MOHON MAAF, MASIH BANYAK TYPO BERTEBARAN, DAN TANDA BACA YANG MASIH AMBURADUL 🙏
Dulu. demi bisa mendekati lelaki yang ia cintai, Emira nekat mengubah identitas nya, jati dirinya, bahkan penampilannya, yang sungguh jauh berbeda dengan dirinya yang asli, namun lelaki yang ia suka tiba tiba menghilang, tanpa kabar, dan tanpa jejak, seperti di telan bumi.
Mereka kembali bertemu, perdebatan tak penting mewarnai hari hari mereka sebagai dokter residen.
Tapi malam reuni itu merubah segalanya, di pagi hari mereka terbangun didalam sebuah kamar hotel, tanpa apapun selain selimut yang menutupi tubuh keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
BAB 24
Sore menjelang malam, akhirnya Arjuna mengizinkan Emira pulang dan beristirahat, walau belum berhasil seratus persen, Emira berhasil membuat tiga baris jahitan dengan rapi, dan itu cukup membuat Juna bernafas lega, hingga mengizinkan anggota barunya tersebut pulang dan beristirahat, karena ia sendiri pun kelelahan akibat ulahnya sendiri, hari ini ia bertugas menangani banyak pasien tanpa bantuan Emira, niat hati ingin berbuat iseng, malah dirinya sendiri yang kena imbasnya secara tidak langsung.
Emira menarik nafas berkali kali, ia benar benar harus menekan sedikit emosinya yang sudah hampir mencapai ujung kepala, jika tidak maka akan meledak dan berakibat berimbas pada orang yang tak bersalah.
Ia jadi berpikir bagaimana bisa ia dulu jatuh cinta setengah mati pada Arjuna, apa karena dulu ia masih labil, hingga ia begitu mudah mengambil keputusan mengganti identitas dirinya demi bisa berdekatan dengan Arjuna, yang saat itu terlihat tampan dengan pesonanya yang mengagumkan.
Emira menginjak pedal rem ketika traffic light berganti menjadi warna merah, ia menoleh sekeliling, keramaian alun alun kota menyihirnya, lampu warna warni serupa pesta rakyat, canda tawa terlihat istimewa, walau tak berbalut kemewahan, suasana rakyat semacam ini sungguh ia rindukan, karena lama tinggal di negara orang, walau tak selama sang mommy.
Setelah memutuskan memarkir mobilnya di tempat aman, sepertinya seru jika hanya sekedar membeli gelembung tiup, ia jadi teringat para pasukan kecilnya yang lucu dan heboh, walau sering bertengkar, tapi pertengkaran nya dengan kelima keponakannya hanya sebatas gurauan, yang kadang ia rindukan jika sudah terlalu lama tak menjumpai, Daniel yang garang, Darren yang agak cengeng, Luna yang manis dan suka bercerita, Dean yang agak Flamboyan, dan Danesh satu satunya yang memiliki warna mata berbeda sekaligus yang agak susah diatur.
Belum sempat Emira membeli apa yang ia inginkan, di sudut gelap alun alun ia melihat sekelompok pelajar tengah berdiri melingkar, mereka tampak memperhatikan sesuatu, karena penasaran, Emira mendekati para pelajar tersebut, rupanya enam orang pelajar itu tengah merundung seorang teman mereka.
Dari Jarak aman, Emira melihat anak lelaki tersebut nampak mengkerut ketakutan, ia tak berani melawan hanya menunduk dalam diam, bahkan jika menangis sekalipun ia akan diejek cengeng, tak berani melawan diejek pengecut.
“hanya ini uangmu?”
“i … i … iya.”
“sedikit sekali?”
“Ibuku hanya berdagang di pasar, mana bisa aku mendapatkan uang saku lebih.”
“kalo tak punya uang lebih, gimana bisa sekolah dan les? hah …?”
Plak
Plak
Plak
"Dasar bodoh kamu."
Salah seorang dari mereka mendaratkan beberapa pukulan ke kening anak itu, walau hanya menggunakan buku, tapi itu sungguh bukan perbuatan terpuji.
"Apa yang kalian lakukan?" Tanya Emira dengan wajah tanpa ekspresi.
.
.
.
DOOOORRR !!!
DOOOORRR !!!
DOOOORRR !!!
Emira mengerjapkan mata sesaat, bunyi letupan balon itu terasa gatal mengusik pendengarannya, sudah cukup hari kemarin ia menghabiskan seharian dengan suara letusan balon, dan kini ketika ia ingin menikmati waktu istirahat sebelum kembali berjaga nanti di jam malam, yah selepas tragedi di alun alun, Emira memutuskan pulang ke rumah kedua kakak nya, karena ia juga merindukan para pasukan kecilnya.
Tapi kini, rasa rindu yang membumbung berganti dengan rasa kesal luar biasa, manakala seharusnya ia beristirahat, justru anak anak kecil itu membuat banyak suara letusan balon, yang kemudian diiringi gelak tawa.
Emira pun bangkit, menyingkap sedikit tirai kamarnya, Kelima keponakannya yang masih mengenakan piyama nampak berdiri dengan memegang balon mereka masing masing.
“Ayo tiup lagi …” Darren memberi instruksi.
kelima anak itu meniup balon mereka masing masing, wajah kelimanya tampak memerah, kehabisan udara, karena berlomba mengisi balon mereka dengan udara, ingin marah tapi melihat mereka saja membuat Emira tertawa geli.
lalu kemudian
DOOOORRR !!!
DOOOORRR !!!
DOOOORRR !!!
letusan balon tersebut sungguh keras tapi anehnya kelima bocah itu tertawa bahagia.
“Apanya yang lucu sih?” gumam Emira.
“Hei kenapa masih di rumah?” sapa Emira seraya membuka jendela kamarnya.
“Aunty.”
“Aunty.”
“Aunty.”
Teriakan mereka sahut menyahut, kemudian semuanya berlari mengitari rumah, demi bisa menghampiri Emira di kamar nya.
Emira dihujani peluk dan cium kelima keponakannya.
“Aunty … kangen …” seru Daniel yang lebih dulu tiba di kamarnya, si bocah gembul yang biasa nya memperebutkan opa Alex itu rupanya benar benar merindukannya, padahal baru tiga hari mereka tak bertemu.
“Aunty berapa lama di rumah sakit?” Dean.
“Iya … papa Bilang Aunty tak akan bisa lagi sering sering main sama kami.” Luna, matanya mulai berkaca kaca.
“Memang Aunty harus juga ke rumah sakit seperti papa dan mama?” kali ini Danesh yang protes
“Iya ka disana sudah ada papa, mama, mommy Bee, dan opa Steven, pasti rumah sakit aman aunty tak perlu berjaga di sana?” sama seperti Luna, Darren berbicara dengan mata berkaca kaca.
Emira bingung, antara ingin tertawa keras atau menangis haru, para keponakannya begitu polos dan lucu, bahkan mereka berpikir berjaga di rumah sakit memiliki arti sama dengan seorang security.
“Mau bagaimana lagi sayang, sekolah aunty belum selesai sempurna, jadi aunty masih harus melanjutkannya, biar aunty jadi dokter hebat seperti mama, papa, dan oma.”
“Aunty tak perlu jadi dokter untuk terlihat hebat,” Daniel
“Iya … aunty hebat menunggang kuda,” Darren
“Pandai berkelahi,” Danesh.
“Pandai menembak sasaran.” Luna
“Jadi aunty tak perlu jadi dokter yah? yah? yah?”
Mata itu, harap dan permohonan itu, serta wajah polos itu, benar benar membuat Emira terharu, para keponakan nya ini, ternyata sangatlah polos dan apa adanya, tak pernah berpikiran buruk, apalagi berkeinginan menyakiti.
Mereka hanyalah anak anak, dengan pemikiran dan imajinasi mereka masing masing.
"Aunty… kenapa dagunya terluka?"
Pertanyaan polos Daniel membuat Emira kembali mengingat kejadian malam tadi, ketika ia tak sengaja menyelamatkan seorang siswa dari korban perundungan teman temannya.
"Ayo aunty, aku obati," Dean menggandeng lengan Emira, kemudian mendudukkannya di ruang tengah.
Emira hanya diam mengekori pergerakan Dean.
"Kenapa aunty kalian?" Seru Mommy Bella yang tengah berada di dapur.
"Aunty luka mom." Jawab Danesh.
"Oh yah?"
"Kak… kenapa mereka gak ke sekolah? Aku kemari karena ingin istirahat." Keluh Emira.
"Guru guru mereka sedang menghadiri festival, jadi sekolah di liburkan."
"Tahu begini, semalam aku pulang aja ke rumah mommy."
"Katanya kangen?" Goda mommy Bella.
Emira menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Hehehe… iya kangen sih, tapi sekarang menyesal, karena gak bisa tidur lagi,"
"Kenapa? Biasanya juga kamu tidur aja kaya orang pingsan."
"Karena tadi terganggu suara tiupan balon mereka." Keluh Emira.
"Hahahaha… maaf kalo gitu, ceritanya tuh, Dean dan Danesh habis diajak nge games sama gurunya, main tiup balon, siapa yang balonnya meletus lebih dulu, dia dapat hadiah, tapi jadi keterusan di rumah, kaya hobi baru aja, malah menular ke Daniel, Darren, dan Luna."
"Sudah aunty, sebentar lagi pasti sembuh, tapi bekas luka nya mungkin hilang."
"Aunty, minta tolong om dokter aja, biar om dokter yang bantu menghilangkan bekas luka aunty."
"Eh tapi… om dokter bilang gak masalah kalau seorang gadis memiliki bekas luka, karena om dokter suka gadis yang cantik hatinya." Daniel berbisik ke telinga adik adiknya.
"Waaah semoga om dokter, gak mempermasalahkan luka di dagu aunty kita yah?"
"Bisa gagal dapat jodoh aunty kita, kalau om dokter tak suka gadis yang memiliki bekas luka."
"Apa kita tanya paman Brian aja yah, dimana kira kira bengkel yang bagus?"
"Kenapa harus bengkel?" Tanya Daren polos.
"Iiihh … kamu gimana sih, tiap mobil daddy atau papa lecet atau tergores, kan di bawa ke bengkel," Daniel menjelaskan teori nya.
"Jadi?" Kini berganti Danesh yang makin penasaran.
"Jadi untuk menghilangkan bekas luka aunty, kita juga harus tahu dimana bengkel yang bagus,"
"Aahhh ide bagus… kemarin Bee bilang, bekas luka di kakinya sudah hilang seratus persen."
"Waaahhh benarkah? ayo kita video call Bee, dan tanya sama dia, di bengkel mana ia menghilangkan bekas luka itu," Luna mengusulkan.
Bisikan bisikan itu terus berlanjut, membuat Emira tertawa terbahak sampai berguling di sofa, by the way, siapa om dokter yang mereka bicarakan? Kenapa juga mereka ingin menjodohkan aku dengan om dokter?? Apa mereka pikir aku sudah tidak laku?
😂😂
.
.
Nah Eneng cantik, mulai penasaran kan, ayo tebak siapa om dokter nya anak anak?
.
.
💙💙💙