Zia harus menelan pahit, saat mendengar pembicaraan suami dan juga mertua nya, Zia tak percaya, suami dan mertua nya yang selalu bersikap baik padanya, ternyata hanya memanfaatkannya saja.
Zia tidak bisa diam saja, saat tahu sikap mereka yang sebenarnya.
"Awas kalian, ternyata kalian selama ini hanya ingin memanfaatkan aku!" gumam Zia, mencekal tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lukacoretan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memberitahu
"Ayo sarapan dulu, nak" ajak bu Minah.
"Maaf bu, aku ada meeting, jadi buru-buru," jawab Zia.
"Zia, setidaknya, kamu hargai, usaha ibu" ucap Rangga.
"Tapi benar ada kerjaan, mas. Ada meeting pagi ini," jawab Zia.
"Sudah Rangga, istrimu memang sibuk, ibu maklum kok," ucap bu Minah.
"Tapikan, bu__" ucap Rangga terpotong.
"Sudah, tidak apa-apa," jawab bu Minah.
"Muak banget, benar-benar parasit," gumam Zia.
Zia langsung pergi, karena ia sudah muak dengan drama suami dan juga mertuanya.
"Huh" helaan nafas terdengar dari mulut Zia.
"Aku tidak bisa seperti ini, aku harus segera bertindak," ucap Zia.
Pagi ini, Zia memutuskan. Akan kerumah orangtuanya, dengan berat hati, Zia harus meminta pendapat dari orangtuanya.
"Aku takut, ayah dan juga bunda sedih, tapi mereka akan lebih sedih kalo tahu dari orang lain," ucap Zia.
Zia langsung membawa mobilnya, kearah rumah milik orangtuanya, meskipun berat, tapi Zia harus melakukan nya.
Setelah beberapa menit, akhirnya Zia sampai dirumah kedua orangtuanya.
Tok..
Tok..
Zia mengetuk pintu rumah kedua orangtuanya.
"Non, ayo masuk" ucap sang ART.
"Bi, ayah dengan bunda, ada?" tanya Zia.
"Ada non, sikembar juga ada," jawab sang ART.
Zia tersenyum, lalu masuk kedalam rumahnya, kebetulan hari ini hari weekend jadi semua keluarganya, pasti berada dirumah.
"Ayah, bunda" panggil Zia.
Kedua paruh baya itu langsung menatap sang anak, mereka tersenyum.
"Zia, apa kabar?" tanya sang ibunda, Ita.
"Baik bunda" jawab Zia.
"Kenapa baru kesini?" tanya sang ayah, Dimas.
"Aku sedang sibuk, maaf baru kesini" jawab Zia.
"Ayo duduk," ucap ayah Dimas.
Zia tersenyum, lalu ia duduk ditengah-tengah kedua orangtuanya.
"Kamu kesini sendiri?" tanya bunda Ita.
"Iya bun" jawab Zia.
"Suami kamu kemana, kok gak ikut kesini?" tanya bunda Ita.
Zia tak menjawabnya, untung saja ayah Dimas memberi kode kepada sang istri, agar tidak menanyakan lebih dalam tentang, suaminya.
"Kakak kamu, ada di kamarnya" ucap bunda Ita.
"Tumben?" ucap Zia.
"Entah, bunda juga bingung, tidak biasanya mereka kerumah, biasanya mereka akan tinggal di apartemen masing-masing," ujar bunda Ita.
"Mungkin mood nya lagi bagus bun," jawab Zia.
"Aku ke kamar kak Rey, dan kak Roy ya bun," ucap Zia.
"Pasti mereka akan senang, kamu datang," ucap bunda Ita.
Zia tersenyum, lalu meninggalkan kedua orangtuanya.
Sepeninggalan Zia, ayah Dimas dengan bunda Ita, saling menatap.
"Apa rumahtangga anak kita tidak baik-baik saja?" ucap bunda Ita.
"Tidak tahu, yang terpenting kita tidak boleh menanyakan prihal rumahtangga Zia, kalo Zia sendiri tidak memberitahu kita," jawab ayah Dimas.
"Semoga baik-baik saja," ucap bunda Ita, dengan raut wajah yang cemas.
"Kita doakan yang terbaik, untuk anak kita," ucap Ayah Dimas.
Bunda Ita mengangguk paham.
Berbeda dengan Zia, yang sedang melihat kedua kakaknya, sibuk dengan pekerjaannya.
Kedua kakaknya, tidak sadar kalo ada Zia dikamar mereka.
"Aku disini sudah lama, kalian tidak menyadarinya," ucap Zia.
Kedua laki-laki itu saling menatap, kala mendengar suara sang adiknya, yang sudah lama tidak bertemu.
"Aku disini" sahut Zia.
"Zia.." ucap serentak.
"Kalian jahat, terlalu fokus dengan pekerjaan, sampai tidak menyadari kalo aku ada disini," ucap Zia.
"Maaf," ucap Rey, memeluk Zia.
Lalu ketiga adik, kakak itu saling melepaskan rindu, dengan pelukan hangat.
Sudah lama Zia tidak pernah mendapatkan pelukan dari kedua kakak nya.
Setelah menikah, kedua kakak nya enggan bertemu dengan Zia, apalagi kerumah Zia.
Rey dengan Roy, memang tidak menyetujui hubungan Zia dengan Rangga.
"Kamu kesini dengan siapa?" tanya Roy.
"Sendiri" jawab Zia.
"Si bajingan itu, tidak ikut?" tanya Roy.
"Kak, gak boleh gitu," ucap Rey, menyenggol tangan kakak kembar nya.
Zia menggelengkan kepala, karena Zia tahu betul, sang kakak Roy, sangat tidak menyukai suaminya.
"Ada apa, wajahmu terlihat seperti sedang sedih?" tanya Roy.
"Aku malu ceritanya" ujar Zia, menundukan kepalanya.
Roy memegang dagu Zia, menatap Zia.
"Kami ini kakak kamu," ucap Roy.
"Kita bicara diruang tamu," ajak Zia.
Lalu keduanya mengangguk.
Mereka keluar dari kamar, menuju ruangan tamu, terlihat ada sang ayah dengan bunda.
"Wih anak-anak bunda, sudah besar" ucap bunda Ita.
"Iya dong bunda," jawab Rey.
"Nikahlah kalian," sahut Zia.
"Buang-buang waktu, mending hidup sendiri" jawab Roy.
"Bunda gak suka ya, kamu bicara seperti itu," ucap bunda Ita.
"Uh cantiknya, bunda aku ini" ucap Roy, menggoda sang bunda, agar tidak marah.
Ayah Dimas, hanya tersenyum melihat anak-anaknya, yang terus bertumbuh, dengan baik.
Namun ayah Dimas, mencemaskan anak perempuan satu-satunya, karena terlihat wajahnya sanga murung.
"Ayah, bunda" ucap Zia.
Ayah Dimas langsung mendekati Zia, lalu ia berkata. "Ada apa nak, ada yang mengganggu hatimu?" tanya ayah Dimas, dengan suara lembutnya.
Zia menatap sang ayah, tak bisa lagi Zia menutupi kesedihannya, Zia langsung memeluk sang ayah, dengan suara isak tangis.
Ayah Dimas tidak menanyakan apapun, ia mengelus punggung sang anak, memberikan kekuatan untuk sang anak, meskipun tidak tahu masalah Zia sebenarnya, apa.
"Ayah___" ucap Zia terpotong, karena isak tangis nya.
"Menangis, tapi untuk terakhirnya kalinya, kalo menangis membuatmu merasa lebih tenang, maka lakukan," ucap ayah Dimas.
Zia terus memeluk erat sang ayah, sang ibunda tak bisa menyembunyikan kesedihannya, tak terasa air mata membasahi wajahnya, melihat sang anak menangis.
Roy dengan Rey, hanya mengelus sang bunda, meskipun mereka merasakan kesedihannya, tapi tidak membuat mereka menangis.
Lalu Zia melepaskan pelukannya, dan menatap satu persatu keluarganya.
"Maaf" ucap Zia.
"Ada apa, nak?" tanya ayah Dimas.
Zia bingung menjelaskan nya darimana, Zia membuka ponselnya, dan membuka sebuah video.
Ayah Dimas, dan sikembar langsung melihat isi video nya.
Roy dengan Rey, mengepalkan tangannya, menagan emosi.
"Sejak kapan, si bajingan ini, melakukan hal menjijikan?" tanya Roy.
"Aku tidak tahu betul sejak kapan, aku baru tahu kemarin-kemarin," jawab Zia.
"Bajingan" umpat Roy.
"Kak tenanglah," ucap Rey.
"Rey, adik kesayangan kita" ujar Roy, dengan penuh emosi.
"Aku tahu kak, tapi dengan emosi, kita tidak bisa menyelesaikan ini semua," ucap Rey.
Roy menghembuskan nafasnya, sudah biasa, kalo Rey akan menjadi air, saat Roy menjadi api, makanya mereka berdua kemana-mana selalu bersama.
Berbeda dengan ayah Dimas, yang masih diam mematung, saat melihat video menantunya.
"Zia.." ucap ayah Dimas, ia langsung memeluk Zia.
"Maafkan ayah, tidak bisa menjagamu," ucap ayah Dimas, memeluk erat sang anak perempuan satu-satunya.
Zia menggeleng, "Ayah tidak salah, jangan bicara seperti itu" ucap Zia.
***
bakal berusaha trs mengganggu hdp zia trs
cepat sembuh zia