Di usianya yang baru menginjak 17 tahun Laila sudah harus menjadi janda dengan dua orang anak perempuan. Salah satu dari anak perempuan itu memiliki kekurangan (Kalau kata orang kampung mah kurang se-ons).
Bagaimana hidup berat yang harus dijalani Laila dengan status janda dan anak perempuan yang kurang se-ons itu?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Terpaksa Laila harus menginap di rumah Arman atas permintaan Mama Astuti yang ingin menjamu kolega terdekat dari suaminya. Mereka sama-sama dari kalangan pengusaha sukses yang memiliki omset MM an dalam waktu satu bulan.
Semua dari mereka penyuka minuman teh maka sangat cocok bila disandingkan dengan kue nagasari dan kue kacamata.
"Untuk menenangkan Arman nantinya, seperti aku harus belajar membuat kue dari kamu deh, Laila." Ucap Inggit yang menemai Laila di dapur.
Laila tersenyum. "Saya juga masih dalam tahap belajar, Kak. Tapi kalau Kak Inggit mau belajar pada saya, insya Allah saya akan mengajari."
"Bukan hanya Arman saja yang harus saya senangkan, tapi Papa Mama mertuaku juga. Mereka semua suka kue-kue yang kamu buat."
"Dengan senang hati saya akan mengajari Kak Inggit."
"Hmmm...setelah ini, ya?."
"Iya, Kak Inggit."
Inggit terus saja memperhatikan Laila, menatapnya dari atas ke bawah lalu kembali lagi ke atas. Perempuan sederhana yang mengenakan hijab itu memang cantik sebagai perempuan. Memiliki daya tarik tersendiri kalau pakaiannya serba kelonggaran seperti itu. Kemudian membuka obrolan mengenai dirinya, Arman dan hubungan mereka.
"Arman dan aku sudah saling mencintai sejak kami SMA."
Laila hanya tersenyum menanggapi.
"Dan sekarang kami mau menikah, rasanya seperti mimpi saja."
"Alhamdulillah cinta Kak Inggit dan Pak Arman selalu terjaga. Semoga kalian sehidup semati."
"Iya, Arman sangat mencintaiku, makanya tidak bisa berpaling pada perempuan lain."
"Saya melihatnya, Pak Arman selalu menjaga hatinya untuk Kak Inggit."
Inggit tersenyum sangat bahagia. "Aku tahu pastinya akan banyak hati perempuan yang patah atas hari bahagia kami."
Mama Astuti datang di tengah obrolan mereka. Wajahnya begitu sumringah.
"Mereka meminta dibawa pulang kuenya, Laila. Masih ada 'kan?."
"Ada, Bu."
"Oh syukurlah. Untung tadi bikin banyak."
"Iya, Bu."
Mama Astuti sedang sibuk membungkus kue yang akan dibawa pulang kolega suaminya. kemudian membawanya ke ruang tamu. Mama Astuti dan Papa Desta kembali ke dapur bersama seseorang.
"Dr. Damar."
"Laila."
Mama Astuti dan Papa Desta saling tatap.
"Kalian sudah saling mengenal?." Tanya Papa Desta pada Laila dan Dr. Damar.
"Iya, Pak." Jawab Laila jujur.
"Wah jarang-jarang loh Dr. Damar mengingat nama seseorang dengan baik." Goda Papa Desta pada Dr. Damar.
"Kebetulan anak pertama Laila menjadi pasienku jadi aku mengingatnya."
Papa Desta masih tersenyum menggoda Dr. Damar.
"Kita lanjut ngobrol di sini saja." Papa Desta mempersilakan Dr. Damar duduk.
Sebelum duduk Dr. Damar melirik ke arah Laila yang sedang memotong brownies toping choco chip. Inggit yang datang menyuguhkannya. Laila lanjut membersihkan dapur yang dikotorinya.
Obrolan hangat dua pria dewasa itu berlangsung cukup lama, membahas bisnis yang sedang mereka jalani. Sesekali Dr. Damar mencuri pandang pada Laila yang kini sedang mengajari Inggit.
"Laila cantik, ya?."
"Iya, Laila sangat cantik." Tanpa sadar Dr. Damar mengakuinya. Dr. Damar menoleh ke arah Papa Desta.
"Aku sudah tidak lagi muda, masih banyak laki-laki muda di luar sana yang pantas untuk perempuan muda itu."
"Ayolah Dr. Damar, usia bukannya menjadi penghalang. Siapa tahu perempuan muda itu bahagia bersama Anda."
Dr. Damar tersenyum. "Kenapa kita jadi membicarakan Laila?."
"Dr sendiri menatapnya tanpa kedip."
Dr. Damar tertawa lalu keduanya meninggalkan area dapur.
Dr. Damar yang akan pulang bertemu dengan Arman dan Salwa serta Halwa.
"Dr. Damar" panggil Salwa menghampiri dan langsung menyalami tangan pria itu.
"Halo Kakak Salwa." Dr. Damar mengusap pucuk kepala Salwa.
Dr. Damar menatap Arman cukup lama sampai Arman mengulurkan tangannya dan Dr. Damar menjabat tangannya Arman. Mereka pun saling memperkenalkan diri.
"Arman."
"Damar."
"Dr. Damar mau ke mana?." Tanya Salwa.
"Mau pulang, Kak."
"Tidak menginap? Aku, Halwa dan Ibu menginap di sini."
Dr. Damar tersenyum. "Tidak, Kak."
Salwa mengangguk.
Kemudian Dr. Damar pulang mengendarai mobilnya.
Baru saja Salwa dan Halwa tidur di bawah selimut tebal, Laila sendiri masih terjaga di kamar yang luas dan ada pendingin ruangannya.
Laila membaca pesan yang dikirimkan Teh Linda, pesanan puding semakin banyak dan beberapa bahan sudah ada yang habis. Laila pun segera meminta toko bahan kue langganannya untuk mengirimkan bahan-bahan yang dibutuhkannya besok pagi.
Baru juga Laila menaruh handphonenya di atas meja, handphonenya sudah kembali berbunyi. Laila hanya menatap nama yang tertera pada layar handphonenya.
"Arman" gumam Laila lirih.
Satu nama laki-laki yang kini menjadi penghuni hatinya. Laki-laki yang sangat baik, yang sudah sangat banyak membantunya. Laila hanya bisa mendoakan semoga laki-laki itu hidup bahagia dengan istri dan anak-anaknya kelak. Laila menaruh handphonenya lagi di atas meja, mengabaikan panggilan telepon dari Arman.
*****
Sebelum pulang ke kampung Telaga Arman dan Laila menyempatkan waktu mengunjungi ruko Ilyas yang telah dibeli Arman. Ternyata di sana sudah dilengkapi dengan kebutuhan membuat kue, lebih lengkap dari apa yang ada di rumah sederhana Laila.
Setelah paus melihat-melihatnya dan sejujurnya Laila sangat menyukainya. Selain perlengkapannya yang sangat lengkap, letak ruko yang berada di jalan utama tapi ada tempat parkirnya. Sehingga memudahkan pembeli untuk memarkir kendaraannya.
Mereka kini dalam perjalanan pulang, tapi setelah masuk ke dalam mobil Laila tidak banyak bicara. Sekilas Arman menoleh ke arah Laila yang menatap ke luar jendela.
"Ada apa, Laila?."
"Tidak ada."
"Kenapa?."
"Tidak kenapa-kenapa."
"Pasti ada yang kamu sembunyikan."
"Tidak ada."
"Kita tidak akan pulang kalau kamu tidak mau jujur." Ancam Arman sembari menepikan kendaraannya di tempat yang aman.
"Saya tidak apa-apa, mungkin karena saya kelelahan saja" kini Laila menatap Arman.
"Aku tahu ada hal lain."
"Tidak semuanya kamu harus tahu tentang apa yang saya rasakan atau apa yang terjadi pada saya. Bersikaplah tidak peduli pada saya dan apapun itu yang ada hubungannya dengan saya."
Arman terdiam lalu kembali melajukan kendaraannya. Suasana di dalam mobil sangat hening sampai mereka tiba di rumah Laila.
"Dr. Damar laki-laki yang sangat baik, Papaku sangat mengenalnya. Jadi perlu kamu pertimbangkan untuk menjadi pendamping hidupmu dan anak-anak." Ucap Arman saat Laila akan membuka pintu. Hingga tangan perempuan itu berhenti bergerak.
Tatapan tidak terbaca Laila layangkan pada Arman yang membuka otomatis pintu mobilnya.
"Segala sesuatu yang terlihat baik belum tentu baik untuk saya."
"Salwa dan Halwa sangat mengagumi sosok Dr. Damar. Semenjak keluar rumahku sampai mereka tidur yang mereka bicarakan hanya Dr. Damar. Setidaknya itu bukan untuk kamu, tapi anak-anak."
"Baik, seperti keinginanmu. Saya akan mempertimbangkannya." Kemudian Laila turun dan menutup pintu.
Teh Linda dan Teh Yayuk sigap membatu Halwa dan Salwa yang baru bangun.
Arman masih berada di tempatnya.
"Aku tahu, aku jatuh cinta sama kamu sedalam-dalamnya. Tapi aku bisa merelakan Dr. Damar jika itu yang terbaik untuk kamu dan anak-anak." Batin Arman.
Bersambung.....
ayo Arman gercep nanti Laila dilamar orang lain
ditunggu Kaka othor up nya