KESHI SANCHEZ tidak pernah tahu apa pekerjaan yang ayahnya lakukan. Sejak kecil hidupnya sudah bergelimang harta sampai waktunya di mana ia mendapatkan kehidupan yang buruk. Tiba-tiba saja sang ayah menyuruhnya untuk tinggal di sebuah rumah kecil yang di sekelilingnya di tumbuhi hutan belukar dengan hanya satu orang bodyguard saja yang menjaganya.
Pria yang menjadi bodyguardnya bernama LUCA LUCIANO, dan Keshi seperti merasa familiar dengan pria itu, seperti pernah bertemu tetapi ia tidak ingat apa pun.
Jadi siapakah pria itu?
Apakah Keshi akan bisa bertahan hidup berduaan saja bersama Luca di rumah kecil tersebut?
***
“Kamu menyakitiku, Luca! Pergi! Aku membencimu!” Keshi berteriak nyaring sambil terus berlari memasuki sebuah hutan yang terlihat menyeramkan.
“Maafkan aku. Tolong jangan tinggalkan aku.” Luca terus mengejar gadis itu sampai dapat, tidak akan pernah melepaskan Keshi.
Hai, ini karya pertamaku. Semoga kalian suka dan jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fasyhamor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tato Inisial
Hari ini Keshi mempunyai agenda untuk bertemu dengan Nina, membahas perihal jurusan yang sudah di setujui oleh ayahnya. Senyum gadis itu tidak luntur sedikit pun, ia sangat senang karena akhirnya dapat kuliah di jurusan yang sama dengan temannya.
“Nina!” Keshi berlari dan memeluk tubuh temannya.
Nina membalas tak kalah erat pelukan tersebut. Kedua gadis itu bertemu di sebuah kafe pada sore hari. Luca tentu saja ikut untuk mengawal dan menjaga Keshi, sedikit berbeda karena hari ini tidak ada pengawal lainnya yang ikut dan artinya hanya Luca saja yang mengawal.
Pria itu ikut masuk ke dalam kafe dan duduk di jarak jauh, kedua matanya menggunakan kacamata hitam dengan sebuah koran yang menutupi sebagian wajahnya, matanya tidak teralihkan sedikit pun dari Keshi yang sedang bercengkerama ria bersama temannya.
“Bagaimana dengan jurusan itu?” Nina bertanya, ia duduk berhadapan dengan Keshi, matanya sesekali melirik pada sosok bodyguard baru Keshi yang duduk di ujung sana yang masih dapat Nina lihat.
Keshi menunduk, tangannya membolak-balik buku menu, kemudian ia menjawab, “ayahku sudah mengizinkanku untuk mengambil jurusan itu.”
Nina tersenyum lebar. “Aku senang sekali, akhirnya kita bisa bersama lagi.”
Keshi mendongak dan mendelik geli. “Menjijikan, perkataanmu seperti kita sepasang kekasih saja.”
Nina tergelak tawa, ia mengusap bawah matanya yang meneteskan beberapa bulir air mata. “Benar deh, Keshi. Aku senang sekali.”
Keshi mengulas senyum melihat temannya. “Aku juga senang karena kita akan sering bertemu lagi.”
Keduanya kembali melempar tawa dan senyuman sampai akhirnya Nina memberanikan diri guna bertanya pada temannya perihal Luca.
“Aku penasaran berapa usia boyguard barumu itu.”
Keshi menolehkan kepalanya kebelakang, melihat Luca sedang membaca koran dan menyesap secangkir kopi. Keshi kembali membalik kepala dan menatap wajah Nina yang terlihat berseri kagum menatap sosok bodyguardnya.
“Usianya sudah 30 tahun.” jawab Keshi.
Nina menganga kaget, matanya teralihkan dari Luca ke arah temannya. “Wow, dia masih terlihat tampan sekali.”
Anggukan kepala Keshi membuat Nina mencodongkan wajahnya untuk kembali bertanya dengan temannya itu. “Siapa namanya? Aku belum tahu namanya.”
“Kenapa kamu penasaran sekali, Nina?” kedua alis Keshi menukik tajam, heran melihat temannya yang seperti di mabuk cinta.
“Aku hanya ingin tahu namanya saja.” Nina manjawab.
Keshi membasahi bibir bawahnya sekilas. “Namanya Luca.”
“Luca?” Kedua bola mata Nina semakin berbinar.
Keshi berdecak dan mengembuskan napas panjang. “Bisakah kita tidak membicarakan bodyguardku?”
Temannya itu tertawa lalu mengangguk. “Baiklah, baik. Maafkan aku, mari kita membahas yang lain.”
...\~\~\~...
Pertemuan dengan Nina sudah selesai. Keshi meraih makanan yang ia beli dari kafe tersebut sebelum pulang untuk ia makan di rumah.
“Terima kasih.” Keshi mengulas senyum pada sang kasir di hadapannya.
Setelah mengucapkan kalimat itu, ia segera berjalan menuju luar kafe. Luca sudah berada di parkiran, pria itu menbukakan pintu mobil untuk Keshi. Gadis itu terdiam, ia menatap bergantian pada pintu mobil bagian kursi penumpang belakang dan kursi penumpang bagian depan.
“Aku ingin duduk di sebelahmu, Luca.” celetuk Keshi, tanpa menunggu jawaban pria itu, Keshi segera membuka pintu mobil bagian kursi penumpang di depan, sebelah kursi pengemudi.
Luca membuka mulutnya kecil melihat sikap gadis itu yang sekarang sudah duduk nyaman di kursi sebelah pengemudi.
Pria itu lalu berjalan memutari badan mobil dan masuk di kursi pengemudi, matanya melirik Keshi yang sedang meminum minuman pembeliannya dari kafe itu.
“Langsung pulang?” Luca bertanya sambil tangannya memutar kunci mobil dan menyalakan mesinnya.
“Hm? Langsung pulang saja. Memang kamu ingin kemana lagi, Luca?” tanya gadis itu.
Luca mengedikkan bahunya. “Aku tidak tahu.”
“Kalau begitu kita langsung pulang saja.” final Keshi.
Matanya memandang lurus ke depan, memperhatikan mobil ini yang berjalan pelan membelah jalan raya. Sesekali ia melirik tangan Luca yang sedang memutar setir mobil, Keshi baru menyadari bahwa pria itu memiliki sebuah tato di punggung tangannya.
“Aku baru tahu kamu punya tato.” celetukan Keshi membuat Luca melirik gadis itu dan punggung tangannya sendiri.
“Ini sudah ada sejak lama.”
“J? Apa itu nama seseorang yang kau sayangi?”
Luca tidak langsung menjawab, ia melirik spion di luar mobil lalu memutar setir mobil untuk berbelok. “Ya, aku sangat menyayanginya.”
Keshi tersenyun kecut tanpa disadari. Entah kenapa perasaannya menjadi terasa mendung, telapak tangannya pun terasa basah karena berkeringat. Ia tidak suka dengan jawaban yang di lontarkan Luca, tetapi Keshi berusaha tersenyum tipis pada pria itu.
“Beruntung sekali dia.”
Luca menginjak rem, mereka telah sampai di halaman depan mansion. Keshi melirik untuk terakhir kalinya wajah Luca yang terlihat datar lalu menatap kaca jendela di sebelahnya. Seorang penjaga membukakan pintu untuknya dan Keshi segera keluar tanpa menunggu jawaban Luca, yang sejujurnya ia ingin sekali mendengar siapa nama lengkap wanita yang di cintai pria itu.
“Oh! Adik kecilku tersayang!”
Suara seorang pria membuat Keshi menoleh secepat kilat. Dante Moretti, sepupunya yang berbeda sembilan tahun itu berjalan mendekatinya, kedua tangan pria usia 28 tahun itu terbentang lebar sambil berjalan semakin dekat kearah Keshi.
Keshi segera mundur dengan tatapan nyalang, ia menghindari Dante yang ingin memeluknya. “Kenapa kamu ada di sini?!”
Dante memanyunkan bibirnya, sedih melihat sikap penolakkan Keshi. “Kamu tidak ingin di peluk oleh kakakmu ini?”
“Kamu ‘kan bukan kakakku.” Keshi berjalan maju untuk masuk ke dalam rumahnya.
Dante melirik sejenak pada seorang bodyguard yang baru saja keluar dari mobil bagian pengemudi lalu berjalan mengikuti langkah Keshi memasuki mansion milik pamannya.
“Keshi, kamu benar tidak ingin di peluk olehku? Kita ‘kan sudah bertahun-tahun tidak bertemu.”
Keshi tidak mengacuhkan perkataan sepupunya itu, ia tetap melangkah tegap memasuki rumahnya.
“Bibi Daya, bisakah kamu menghangatkan ini?” Keshi masuk ke dalam ruang makan dan memanggil bibinya yang sedang membantu pelayan lain membersihkan piring-piring.
Mendengar majikannya memanggilnya, Daya menoleh dan sedikit terkejut melihat seorang pria tinggi berdiri di belakang tubuh mungil Keshi. Daya kemudian menunduk, menatap sebuah bungkusan makanan yang di pegang majikannya, tersodorkan ke hadapannya.
“Tentu saja.” Bibi Daya meraihnya dan membalik tubuh untuk di bawa ke dapur.
Keshi berbalik dan tubuhnya terperanjat kaget melihat Dante berdiri di belakangnya dengan senyum lebar sehingga kedua matanya ikut menyipit.
“Dante.”
“Di mana ayahmu, Keshi?” Dante menatap seisi penjuru di dalam mansion besar ini, mencari tubuh tegap pamannya.
Gadis itu mengedikkan bahunya tidak tahu, ia menyingkir untuk melewati tubuh berotot nan tinggi milik Dante, tetapi pria itu menghadangnya. Mengakibatkan Keshi menjadi kesal dan berdecak lidah.
“Apa yang kamu lakukan?”
“Aku ‘kan sedang berkunjung ke sini, kamu seharusnya bermain denganku dong.” pria itu selalu mengucapkan kalimat dengan nada jenaka, dan Keshi selalu kesal mendengar suara Dante.
“Tidak mau.”
“Kenapa tidak mau?” Dante maju dan kembali menghadang tubuh mungil Keshi saat melihat gadis itu berusaha untuk berjalan melewatinya.
Keshi mendongak tinggi-tinggi. “Aku tidak ingin bermain dengan pria tua sepertimu.”
Dante tertawa terbahak-bahak. “Aku masih 28 tahun. Kamu jahat sekali mengatakan aku pria tua.”
“Terserahmu.” Keshi tidak mengindahkan kata-kata sepupunya, ia menggeser tubuh besar Dante untuk menyingkir lalu segera berlari kecil menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
Dante memandang kepergian gadis itu dengan senyum tipis, kepalanya kini membalik dan menatap seorang pelayan yang sedang membersihkan meja ruang makan. Dante maju dan mendudukan dirinya pada kursi makan tersebut.
“Bisakah kalian buatkan aku makanan yang berkuah. Aku sangat lapar hari ini.” Dante memberi titah, yang tentu saja orang lain atau bahkan pelayan tidak dapat membantahnya.