Lastri selalu di injak harga dirinya oleh keluarga sang suami. Lastri yang hanya seorang wanita kampung selalu menurut apa kata suami dan para saudaranya serta ibu mertuanya.
Wanita yang selalu melayani keluarga itu sudah seperti pembantu bagi mereka, dan di cerai ketika sang suami menemukan penggantinya yang jauh berbeda dari Lastri.
Namun suatu hari Lastri merasa tidak tahan lagi dan akhir mulai berontak setelah ia bercerai dengan sang suami.
Bagaimana cara Lastri membalas mereka?
Yuk simak kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Pembalas Di Mulai
Bab 25. Ok Pembalasan Di Mulai
POV Lastri
Aku merebahkan tubuhku setelah lelah membereskan isi kamarku yang sempit dengan luas 1,5 meter x 3 meter itu. Sesak rasanya, tidak ada sirkulasi udara, apalagi jendela yang bisa memberikan udara yang lebih baik. Perut ku pun sedari tadi keroncongan belum diisi. Kalau mau makan disini pasti aku di suruh masak lebih dulu.
"Las...?! Lastri?!"
Dan dengar saja. Belum sampai satu jam aku berada di rumah ini, teriakan yang setiap hari ku dengar mulai menggema. Pasti mereka menyuruh ku untuk mengerjakan sesuatu.
Perlahan aku bangun dan membuka pintu.
"Nih! Cuci pakaian Dion dan Marla. Kamu sudah cukup lama libur dan tidak pernah membantu lagi disini. Aku capek dan ingin istirahat."
Perintah Mbak Tatik dan berlalu pergi meninggalkan tumpukan baju kotor anak-anaknya di depan pintu kamar ku.
Enak saja dia mau memperlakukan aku seperti dulu. Kata Pak gemoy 'Sorry ye...' aku tidak akan melakukan apa yang kamu suruh lagi.
Aku melangkah menghindari tumpukan baju kotor itu, lalu menutup pintu kamarku. Biar saja pakaian itu teronggok di lantai, aku tidak peduli. Ah, makan nasi padang di pinggir jalan di seberang sana enak kayaknya.
Tas kecil aku selempangkan di tubuhku. Lalu beranjak pergi ke tempat tujuan ku.
"Eh, Las?! Kamu sudah selesai mencuci?" Tanya Ibu mertua ketika aku melintas di ruang TV hendak menuju pintu utama rumah.
"Mencuci? Maaf Bu, aku tidak mencuci pakaian hari ini. Kan aku juga baru aja datang. Jadi tidak mungkin ada pakaian kotor ku hari ini."
"Loh, kan aku menyuruh mu mencuci pakaian Dion dan Marla barusan?! Kamu pikun?!" Kata Mbak Tatik mulai emosi.
"Oh, baju mereka. Maaf Mbak, itu bukan tanggung jawab ku karena aku bukan ibunya. Permisi..."
"Loh, loh...?! Bu, lihat kelakuan menantu Ibu itu?!"
"Hei Lastri?! Mau kemana kamu?!"
"Lastri... Kembali kamu?!!"
Tidak aku pedulikan dua wanita tersulut emosi itu terus menggerutu dan memanggil-manggil namaku. Kaki ku terus melangkah menuju rumah makan yang sudah terbayang ikan bakarnya yang lezat di pelupuk mata.
Aku mau lihat apa yang akan mereka adukan ke Mas Hendra. Setelah ini, pasti Mas Hendra akan menelpon dan memarahiku. Biar kan saja. Biar Mas Hendra terganggu waktu kerjanya. Biar dia rasakan, betapa saudara dan ibunya itu hanya bisa bikin repot dan kesal saja.
Umm...aroma ikan bakar sudah tercium dan menggelitik perutku yang tak hentinya berbunyi. Rumah makan ini belum terlalu ramai di kunjungi jam segini. Jadi aku bisa makan di tempat agar lebih bisa menikmati.
"Bang makan disini ya, pakai ikan bakar 1, lalapan, sambal dan perkedel saja. Minumnya air putih hangat saja."
"Baik Mbak."
Aku pun memilih tempat di pojokkan sambil menunggu dan mengamati interior rumah makan ini. Adem dan nyaman dengan nuansa pedesaan. Tidak terlihat mewah sehingga orang yang sekiranya ingin berhemat pun bisa ingin makan disini karena terkesan tidak mahal.
Ya, penampilan adalah faktor utama untuk menarik pelanggan baru setelahnya cita rasa masakan dan tentunya di sertai pelayanan yang baik. Sepertinya konsep di rumah makan ini cukup bagus untuk referensi rumah makan ku nanti.
Aku pun mengambil beberapa gambar dan mengirimkannya ke Mbak Ayu. Tidak beberapa lama pesan ku itu di baca olehnya. Dan ternyata apa yang aku pikirkan sama dengan apa yang Mbak Ayu pikirkan. Syukurlah, memang pantas Mbak Ayu aku percayakan untuk mengurus rumah makan ku.
Rencananya rumah makan itu akan di buka tiga minggu lagi. Untuk renovasi bangunan, Mbak Ayu mengatakan jika para pekerja meminta waktu satu minggu untuk menyelesaikan semua. Lalu sembari menunggu rumah makan siap di gunakan, Mbak Ayu mengetes beberapa orang tukang masak dan mencari yang enak masakannya di antara mereka. Semoga saja dalam waktu 3 minggu itu semua proses lancar, dan rumah makan bisa di buka sesuai waktu yang di tentukan.
Makanan ku datang. Dan aku pun menikmati makanan yang sudah aku pesan tadi.
"Triiiing...! Triiiing!"
Handphone ku berdering ketika aku sedang menikmati makananku. Sengaja tidak aku angkat dan mengubah mode dering menjadi mode senyap agar tidak mengganggu waktu makan ku. Biar saja Mas Hendra pusing menghadapi perintah Kakak dan Ibunya itu.
Begitu selesai makan dan membayarnya aku pun pulang. Namun singgah sebentar di sebuah toko untuk membeli beberapa camilan untuk ku makan di kamar nanti.
Satu kantong penuh camilan di tangan ku, ku bawa pulang ke rumah dengan santainya.
"Bu...! Bu...! Lihat dia malah enak-enak belanja. Pantas saja uang dari Hendra tidak pernah cukup. Rupanya kamu selalu boros-boros seperti ini!"
Ibu mertua yang tadi berada di kamar, langsung keluar mendengar omelan Mbak Tatik kepada ku. Tatapannya tajam menelisik ke arah kantong yang aku bawa.
"Kamu itu pemborosan Lastri!"
"Bener Bu. Bisanya cuma menghamburkan uang Hendra saja. Nanti baru bilang tidak cukup lah, ini lah, itu lah!" Sindir Mbak Tatik.
"Uang 700 ribu ya mana cukup Mbak? Apa Mbak cukup dengan uang bulanan segitu?"
"Jawab aja kamu?! Ya tidak cukup lah. Tetapi aku beda, karena anakku dua."
"Terus 700 ribu Mbak Tatik habiskan berapa hari?"
Mbak Tatik terdiam. Tentu saja dia tidak bisa menjawab karena sudah salah mengira aku tidak akan bisa melawan ucapannya.
"Heh Lastri?! Bagus ya kamu sudah berani menolak perintahku. Kamu mau Hendra marah padamu? Itu kamu belanja segitu banyak uang dari mana?!"
Kali ini Ibu mertua yang marah padaku.
"Ya uang dari gaji Mas Hendra lah Bu, dari mana lagi aku mendapatkan uang. Lagian aku bukannya menolak perintah Ibu. Masa iya aku terus nyuci pakaian anak-anak Mbak Tatik. Emangnya aku babu nya dia? Kalau seperti ini terus, sebaiknya aku nyusul Mas Hendra saja ke rumah dinasnya!"
"Ehh, ngapain kamu mau nyusul Hendra?!" Cegah Ibu mertua yang di ikuti Mbak Tatik di belakangnya.
"Hedra pasti tidak senang kamu menyusul kesana."
"Kenapa tidak senang?" Tanya ku menyelidiki.
Mbak Tatik tampak mengelak dengan memalingkan wajahnya agar tidak menjawab pertanyaan ku. Sedangkan Ibu mertua tampak kebingungan menjawab pertanyaan ku.
"Ya pasti tidak senang lah. Kamu pasti disana bikin dia khawatir di tinggal sendiri karena tidak ada yang menjaga."
Ternyata, pandai juga ibu mertuaku ini berkelit. Pasti mereka sedang cemas sekarang. Kalau sampai aku menyusul Mas Hendra, tentu saja kebohongan Mas Hendra akan terungkap yang sebenarnya sudah menikah lagi. Aku jadi berpikir, pasti ada rahasia besar mereka menyembunyikan pernikahan itu.
"Kalau begitu, aku tidak ingin mencuci pakaian siapa pun di rumah ini! Jika tidak, aku akan pindah ke rumah dinas Mas Hendra." Ancam ku.
Kita lihat, apa yang akan menjadi pilihan kalian. Pasti dilema bukan?! Mengalah dan membiarkan aku disini, kalian tidak bisa menyuruh ku mencuci pakaian lagi. Pasti sakit hati rasanya. Tetapi bila menolak keinginan ku, kalian tidak ingin rahasia Mas Hendra ketahuan olehku. Telat, aku sudah tahu semua. Dan saatnya aku membalas kalian pelan-pelan dengan cara yang aku inginkan.
Bersambung...
tambah keluarga toxic,menjijikkan jadi lelaki..