Bagi Krittin, pernikahan ini bukanlah tentang cinta—melainkan tentang balas dendam. Bertahun-tahun ia menyimpan kebencian mendalam terhadap keluarga Velora, yang dianggapnya telah menghancurkan keluarganya dan merampas segalanya darinya. Kini, dengan perjodohan yang dipaksakan demi kepentingan bisnis, Krittin melihat ini sebagai kesempatan emas untuk membalas semua rasa sakitnya.
Velora, di sisi lain, tidak pernah memahami mengapa Krittin selalu dingin dan penuh kebencian terhadapnya. Ia menerima pernikahan ini dengan harapan bisa membawa kedamaian bagi keluarganya, tetapi yang ia dapatkan hanyalah suami yang memandangnya sebagai musuh.
Ruang hati sang kekasih adalah kisah tentang pengkhianatan, luka masa lalu, dan perjuangan antara kebencian dan cinta yang tak terelakkan.
bagaimana kisah mereka? yuk kepoin kelanjutan nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yarasary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Moonveil Corporation.
" Jayden apa yang terjadi? " Krittin bertanya cepat setelah tiba di samping asisten nya yang kini tengah menatap jejeran layar komputer di ruang keamanan.
" Ada yang berusaha menerobos pertahanan perusahaan kita tuan, dan dia mengirimkan virus yang memaksa sistem tidak bisa berjalan. Tidak maju dan tidak mundur, akan berakibat buruk jika ini berlangsung lama, sebab bisa membocorkan data-data milik perusahaan tuan. " Jayden berusaha menjelaskan dengan bahasa yang semudah mungkin untuk bisa di mengerti.
" Sial! " Umpatan itu tidak keras, namun para staff dan karyawan yang bertugas di sana terdiam membisu, terkejut karena ini pertama kali nya mereka melihat Krittin begitu murka sebab yang mereka tahu Krittin hanya bisa berekspresi datar dan tak acuh.
" Matikan sistem sekarang! " Perintah Krittin.
" Baik tuan."
" Identifikasi Jenis Serangan apa yang mereka gunakan, lalu cari tahu sistem bagian mana yang telah terpengaruh. secepatnya lakukan Backup Data dan instal ulang sistem yang terinfeksi untuk memastikan keamanan. " Jayden memberi intruksi dan di tangkap cepat oleh mereka, melangkah meninggalkan ruangan dan menyusul Krittin yang sekarang mendudukkan diri di kursi kebesaran nya dengan tangan memijat tengkuk leher.
" Siapa menurut mu yang berani melakukan ini? " Tanya Krittin.
Jayden berdiri tepat di samping tubuh Krittin, "sudah bisa di tebak siapa pelakunya tuan, mengingat seberapa marah nya tuan Orion waktu itu, ini pasti salah satu siasat nya untuk mengambil kembali saham yang telah kita rampas. "
Krittin menarik nafas lalu menghembuskan nya perlahan, " Apa kita perlu hancurkan saja perusahaan Raventhorn, aku ingin melihat apa lagi yang akan dia rencana untuk menghabisi ku. "
" Semua keputusan ada di tangan anda tuan, adapun untuk menjatuhkan prusahaan Raventhorn, kita tidak perlu usaha banyak, karena hampir delapan puluh persen para dewan direksi memihak pada kita, sehingga bisa di perhitungan sangat mudah jika memang anda sudah menginginkan perusahaan Reventorn bernaung di bawah Moonveil Corp. "
" Apa semua nya akan berakhir jika aku melakukan itu? "
" Semuanya mungkin tidak, tapi sebagian akan terasa lebih ringan karena tuan Orion sudah tak memiliki kekuatan banyak untuk melawan anda. "
Krittin terdiam, memikirkan seberapa buruk nya kehidupan yang ia jalani hanya karena permainan satu orang saja. Orion sudah merampas kebahagiaan nya mulai kecil. seharusnya sejak lama ia memberi tindakan, namun Krittin tertahan oleh kehadiran Velora, tapi sekarang wanita itu sudah pergi menghilang entah kemana. apakah memang sudah waktunya untuk menyelesaikan perselisihan ini, perselisihan yang Krittin sendiri tak mengerti disebabkan apa hingga Orion tega membunuh kedua orang tuanya dan berusaha mati-matian menjatuhkan Krittin. Kalau memang hal itu hanya untuk merampas Moonveil Corp, bukankah lebih mudah jika Krittin ikut mati di masa lalu, lalu kenapa Orion malah membebaskan nya sampai sejauh ini.
" Lakukan saja, aku beri perintah untuk mengalihkan semua saham yang sudah terkumpul dan lakukan tindakan untuk perampasan kepemimpinan. Kalau ada kendala, langsung ajukan banding dan kita akan melakukan rapat dengan pemilik Raventhorn Corp. "
" Baik tuan. "
.
.
******
Mansion Sylvester.
Mobil mewah mulai memasuki mansion megah milik Krittin, yang di sana sudah berdiri beberapa asisten dan pengawal menunggu kedatangan sang majikan. Krittin keluar lebih dulu dan membukakan pintu belakang untuk Hanian, gadis itu keluar dengan tatapan berbinar, menyapu setiap sudut bangunan yang terlihat begitu menakjubkan di matanya.
" Bagaimana kaki mu? " Tanya Krittin, amati adik nya yang mulai berjalan dengan langkah pelan namun terlihat lebih baik dari dua hari lalu.
Hanian tersenyum dan menjawab, " Sudah tidak sakit lagi, Dokter Arsenal benar-benar yang terbaik. "
Krittin sempat marah setelah seharian lelah bekerja di kantor dan mengetahui kondisi Hanian yang berjalan pincang untuk menyambut kepulangan nya, untung saja penjelasan Hanian mampu membuat Krittin merasa lebih baik meski tak sepenuhnya bisa menghilangkan rasa kesal pria itu.
" Mungkin sekarang kamu beruntung, tapi lain kali jangan ceroboh lagi, kalau tidak mau aku terus mengurung mu di rumah! "
Hanian mencebikan bibir nya, " Aku juga bukan nya mau terkilir kak, tapi mau bagaimana memang sudah takdir nya seperti ini? "
" Jangan membantah!! "
Hanian memilih diam, membalas dengan anggukan pada orang-orang di sana yang membungkuk kan tubuh tepat ketika Hanian dan Krittin memasuki mansion. Berbeda dengan Hanian yang melempar pandangan nya ke kanan kiri melihat isi bangunan itu, Krittin hanya menatap lurus ke depan sekarang tak ada hal menarik yang mampu mengalihkan perhatiannya.
" Kau ingin minum sesuatu? " Tanya Krittin menatap Hanian yang sudah terduduk di sofa ruang tengah namun pandangan nya belum selesai mengelilingi suasana di sana.
Hanian menoleh dan menggeleng, " Nanti aku akan minta sendiri kak, kakak selesaikan saja urusan nya, aku akan menunggu di sini. "
" Hmm, " Krittin mengangguk setuju, belum sampai kakinya melangkah lebih jauh, pria tampan itu kembali menoleh ke arah Hanian.
" Di belakang ada taman, pergilah jika mau, dan ajak jayden untuk menemani mu. "
Mata Hanian semakin bersinar mendengar penuturan kakak nya, mengangguk semangat hingga menimbulkan senyuman tipis di bibir Krittin karena tak kuasa melihat tingkah menggemaskan itu.
Hanian bangkit dan bergegas pergi ke arah yang di tunjuk jayden. Sekali lagi Hanian di buat takjub dengan pemandangan yang terhampar luas di depan mata, rerumputan hijau yang tumbuh rata menutupi tanah dan berbagai macam bunga bermekaran menaburkan perpaduan berbagai warna yang begitu memanjakan mata.
Hanian mendekat pada bunga mawar merah, menghirup dalam-dalam untuk menikmati keharuman alami yang mengguar memenuhi indra penciuman nya, " Paman apa taman ini ada pemilik nya? "
" Benar nona. "
"Siapa paman? "
Tak ada jawaban. Hanian menoleh dengan kerutan kening akibat cahaya matahari yang menyilaukan matanya, " Apa taman ini milik orang yang ada dalam foto di sana? wanita cantik yang berdiri di samping kak Tin? Paman... Kenapa diam? Apa ucapan ku salah? "
Jayden menghembuskan nafas perlahan, " Benar nona. "
" Lalu siapa dia? "
" Sebaiknya anda tanya kan langsung hal ini pada tuan Krittin nona. "
Hanian hendak berucap kembali, tapi seruan suara yang memanggil nama nya membuat gadis itu berpaling ke belakang. Tersenyum lebar kala menyadari siapa yang mulai berjalan mendekat.
" Dokter tampan. "
" Hai, bagaimana mana keadaan mu? "
Hanian mempersilahkan Arsenal untuk duduk di samping nya, " Sembuh, Seperti yang anda lihat, bengkaknya sudah hilang."
" Bagus, tapi jangan berhenti untuk menghabiskan obat nya, bengkak memang sudah hilang tapi kamu butuh vitamin untuk menghilangkan nyeri nya. Pasti masih terasa nyeri kan sampai sekarang? "
" Iya, tapi sedikit. "
" Bagus, " Arsenal mengusap puncuk rambut Hanian seperti biasa nya.
" Apa dokter tampan tidak bekerja? "
" Masih, tapi kakak mu menyuruh ku untuk selalu memeriksa mu dua kali dalam sehari, makanya aku datang menyusul kemari. "
" Kak Tin berlebihan, padahal satu kali saja sudah cukup, kasihan dokter tampan kelelahan. "
Arsenal terkekeh pelan "kalau begitu bicara lah pada kakak mu untuk menugaskan ku satu kali, dia pasti akan mendengarkan mu. "
Hanian tersenyum, lalu menggelengkan kepala "aku tidak berani, "
" Kita sama, jadi biarlah, aku juga tidak keberatan. " Arsenal menghadap depan, mengikuti atensi Hanian yang mengunci pandangan nya pada segerombolan tumbuhan mawar merah yang bermekaran indah.
" Dokter." Panggil Hanian. " Apa dokter mengenal pemilik taman ini? "
Arsenal terdiam, membiarkan Hanian menyelesaikan kalimat nya.
" Paman jayden bilang kalau taman ini ada pemilik nya, tapi dia tidak mau memberitahu ku siapa? "