Ketabahan Arini benar-benar diuji. Selama 6 tahun menikah, Arini tidak juga dikaruniai seorang anak dalam rumah tangganya bersama Dodi Permana. Hinaan, caci maki dan perlakuan tidak adil selalu ia dapatkan dari Ibu mertuanya.
Namun, Arini tetap tabah dan sabar menghadapi semuanya. Hingga sebuah badai besar kembali menerpa biduk rumah tangganya. Dodi Permana, suami yang sangat dicintainya berselingkuh dengan seorang wanita yang tidak lain dan tidak bukan adalah Babysitter-nya sendiri.
🚫 Warning! Cerita ini hanya untuk Pembaca yang memiliki kesabaran tingkat dewa, sama seperti tokoh utamanya. Cerita ini memiliki alur cerita ikan terbang yang bisa membuat kalian kesal 💢 marah 💥 dan mencaci maki 💨😅 Oleh sebab itu, jika kalian tidak sanggup, lebih baik di skip saja tanpa meninggalkan hujatan buat othor, yeee ...
❤ Terima kasih ❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Kamu mau apa lagi? Mau uang lagi, iya?" tanya Bu Nining yang sepertinya mengerti apa yang diinginkan oleh Arini menemuinya saat itu. Mungkin saja Dodi sudah menyampaikan keinginan kecil istrinya itu kepada Bu Nining.
Arini menganggukkan kepalanya pelan sambil menatap wanita paruh baya tersebut dengan wajah sendu. Entah kenapa setelah melihat ekspresi wajah Bu Nining saat itu ia yakin bahwa Ibu mertuanya itu tidak akan pernah bersedia memberikan uang itu kepadanya.
Melihat Arini yang mengangguk, Bu Nining tersenyum sinis. "Memangnya uang itu untuk apa, ha?" tanya Bu Nining lagi.
"Bu, minggu depan salah satu temanku akan menikah dan aku ingin membeli baju baru untuk digunakan ke acara tersebut. Bajuku yang lama retsletingnya sudah rusak dan tidak bisa aku gunakan lagi," tutur Arini.
Bu Nining memutar bola matanya. Ia merogoh saku baju yang ia kenakan sambil menekuk wajahnya. Bu Nining mengeluarkan sebuah dompet kemudian mengambil selembar uang kertas berwarna biru.
"Nih!" Bu Nining menyerahkan uang itu ke hadapan Arini, masih dengan wajah menekuk. "Ganti retsleting saja ke tukang jahit! Tidak usah beli baju baru. Lagi pula tidak lama lagi Dodi pasti akan membelikanmu beli baju baru pas lebaran nanti," lanjutnya.
Dengan gemetar, Arini menyambut uang tersebut dari tangan Bu Nining. Walaupun ia tahu hal ini pasti terjadi, tetapi tidak bisa ia pungkiri hatinya tetap terasa kecewa dan sakit.
"Tapi, Bu ...." Arini menatap sedih uang kertas berwarna biru tersebut. Hampir saja ia tidak bisa mengontrol buliran bening yang ingin merembes keluar dari pelupuk matanya.
"Kenapa, kamu tidak mau? Ya, sudah kalau begitu kembalikan!" kesal Bu Nining yang ingin merebut kembali uang itu dari tangan Arini.
"Ah tidak, Bu. Bukan begitu maksudku," ucap Arini sembari mundur beberapa centi ke belakang dan mencoba mempertahankan uang yang ada di tangannya agar tidak kembali ke genggaman wanita kejam itu.
"Bukankah kamu sudah tahu, Arini! Aku sudah sering katakan bahwa Dodi itu punya banyak tanggungan yang harus ia bayarkan setiap bulan. Angsuran rumah ini, angsuran mobil, belum lagi bayar listrik, air dan lain-lainnya! Dan sekarang kamu malah ingin minta jatah beli baju, dasar istri tidak berguna!" umpat Bu Nining.
"Maafkan Arini, Bu. Baiklah kalau begitu, biar Arini ganti retsletingnya ke tukang jahit saja," sahut Arini dengan kepala tertunduk. Inilah kelemahan Arini selama ini. Setiap kali ia meminta uang untuk keperluan pribadinya, Bu Nining selalu menjawab dengan jawaban yang sama, yang membuat Arini tidak dapat berkutik lagi.
Bu Nining mencebikkan bibirnya kemudian kembali fokus pada layar televisi berukuran besar itu. Melihat Bu Nining yang sudah tidak mempedulikan dirinya lagi, Arini pun segera beranjak dari ruangan itu dan kembali ke kamarnya.
Setibanya di kamar, Arini meraih pakaian yang akan ia bawa ke tukang jahit untuk diganti retsletingnya. Ia memasukkan pakaian itu ke dalam sebuah tas kecil. Namun, sebelum ia pergi membawa pakaian tersebut ke tukang jahit, Arini sempat duduk di tepian tempat tidurnya sambil menitikkan air mata.
"Ya, Tuhan! Semoga aku selalu diberikan kesabaran yang tiada batas karena aku tahu Engkau tidak akan menguji kesabaran setiap hambamu di luar batas kemampuannya," gumam Arini sambil menitikkan air mata.
Arini meraih ponselnya kemudian membuka sebuah aplikasi belanja online berwarna orange. Ia mengecek keranjang di akunnya kemudian menghapus satu list belanjaan yang sudah sejak lama ia idam-idamkan. Sebuah dress cantik dengan harga yang cukup terjangkau. Namun, sekarang harapannya ingin memiliki dress cantik itu pupus sudah.
Wanita berusia 25 tahun tersebut menghembuskan napas berat kemudian segera bangkit dari posisinya dan berjalan keluar dari kamar. Ketika melewati ruang bersantai, Bu Nining sempat melihat ke arahnya dengan tatapan datar. Wanita paruh baya itu tampak tidak peduli apapun yang dilakukan oleh menantunya tersebut.
"Bu! Bu Nining!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang dari luar yang memanggil-manggil nama Bu Nining. Bu Nining yang tadinya asik memperhatikan Arini, segera bangkit dengan wajah semringah. Dengan langkah cepat, Bu Nining mendatangi ke arah asal suara.
"Hei Jeng, pesananku sudah datang, ya?" tanya Bu Nining dengan wajah semringah kepada wanita yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya.
"Iya, donk! Coba lihat ini!" Wanita itu tersenyum lebar sambil memperlihatkan sebuah kresek hitam besar yang sedang ia pegang kepada Bu Nining.
"Ah, senangnya!" pekik Bu Nining. Saking bahagianya, Bu Nining sampai bertepuk tangan kegirangan.
"Sini, sini! Mana, aku mau lihat." Bu Nining mengulurkan tangannya ke hadapan wanita itu. Sedangkan wanita itu membuka kantong kresek tersebut dan mengeluarkan sebuah bungkusan transparan berisi pakaian berwarna cream.
Dengan tergesa-gesa, wanita itu membuka bungkusan plastik transparan tersebut dan kini tampaklah sebuah gamis dengan payetan nan indah yang berjejer di setiap sisinya.
"Lihatlah, Bu Nining! Cantik 'kan? Secantik Bu Nining. Saya yakin Bu Nining akan semakin cantik jika mengenakan gamis ini," goda wanita itu.
"Ya, Tuhan! Cantik sekali," pekik Bu Nining sembari menenteng gamis cantik itu ke tubuhnya.
"Apa aku terlihat cantik?!" Bu Nining tampak menari-nari dengan gamis tersebut.
"Ya, tentu saja, Bu Nining!" jawab wanita itu.
Arini hanya bisa terdiam melihat Bu Nining yang ternyata membeli baju baru lagi. Padahal baru minggu kemarin Ibu mertuanya itu membeli sebuah kaftan dengan harga yang cukup mahal bagi seorang Arini. Arini melirik tas kecil yang berisi pakaian miliknya yang akan ia bawa ke tukang jahit. Ia sedih, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.
"Eh, itu masih ada satu. Punyanya siapa?" tanya Bu Nining kepada wanita itu.
"Ini? Bukan punya siapa-siapa, Bu. Saya sengaja membeli lebih, ya siapa tahu ada yang naksir, 'kan?!" jawabnya sambil terkekeh pelan.
"Coba deh buka, aku ingin lihat yang itu!" titah Bu Nining dan segera dituruti oleh wanita itu.
Wanita itu menenteng gamis cantik dengan model yang hampir sama, tetapi dengan warna yang berbeda. Sama-sama cantik dan sama-sama mahal tentunya.
"Wah, cantik sekali!" pekik Bu Nining lagi. Ia melepaskan gamis berwarna cream tersebut kemudian meraih gamis berwarna hijau botol yang dipegang oleh wanita itu.
"Berapa harganya, Jeng?" tanya Bu Nining sambil melenggak-lenggok dengan gamis tersebut.
"Khusus buat Bu Nining, biar disamain aja, deh. Bu Nining 'kan langganan saya," sahut wanita itu.
"Lima ratus juga? Kalau dua jadi satu juta, ya? Bisa kurang gak, Jeng? Aku ambil keduanya deh," ucap Bu Nining sambil menggoda wanita itu.
"Jangan lagi lah, Bu Nining. Itu sudah murah banget, Bu. Saya jual ke orang lima ratus lebih, loh!" jawab wanita itu.
"Baiklah, aku ambil keduanya," ucap Bu Nining mantap.
"Oke deh, Bu Nining!" jawab wanita itu dengan wajah semringah. Akhirnya barang dagangannya habis dibeli oleh Bu Nining.
...***...
penasaran nih kita /Grin//Grin/