Xander menggumamkan nama Clarissa dalam tidurnya.
Flashback: Awal Kecurigaan Emily
Semua berawal saat Emily sedang menikmati perawatan kecantikan di salon milik Catherine. Sebagai pelanggan tetap dan VIP, tentu saja dia mendapatkan perlakuan khusus langsung dari iparnya itu.
Saat mereka sedang mengobrol santai, ponsel Catherine tiba-tiba berdering. Wajah wanita itu langsung berubah tegang. Dari percakapannya, Emily samar-samar mendengar nama Clarissa dan rumah sakit.
"Siapa Clarissa?" tanya Emily penasaran.
"Putriku," jawab Catherine singkat sambil bergegas merapikan barang-barangnya.
Emily mengernyit. Putri yang mana? Bukannya Mirabella anak satu-satunya? Atau jangan-jangan selama ini Catherine berselingkuh? Pikiran liar itu langsung keluar begitu saja dari mulutnya.
Catherine yang kesal langsung menjitak kepala Emily. Bukan tanpa alasan, hubungan mereka memang bukan hanya sekadar ipar, tapi juga sahabat sejak lama.
"Dia sahabat Mirabella, tapi aku sudah menganggapnya anak sendiri. Kamu juga pasti akan suka kalau bertemu dengannya," kata Catherine sambil tersenyum membayangkan wajah manis Clarissa.
Emily terdiam, pikirannya tiba-tiba kembali ke malam saat Xander tertidur di pangkuannya dan menggumamkan nama Clarissa.
Saat Catherine mengatakan bahwa Clarissa sakit dan akan menjalani operasi, Emily langsung memutuskan untuk ikut ke rumah sakit.
Sesampainya di sana, kecurigaannya semakin besar saat melihat Xander berdiri gelisah di depan ruang operasi. Dalam hati, dia sempat bersorak bahagia membayangkan akan segera memiliki menantu, tapi kebahagiaannya berubah menjadi kecemasan saat mendengar Clarissa menjalani operasi pengangkatan kista.
Flashback Selesai
Emily kini berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada, menatap Xander dengan penuh selidik.
"Kenapa Olivia? Kenapa bukan Clarissa saja?" tanyanya.
"Karena pacarku cuma Olivia, Mom," jawab Xander santai.
Emily semakin mempersempit tatapannya.
"Pacar untuk teman ranjang maksudmu, ya?"
Mata Xander melebar. Bagaimana bisa ibunya tahu tentang hubungan simbolis yang dia jalani dengan Olivia?
Namun, sebelum dia sempat menjawab, suara Mirabella yang berteriak kegirangan mengalihkan perhatian mereka.
"Darling, kamu sudah sadar! Oh Tuhan, syukurlah!"
Jonathan segera menekan tombol nurse call, dan tak lama kemudian, perawat serta dokter datang untuk memeriksa keadaan Clarissa. Syukurnya, semuanya baik-baik saja. Dokter hanya menyarankan agar Clarissa lebih banyak beristirahat.
Clarissa yang masih setengah sadar menatap sekeliling. Beberapa wajah tampak familiar, sementara yang lain terasa asing—terutama Emily, yang baru pertama kali ditemuinya. Dia lalu menoleh ke Mirabella dengan ekspresi bingung.
"Mira, kenapa aku di sini? Apa yang terjadi?" tanyanya.
Ingatan terakhir yang dia punya hanyalah berbaring di kamar, tapi sekarang, dia justru berada di rumah sakit dengan pakaian pasien dan perut bagian bawah yang terasa nyeri seperti habis disayat.
Mirabella sempat ragu menjawab, namun Catherine mengambil alih dan menjelaskan dengan lembut apa yang telah terjadi.
Air mata Clarissa langsung mengalir begitu mengetahui kondisinya. Bukan karena operasi pengangkatan kista itu sendiri, melainkan karena fakta bahwa peluangnya untuk hamil kini sangat kecil.
Mirabella dan Catherine segera memeluknya, berusaha menguatkannya dengan kata-kata penuh harapan.
Emily yang awalnya ingin menyapa Clarissa sebagai calon menantu, kini ikut berdiri di sisi ranjang dan berusaha menenangkan gadis itu.
"Jangan sedih, Nak. Jangan kehilangan harapan. Dokter hanya bilang kamu akan sulit hamil, bukan tidak bisa hamil. Selama kamu mengikuti saran dokter, aku yakin kamu akan punya anak yang lucu-lucu," ucap Emily penuh keyakinan.
Dia teringat perjuangannya sendiri bersama Viktor. Menikah di usia muda, tapi harus menunggu sepuluh tahun untuk memiliki anak. Tuhan hanya memberi mereka Xander sebagai satu-satunya buah hati, dan bagi Emily, itu sudah lebih dari cukup.
Clarissa yang masih larut dalam kesedihannya hanya bisa mengangguk pelan. Meski sedikit bingung dengan keberadaan Emily, dia tetap menghargai perhatian wanita itu.
Saat Bersama Xander
Beberapa jam berlalu. Kamar rawat inap kini lebih sepi setelah Jonathan, Catherine, Jacob, dan Emily pulang. Hanya tersisa Mirabella yang sedang keluar sebentar ke kantin, meninggalkan Clarissa dan Xander berdua.
Melihat Clarissa mencoba bangun dengan wajah menahan sakit, Xander segera mendekat.
"Kamu butuh sesuatu?" tanyanya.
"Aku haus," jawab Clarissa pelan.
Tanpa pikir panjang, Xander mengambil segelas air dan membantunya minum.
"Terima kasih, Kak."
Xander mengangguk. "Kamu mau makan sesuatu? Buah, mungkin?"
Clarissa melirik keranjang buah di sampingnya, lalu dengan sedikit malu-malu berkata, "Aku mau jeruk."
Xander tersenyum, menangkap kegugupan gadis itu.
"Kamu lapar?" tanyanya lembut.
Clarissa ragu, tapi akhirnya mengangguk pelan.
"Baiklah, aku akan minta perawat menyiapkan makanan. Tapi sebelum itu, makan jeruk dulu, ya," ujar Xander sambil mengupas jeruk dan menyuapinya sepotong demi sepotong.
Setelah selesai makan, mereka sempat terdiam. Clarissa merasa bersyukur ada seseorang yang menemaninya, tapi dia juga tak ingin merepotkan Xander lebih lama.
"Kakak nggak pulang? Aku takut mengganggu pekerjaan Kakak," ucapnya hati-hati.
Xander menatapnya sebentar sebelum menjawab, "Kamu nggak merepotkan aku. Aku akan pulang setelah kamu makan."
Tatapan mereka bertemu. Seperti ada sesuatu yang tak terucap di antara keduanya.
Xander mengulurkan tangan, mengelus lembut rambut Clarissa.
"Istirahatlah dulu," ucapnya lembut.
Clarissa tersenyum tipis. "Baik, Kak. Terima ka—"
"Dan berhentilah bilang terima kasih. Kupingku sakit mendengarnya," Xander menggoda, membuat senyum tipis di wajah Clarissa semakin merekah.