Awalnya, aku kira dunia baruku, adalah tempat yang biasa-biasa saja. karena baik 15 tahun hidupku, tidak ada hal aneh yang terjadi dan aku hidup biasa-biasa saja.
Tapi, Setelah Keluarga baruku pindah ke Jepang. Entah kenapa, aku akhirnya bertemu pecinta oppai di samping rumahku, seorang berambut pirang mirip ninja tertentu, seorang pecinta coffe maxxx dengan mata ikan tertentu, dan seorang maniak SCP berkacamata tertentu.
Dan entah kenapa, aku merasa kehidupan damaiku selama 15 tahun ini akan hilang cepat atau lambat.
Karya dalam Crossover saat ini : [To Love Ru], [Highschool DXD], [Dandadan], [Oregairu], [Naruto], [Nisekoi]
Jika kalian ingin menambah karakter dari anime tertentu, silahkan beri komentar..
Terimakasih...
* Disclaimer *
[*] Selain OC, karakter dan gambar yang digunakan dalam Fanfic ini bukan milik saya, melainkan milik penulis asli, dan pihak yang bersangkutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aga A. Aditama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Takdir - Bagian 5
Pertanyaan Mayumi menggantung di udara seperti pisau bermata dua. Aku bisa merasakan keringat dingin mengalir di punggungku, sementara jantung berdegup kencang seakan ingin melompat dari dadaku. Bagaimana mungkin mereka tahu tentang Lala?
Ruang klub yang awalnya terasa megah kini bagaikan penjara sempit yang mengurungku. Aroma teh yang semula menenangkan tiba-tiba berubah, membawa ketegangan yang memenuhi ruangan.
Rin menyilangkan kakinya sambil mencoba tampil serius kepadaku, sementara jari-jari Mayumi mengetuk permukaan meja kayu mahoni dengan ritme yang membuatku semakin gugup. Hanya Sakura yang tetap tenang, kedua tangannya erat menggenggam nampan kosong di pangkuan seolah itu adalah perisai.
“A–Alien?” suaraku serak, mencoba berpura-pura tertawa. “Apa maksudmu? Itu kan cuma karakter fiksi—”
“Mou, jangan buang waktu kami!” Rin memotong dengan suara melengking. Matanya yang biru pucat menyala bagai es yang diterpa sinar laser. “Kami punya bukti konkret! Kamu pikir kami mengundangmu ke sini hanya berdasarkan desas-desus?”
Sakura menghela napas pelan. “Nee-san, tolong jangan menakut-nakuti Kirisaki-san. Dia tamu kita.” Senyumnya tetap sempurna, namun sorot matanya tajam. “Tapi benar, Kirisaki-san. Kami tidak bermaksud jahat. Justru... kami ingin membantumu.”
Membantu? Otakku berputar cepat. Bayangan Lala yang selalu tertawa dan tersenyum, seakan tak menyadari kesuraman dunia, berganti dengan bayangan lain: momen Lala terluka saat bertarung dengan Raynare, serta pertemuan kembali kami di gereja tua yang setengah runtuh.
Kenangan-kenangan itu terus terulang dalam benakku, kenangan yang menandai persimpangan dan penyesalan mendalam dalam hidupku.
Awalnya aku berpikir, setelah semua itu terjadi, keadaan akan membaik dan tak mungkin menjadi lebih buruk. Tapi, bagaimana dengan sekarang? Bagaimana jika keberadaan Lala diketahui?
Aku menepis semua pemikiran tidak perlu itu dan kembali fokus pada para gadis di hadapanku.
“Saat kalian mengatakan bukti... Apa yang kalian punya?”
Mereka sudah bertanya padaku, dan setelah mendengar argumen Rin serta Sakura, aku merasa bodoh jika terus berputar-putar dengan dalih tidak bersalahku.
Jadi, sambil membeli waktu untuk merumuskan tindakanku berikutnya, aku mencoba mencari tahu bagaimana mereka mengetahui keberadaan Lala.
Mayumi mengangguk halus menanggapi pertanyaanku, lalu meraih tablet dari balik bantal sofa. Dengan beberapa ketukan, layar menampilkan rekaman CCTV sebuah jalanan dari sudut yang jarang terlihat.
Dalam video beresolusi rendah itu, terlihat sosok wanita bersayap (Raynare!) berdiri di jalanan yang rusak, sedangkan di hadapannya sosok yang aku yakini sebagai Lala tergeletak tak sadarkan diri. Layar kemudian berkedip, mengubah momen itu menjadi kemunculanku; momen saat aku menemukan robot Lala terekam jelas dalam rekaman tersebut.
Setelah itu… muncul momen di mana aku menggunakan sihirku secara nyata. Walaupun tidak mencolok seperti penyihir di anime atau film, setidaknya perubahan warna rambutku menjadi putih cukup eye-catching.
‘Sial, ini bukti langsung tanpa ruang penolakan.’
Aku bahkan tidak peduli dengan fakta rambutku berubah warna tanpa kusadari; yang membuatku lebih khawatir adalah mereka memiliki bukti tentang kekuatan yang selama ini kucoba sembunyikan. Video itu jelas diambil dari sudut yang mustahil diketahui orang biasa—seolah direkam dari langit.
“Kami punya akses ke sistem pengawasan kota.”
Perkataan Mayumi sedikit meredakan kegelisahanku, namun fakta bahwa dia memiliki akses ke sistem pengawasan kota membuatku jauh dari kata bahagia.
Tak perduli dengan reaksiku, Mayumi berbicara sambil mematikan tablet. Suaranya datar, namun ada kilat keseriusan di balik mata merah delimanya.
“Selain kami, ada juga beberapa kelompok yang bisa mengaksesnya. Tapi mereka tidak akan menjadi masalah buatmu, Kirisaki-kun.” Mayumi berhenti sejenak dan meminum kembali tehnya. “Masalahnya terletak pada... tamu yang ada di rumahmu.”
Mengetahui bahwa ada kelompok lain yang juga mengetahui rahasiaku, aku sedikit meringis. Namun mendengar bahwa keberadaan Lala menjadi sumber masalah membuatku bingung.
“Serius!? Kenapa kamu terlihat bingung begitu? Apakah kamu tidak tahu identitas tamu di rumahmu?”
Melihat kebingunganku, Rin mempertanyakan kecerdasanku.
Reaksinya yang penuh semangat dan kemarahan membuatku merasa malu; aku baru sadar bahwa identitas alien Lala benar-benar menjadi masalah di dunia ini.
‘Sial, di anime To Love-Ru, hal itu tak jadi masalah. Sekarang aku sadar, pengaturan seperti itu tidak terjadi di dunia ini.’
Kini aku tahu bahwa identitas asli Lala tampaknya menjadi masalah bagi penduduk setempat, setidaknya bagi mereka yang bersentuhan dengan kekuatan supernatural.
Fakta ini membuat segalanya semakin sulit; jika aku salah bertindak, bisa-bisa aku menjadi musuh bagi satu komunitas, dan hal itu jelas tak aku inginkan.
‘Mengusirnya—.’
Saat pikiranku mengeluarkan opsi itu, aku reflek menampar wajahku, membuat Mayumi yang tenang, Rin yang mengintimidasi, dan Sakura yang selalu tersenyum terpana melihat reaksiku.
“Kirisaki-kun?” teriak Mayumi kaget, tersentak mundur lebih dalam ke kursinya.
“A-ada apa dengan kepalamu?” tanya Rin dengan ekspresi ngeri saat menatapku. Sementara itu, Sakura tetap diam, namun senyumannya membeku saat tatapannya jatuh padaku.
“Maaf sebelumnya, kebiasaan jelekku kambuh. Sekarang sudah baik-baik saja.”
Aku mencoba menenangkan mereka sambil mengelus pipi kananku yang memerah.
“Baik, fakta bahwa ada seorang alien di rumahku memang benar, dan keterlibatanku dalam insiden di gereja malam tadi juga benar.”
Aku mengungkapkan apa yang ingin mereka ketahui—atau yang sebenarnya sudah mereka ketahui—yang hanya membutuhkan konfirmasi dariku.
Melihat minimnya reaksi dari ketiga gadis itu, sepertinya dugaanku tepat.
Aku menatap ketiga sosok di hadapanku dengan tatapan penuh tekad dan keyakinan, menyadari bahwa apa yang akan kukatakan mungkin membuat kesan mereka padaku semakin buruk.
“Tapi Lala adalah tamuku, dan aku sebagai tuan rumah memiliki kewajiban untuk melindunginya, bahkan jika itu berarti aku menjadi musuhmu—dan kekuatan di belakangmu.”
Aku telah memutuskan; bahkan jika mulai hari ini aku kehilangan kehidupan damaiku, aku tetap akan melakukannya, karena aku sudah membuat pilihan.
Saat mereka mendengar deklarasiku yang penuh semangat, ketiga gadis itu saling menatap dengan pandangan aneh ketika memandangku.
“Jadi... Namanya Lala?”
Mayumi adalah yang pertama berbicara, dan perkataannya membuatku menutup mata kesakitan, menyadari kesalahan bodoh yang telah aku buat.
“Dan kamu ingin melindunginya, walaupun itu berarti kamu akan menjadi lawan kami?”
Kemudian Rin berbicara, menegaskan deklarasi beraniku. Entah bagaimana, aku melihat bibirnya sedikit melengkung, membentuk seringai sinis yang mengejekku.
“Lala Satalin Deviluke,” ucap Sakura pelan sambil meneguk secangkir tehnya, menyembunyikan senyuman geli di wajahnya. “Putri Kekaisaran Deviluke. Menurut data kami, dia kabur dari pernikahan politik dan terdampar di Bumi.”
Kudengar Rin berdecak kagum. “Kau menyimpan putri level itu di rumahmu? Berani sekali.”
“Bukan menyimpan,” jawabku buru-buru, tak mau disalahpahami.
“Dia... dia sedang dalam masalah. Aku hanya mencoba membantu.”
“Dengan menjadi tameng manusia?” Mayumi membuka mata, sorotnya tiba-tiba dingin. “Kau bahkan bukan Magus sejati. Sihirmu—itu hanya pseudo-magic. Aku berani bertaruh kamu tak pernah belajar dari seseorang, benar?”
Nafasku tercekat. Bagaimana dia bisa tahu?
Mungkin menyadari pertanyaan dalam hatiku, Sakura mengangkat tangan, dan sebuah kristal kecil berwarna ungu tiba-tiba muncul di telapak tangannya. “Kami menganalisis residu energimu dari rekaman CCTV. Polanya mirip dengan mantra Multi-observation milik Mayumi-senpai dan mantra analisis tingkat dasar.”
“Tapi versimu lebih semrawut,” sahut Rin dengan tajam. “Seperti anak kecil yang main tempel-tempel Mystic Code.”
Pukulan itu lebih menyakitkan daripada yang kusangka. Memang benar—kemampuanku adalah hadiah (atau kutukan) dari kehidupan sebelumnya.
Dan aku hanya menyalin serta bereksperimen dengan pengetahuan itu, sehingga bisa dikatakan bahwa itu adalah versi turunan dari mantra aslinya.
Namun, aku tak terima jika mantra yang telah aku sempurnakan itu disebut sebagai permainan anak-anak. Setidaknya, mantra itu sudah melampaui tipe mantra analisis dasar; itu adalah versi yang telah ditingkatkan.
“Nee-san, kasar sekali,” peringat Sakura, meski senyumnya masih utuh. “Tapi memang benar, Kirisaki-kun. Mantramu terlihat... Cacat. Aku yakin konsumsi Pranamu pasti tinggi saat menggunakannya.”
Tak ada bantahan—faktanya, konsumsi Mana atau Prana dalam kasus mereka cukup tinggi saat menjalankan mantra tersebut, namun efeknya sangat Overpower, sehingga konsumsi berlebihannya tak tampak merugikan.
Walaupun aku tahu kekuranganku, aku sudah tak sanggup menerima hinaan mereka tentang caraku menggunakan sihir, aku ingin membela diri sedikit.
Namun secara kebetulan, Rin juga berbicara pada saat yang sama, sehingga suara kami saling tumpang tindih.
“Untuk mantra yang hanya bisa menganalisa objek—”
“Tapi setidaknya mantraku bisa melihat sekilas masa lalu—”
Ehh…?
Sesaat kemudian, ruangan menjadi sunyi senyap.
Ehh…?
Rin, yang sepertinya mendengar perkataanku, berkedip keheranan. Bahkan mata Mayumi yang biasanya tertutup melebar ketika tanpa sengaja mendengar pembelaanku. Sementara itu, Sakura sudah sibuk mengamati permata ungu di tangannya, tak perduli dengan kecanggungan yang meliputi ruangan ini.
“K-kau bilang apa tadi, Kirisaki Kenma? Melihat sekilas masa lalu? Aku tidak salah dengar, bukan?”
Rin menjerit saat bertanya padaku, meninggalkan sikap berlagak anggunnya. Sempat ia melakukan kontes menatap dengan Mayumi, seolah mencari kebenaran dari perkataanku. Namun, setelah melihat Mayumi tampak linglung dan terkejut, Rin pun meredam emosinya. Lalu, saat ia melihat Sakura yang asyik mengamati permata ungunya dengan senyum yang mulai memudar, ia sekali lagi menatapku dengan pandangan tak percaya, mencari konfirmasi.
“Ehh... Itu memang mantra analisis objek dasar,” kataku sambil melihat ketiganya menghela nafas lega. Namun, aku belum selesai. “Tapi aku sudah bereksperimen dan memperbaikinya, sehingga sekarang aku bisa melihat lebih dari sekadar menganalisis objek.”
Bam…
Rin memukul meja dengan kedua tangannya, lalu berdiri dan menarik kerah bajuku.
“Jangan bercanda denganku! Mana mungkin seseorang bisa memperbaiki mantra analisis sehingga bisa melihat kilasan masa lalu! Itu sudah berbeda! Jenis mantranya berbeda!”
Wajahku ditarik cukup kuat hingga dahi kami saling menempel. Namun, sepertinya Rin tak perduli, karena ia terus mengoceh sambil mendorong kerah bajuku maju mundur.
“N-nee-san, tolong tenangkan dirimu.”
“R-rin, kendalikan diriku.”
Ruangan itu tiba-tiba menjadi kacau; Rin kehilangan akalnya dan mulai membullyku (benarkah?), sementara Sakura dan Mayumi sibuk memisahkan kami serta menarik tubuh ramping Rin menjauh dariku.
Situasinya benar-benar kacau, hingga aku bingung dari mana letak kesalahannya. Hal itu bahkan membuat kami melupakan topik penting—tentang alien tertentu yang selama ini kucoba tampung (sembunyikan).
Setelah dipisahkan dariku, Rin yang sebelumnya kehilangan akal kembali ke postur sopan dan anggunnya. Yang aku yakini itu hanyalah kedok untuk menyembunyikan jiwa bar-bar di dalamnya.
“M-maaf sebelumnya, Kirisaki-kun.”
Rin, dengan wajah yang sudah berubah merah, membungkuk padaku dan meminta maaf.
Melihat permintaan maafnya, yang terlihat tulus. Aku yang tidak terlalu marah, merasa harus memaafkannya. Lagipula kami memiliki topik yang lebih penting, bukan?
Jadi aku mencoba bertanya pada mereka.
“Tentang topik bahasan kita—”
“““Diam!”””
Bahkan sebelum aku sempat mengarahkan pembicaraan kembali ke jalurnya, ketiga gadis itu serentak menbentakku, mencegahku bertanya tentang topik yang membuatku penasaran.
‘Kalau begitu, kenapa kamu membahasnya? Jadi bagaimana? Kita musuh atau bukan?’
Sepertinya pertanyaanku tak akan terjawab untuk sementara.
gk sabar liat semua makhluk terkuat nya saling muncul, mulai dari hantu yang skala planet, orang tua nya Lala , sama dewa nya dxd 🤣
jadi kayak lucy