Sebuah ramalan kuno mengguncang keseimbangan antara para Akasha dan para Moksa, mereka tinggal di pusat alam semesta bernama Samavetham. Ramalan itu meramalkan kelahiran seorang Akasha terkuat di sebuah planet kecil, yang akan membawa perubahan besar bagi semua makhluk hidup. Ketika para Moksa berusaha menggunakan pohon Kalpataru untuk mencapai ramalan tersebut, para Akasha berupaya mencegah kehancuran yang akan dibawanya.
Di Bumi, Maya Aksarawati, seorang gadis yatim piatu, terbangun dengan ingatan akan mimpi yang mencekam. Tanpa dia sadari, mimpinya mengisyaratkan takdirnya sebagai salah satu dari 12 Mishmar, penjaga dunia yang terpilih.
Ketika ancaman dari organisasi misterius semakin dekat, Maya harus berhadapan dengan kekuatan baru yang bangkit di dalam dirinya. Dibantu oleh reinkarnasi Mishmar yang lain, Maya harus menemukan keberanian untuk melawan atau menghadapi konsekuensi yang dapat mengubah nasib seluruh alam semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Feburizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEPITING REBUS
Kembali ke gedung kosong yang telah di tinggalkan dekat Panti Asuhan Dharma, udara terasa berat dengan ketegangan. Rendi berdiri dengan tubuh gemetar di depan Maya, berusaha melindunginya dari sosok Yuanyun yang justru tersenyum hangat dan ramah di hadapan mereka.
"Apa itu 12 Mishmar?" Rendi bertanya dengan suara bergetar, berusaha terdengar berani meski ketakutan jelas terlihat di matanya. "Apakah itu sekte atau kultus agama sesat? Jangan-jangan kalian mencoba merekrut Maya?"
Yuanyun menghela napas, senyum masih tersungging di wajahnya yang tenang. "Hei, bisakah kau suruh pacarmu ini tenang dulu! Aku tidak ada keinginan untuk masuk ke dalam sekte agama sesat."
"Dia bukan pacarku!!" Maya berteriak spontan, wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Debu beterbangan di sekitarnya karena gerakan mendadaknya.
Rendi menoleh ke arah Maya dengan ekspresi khawatir, pipinya juga bersemu merah. "May, apa kau yakin dia orang yang kau bilang menggunakan tombak itu?"
"I... iya, sepertinya itu dia," Maya menjawab malu-malu, tangannya memainkan ujung bajunya dengan gugup.
"Bisakah kita akhiri saja drama percintaan ini?" Yuanyun menginterupsi dengan nada geli. "Lebih baik kita pergi ke tempat yang lebih ramai. Di sini terlalu sepi, berbahaya jika mereka tiba-tiba datang, terutama orang itu."
Rendi mengangguk, masih memposisikan diri untuk melindungi Maya. "Ya, mari kita pergi."
"Iya, mari," Maya menambahkan pelan, masih terlihat malu dengan situasi sebelumnya.
Mereka berjalan meninggalkan gedung tua menuju Panti Asuhan menggunakan jalan yang berbeda, dengan Yuanyun mengikuti dari belakang. Langkah mereka beriringan di trotoar yang lumayan ramai, menciptakan irama yang teratur namun tegang.
Matahari masih tinggi di langit kota kecil itu, menyinari gedung Panti Asuhan Dharma dengan cahaya terang. Di halaman depan yang asri, suster Maria berdiri di dekat gerbang seperti biasa, sosoknya yang ramah menjadi penyambut setia setiap tamu yang datang. Matanya yang tajam segera menangkap kedatangan tiga sosok yang berjalan mendekat - Maya dan Rendi, dua anak asuhnya yang ia kenal baik, serta seorang pria asing yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Siapa dia, Maya, Rendi?" tanya Suster Maria dengan nada penuh selidik, matanya mengamati sosok asing itu dari ujung kepala hingga kaki.
Yuanyun, dengan pembawaan yang tenang dan elegan, membungkuk sopan. Senyum ramah tersungging di wajahnya yang oriental. "Perkenalkan, nama saya Yuanyun dari Wu Yuan Agritech Inc., perusahaan pertanian yang keluarga kami jalankan. Saya tidak sengaja bertemu mereka di jalan, jadi saya mengantar mereka pulang."
Maya mencondongkan tubuhnya ke arah Rendi, berbisik dengan suara yang nyaris tak terdengar, "Perusahaan keluarga? Apa lagi yang coba orang ini lakukan?"
Suster Maria, yang tidak menangkap bisikan Maya, mempersilakan mereka masuk ke ruang tamu panti yang sederhana namun tertata rapi. Dinding-dindingnya dihiasi lukisan religius dan foto-foto anak-anak panti, menciptakan suasana hangat dan familiar.
"Maya, Rendi, tolong buatkan teh hangat untuk Pak Yuanyun," pinta Suster Maria, yang langsung dipatuhi kedua remaja itu.
Setelah Maya dan Rendi menghilang ke arah dapur, Suster Maria duduk di sofa usang namun bersih di sebelah Yuanyun. "Mendengar nama anda dan perusahaan anda, sepertinya anda berasal dari Cina. Lalu apa yang membawa Anda ke kota kecil ini, Pak Yuanyun?"
Yuanyun merapikan hoodienya, senyum diplomatis masih terpasang di wajahnya. "Saya sedang mencari panti asuhan untuk diberikan donasi. Kami ingin memberikan dana bantuan kepada para panti asuhan yang biasanya ada di kota-kota kecil seperti ini. Dan kebetulan saya tahu tentang Panti Asuhan Dharma, jadi saya memutuskan datang ke kota ini."
Suster Maria dan Yuanyun mulai mengobrol tentang banyak hal sampai, Maya dan Rendi kembali dengan nampan berisi teh hangat, uapnya mengepul lembut di udara sore. Mereka meletakkan cangkir-cangkir dengan hati-hati di atas meja kayu yang sudah dimakan usia.
"Mungkin Tuhan menuntun anda menuju kesini dengan arahan dari Maya dan Rendi," kata Suster Maria sambil menatap kedua anak asuhnya dengan penuh kasih sayang.
Yuanyun hanya menanggapi dengan senyuman, sebelum bertanya, "Oh iya, apakah saya bisa melihat fasilitas dan kegiatan di sini?"
"Tentu saja, Pak Yuanyun," Suster Maria mengangguk antusias. "Maya, Rendi, bisakah kalian antar Pak Yuanyun untuk melihat-lihat?"
Kedua anak itu saling melirik sekilas sebelum menjawab kompak, "Iya, Suster."