Anaya tak pernah menyangka hidupnya sebagai seorang gadis yatim bisa berubah drastis dalam satu malam. Tanpa pilihan, ia harus menikah dengan pria yang bahkan tak pernah terlintas di pikirannya.
Akmal, CEO muda yang tampan dan bergelimang harta, harus menelan pahitnya pengkhianatan saat calon istrinya membatalkan pernikahan mereka secara sepihak.
Takdir mempertemukan keduanya dalam ikatan yang awalnya hampa, hingga perlahan benih cinta mulai tumbuh. Namun, ketika kebahagiaan baru saja menyapa, bayang-bayang masa lalu datang mengancam, membawa badai yang bisa meruntuhkan rumah tangga mereka.
Mampukah Anaya mempertahankan cintanya? Ataukah masa lalu akan menghancurkan segalanya?
Baca kisahnya hanya di "Mendadak Jadi Istri Miliarder"
Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
°
°
°
Anaya melihat sahabatnya dengan tatapan yang penuh kekhawatiran. Ingin sekali rasanya ia membantu Ersa menemukan kebahagiaannya juga. "Sa, aku dan Adzana sudah menemukan kebahagian kami, lalu kamu sendiri kapan?" tanya Anaya dengan suara lembut.
Ersa menunduk lebih dalam, tidak berani menatap Anaya. "Aku... aku tidak tahu sampai kapan aku masih harus menunggunya," jawabnya pelan, suaranya terdengar sedih.
"Sampai kapan kamu akan terus menunggunya? Jangan sampai penantianmu sia-sia, Sa!" Anaya memperingatkan.
Ersa menghela napas dalam-dalam, merasa sedikit terguncang oleh kata-kata Anaya. "Aku tahu, Nay. Aku juga tidak ingin penantianku sia-sia. Tapi aku tidak bisa berhenti mencintainya. Entahlah, sebulan terakhir ini dia seperti menghindariku. Chat-ku tak pernah dibalasnya. Telepon juga nggak diangkat."
"Aku ingin tahu apa yang terjadi dengannya, dan apa yang dia rasakan tentang aku." Ersa berkata dengan lirih agar tidak terdengar oleh yang lain.
Anaya menatap Ersa dengan rasa prihatin. "Apa yang akan kamu lakukan seandainya dia tidak lagi mencintaimu, Sa?"
Ersa menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu, Nay. Aku bahkan sangat takut untuk membayangkannya."
Anaya memeluk Ersa dengan erat. "Aku ada di sini untukmu, Sa. Aku akan selalu mendukungmu, tidak peduli apapun yang terjadi."
Ersa tersenyum tipis, merasa lega karena memiliki sahabat seperti Anaya. Tapi dia masih tidak bisa menghilangkan perasaannya yang tidak pasti tentang masa depannya dengan sang kekasih.
°
Jam istirahat selesai, keduanya masuk kembali ke divisi masing-masing. Sesampai di kubikelnya Anaya terus memikirkan sahabatnya. Kemudian dia mengirim email kepada Adzana, berharap sahabatnya yang satu itu bisa memberi saran atau solusi untuk membantu permasalahan yang dihadapi Ersa.
Setelah mengirim email, Anaya kembali fokus pada pekerjaannya. Tapi pikirannya masih terganggu oleh kekhawatiran tentang Ersa dan kekasihnya.
Sementara itu di divisi lain, Ersa juga masih memikirkan percakapannya dengan Anaya. Dia merasa sedikit ragu dan tidak yakin apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Ersa dan kekasihnya telah menjalin hubungan yang cukup lama, yakni sejak mereka masih berseragam putih abu-abu. Setelah lulus mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Ersa bersama Anaya dan Adzana kuliah di ibukota, sementara sang kekasih melanjutkan pendidikannya ke Akademi Kepolisian.
Hubungan jarak jauh mereka berjalan lancar dan keduanya berjanji untuk saling setia. Namun entah kenapa sebulan ini menurut perhitungan Ersa, semuanya telah berubah tak lagi sama seperti sebelumnya.
Selama ini bukan tidak ada yang mendekati Ersa, tapi gadis itu sangat teguh pada pendiriannya. Ersa selalu menolak setiap lelaki yang mencoba mendekatinya, karena dia hanya ingin bersama sang kekasih. Dia tidak ingin membuang waktu dan perasaannya pada orang lain, jika hatinya masih terikat pada kekasihnya.
Tapi sekarang, setelah percakapannya dengan Anaya, Ersa mulai merasa ragu. Apakah dia benar-benar harus terus menunggu, ataukah sudah waktunya untuk melanjutkan hidupnya dan mencari kebahagiaan dengan orang lain?
°
Matahari sore bersinar dengan lembut menyapa mereka yang baru saja keluar dari area gedung perkantoran. Suasana kantor yang mulai sepi, karena beberapa rekan kerja Ersa dan Anaya sudah mulai pulang.
Anaya melihat jam di komputernya ketika ponselnya berbunyi dan memperlihatkan siapa yang menghubunginya. Anaya tersenyum lalu mengangkat panggilan tersebut.
"Ya, assalamualaikum, Mas?" tanya Anaya.
"...."
"Hahhhh ..." Anaya langsung speechless mendengar ucapan suaminya, sehingga membuat wajahnya merona.
"...."
"Oh, eeh...eeengg-gaakkk." Anaya menggeleng ribut padahal Akmal tidak melihatnya.
"...."
"Iya, kangen. Tapi masa harus begitu ngomong di telepon, kan nanti juga ketemu."
"...."
"Oooh, ya sudah. Selamat lembur, Mas. Semangat." Anaya mengepalkan tangannya ke udara.
"...."
"Ok. Waalaikumsalam." Anaya tersenyum lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Nay...!"
"Aahh...copot-copot-copot!" Ersa datang dan membuat Anaya terkejut sehingga membuat latahnya keluar.
Anaya mengelus dadanya yang bertalu akibat dari rasa terkejutnya. "Bisa nggak sih, nggak mengagetkan orang!"
"Hahahaha... sorry! Pulang, yuk!" Ersa langsung menarik tangan Anaya keluar dari ruangannya.
"Sa, ke rumahku, yuk! Mas Akmal hari ini pulang malam. Daripada aku sendirian di rumah mending kamu ke rumahku saja."
Ersa tersenyum dan mengangguk. "Baiklah. Tapi kamu harus siapkan sajennya yang banyak untukku."
"Beres, kamu tidak perlu khawatir soal itu." Anaya mengangkat dua jempol tangannya, sambil tersenyum jenaka.
Mereka mampir ke minimarket yang ada di dekat komplek perumahan Anaya. Membeli beberapa camilan dan minuman untuk teman ngobrol mereka.
°
Di kantornya Akmal tampak kesal dengan banyaknya pekerjaan yang seakan tidak ada habisnya. Padahal dia sudah membayangkan akan makan malam romantis di rumah dengan disuapi oleh istrinya. Akan tetapi, harus gagal karena pemberitahuan yang mendadak dari klien mereka.
Akmal menekan nomor istrinya dan tersambung.
"Waalaikumsalam, Kangen, Nay."
"...."
"Pasti saat ini wajahmu sedang merona. Iya, kan?"
"...."
"Memangnya kamu gak kangen, apa?"
"...."
"Hari ini aku pulang malam, banyak kerjaan yang harus diselesaikan. Assalamualaikum."
"...."
Akmal tersenyum, dan merasa lega. Dia menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi kebesarannya, sambil menikmati kesunyian dan keheningan di sekitarnya. Mendengar suara sang istri di telepon tadi sudah membuatnya merasa lebih tenang, serasa melepaskan dahaganya, lalu ia pun lekas bersiap mengerjakan pekerjaannya yang tertunda.
Alfa masuk ke dalam ruangan dan menatap Akmal dengan seksama. "Bos, kalau saya perhatikan, Anda sekarang lebih banyak tersenyum. Sepertinya Anda begitu bahagia," ucap Alfa
Akmal menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu tertawa. "Hahahaha... Aku memang sedang bahagia. Makanya kamu cepat nikah sana!"
Dengan kening berkerut, Alfa bertanya, "Memangnya hubungannya apa menikah sama bahagia, Bos? Toh saya jomblo tapi happy, kan gadis manis yang saya taksir sudah Bos nikahi!"
Akmal seketika menghentikan tawanya, dan menatap Alfa dengan tajam. "Terus kamu menyalahkan aku, begitu? Dengar ya, Alfa yang sok ganteng. Aku itu sudah kenal istriku dari jaman dia masih pakai seragam putih abu-abu. Bahkan dia itu sahabat dari Adzana istrinya Arbi. Paham!"
Alfa mengangguk. "Ooh, jadi Bos sudah lama kenal sama si gadis manis itu?"
Akmal semakin merasa kesal, karena Alfa masih terus saja memanggil istrinya dengan sebutan gadis manis. "Sekali lagi kamu menyebutnya si gadis manis, maka aku akan melemparmu, atau memotong gajimu lima puluh persen, mengerti!!"
"Ampun, Bos! Tidak lagi-lagi, tapi dia memang manis, jadi jangan salahkan saya, kalau memanggilnya gadis manis, hahahaha...!" Alfa langsung berlari keluar, meninggalkan Akmal yang kepalanya sudah bertanduk karena kesal.
Akmal melemparkan bolpoin mahalnya ke arah Alfa, sayangnya pemuda itu menghindar dan sudah kabur keluar ruangan.
Akmal memungut bolpoinnya kembali. "Untung nggak rusak, kalau rusak aku akan suruh ganti kamu. Enak saja mengagumi istri orang. Sia*lan...!" Akmal keluar ruangannya dengan terburu-buru, lalu mendatangi ruangan Alfa.
Setibanya di dalam, Akmal langsung menarik kerah kemeja Alfa dan mencengkeram dengan kuat, seraya mengancam. "Awas saja, kalau sampai kamu menjadikan istriku sebagai fantasi liarmu! Aku tidak akan memaafkanmu!"
°
°
°
°
°
paling tdk dia rehat beraksi ngusilin kehidupan Anaya